Share

Kita Lihat Siapa yang Hancur!

Tambah panas tuh si pelakor.

Mas Hendra lalu menggendongku di punggungnya. Sambil berjalan aku membisikkan sesuatu di telinganya. "Kau selingkuh, kuhancurkan karirmu," ucapku.

"D-dek," ucap Mas Hendra terdengar parau. Detak jantungnya terasa lebih cepat berdetak.

"Kira-kira, bagus nggak, Mas, kalo Adek buat cerita dengan judul itu?" tanyaku lagi.

Mas Hendra lalu mengembuskan napasnya. Dan menarik napas lebih panjang.

Nggak papa, Mas Hendra harus senam jantung siang-siang. Siapa suruh bermain-main denganku, pikirku.

***

"Mas, buka mulutnya," ucapku pada Mas Hendra.

Saat berada di di meja makan tadi, berbagai cara kulakukan untuk membuat panas orang ke tiga dalam rumah tangga kamu. Bahkan aneka makanan yang dimasak oleh Ibu pun bermacam-macam. Rupanya tadi sambutan istimewa memang diberikan pada wanita yang duduk di depanku tadi. Aku masih memikirkan kejadian yang ada di meja makan tadi, dari perubahan Mas Hendra, kekesalan orang ke tiga sampai gugupnya wajah Ibu ketika melihatku.

Benar-benar hebat mereka ini. Mampu membuat aku terlihat bodoh di depan mereka.

"Nggak usah ah, Dek. Mas bisa makan sendiri," tolak Mas Hendra waktu tadi. Aku tau mungkin selain karena malu, dia juga menjaga perasaan wanita yang tak tahu diri itu. Bukan hanya wanita itu sebenarnya yang tak tahu diri, tapi Mas Hendra juga.

"Adek mau nyuapin kok, cepetan lah, Mas," ucapku padanya dengan tatapan yang tajam.

Mau tak mau Mas Hendra membuka mulutnya dan melahap makanan yang kuberikan.

"Enak?" tanyaku.

Mas Hendra bergeming.

"Ya iyalah enak, orang mertua tersayang Anna yang masak," ucapku memuji masakan Ibu.

"Ah, Anna bisa aja kamu mujinya," ujar Ibu sambil tersenyum malu-malu. Aku tersenyum sinis mengingat kejadian di meja makan tadi, memuakkan!

Kuperhatikan Ibu ini tipe orang yang mudah terhasut. Mudah berpindah komitmen. Di sisi lain dia terlihat begitu menyayangiku, akan tetapi di sisi lain ia akan sangat membenciku.

Entah apa yang harus disebut untuk orang yang seperti ini. Ular berkepala dua, atau berwajah dua? Sebenarnya sama saja, sama-sama dua jumlahnya.

Kami lalu meneruskan makanan saat itu, tak sengaja aku melihat kalung di leher Sandra.

Kalung itu persis seperti milikku.

"Sandra!" panggilku sedikit keras, hingga membuatnya tersedak.

Mas Hendra buru-buru memberikan minuman. Namun karena tempat duduknya lebih jauh dari Sandra, minuman itu masih berada di genggamannya.

Tak ingin mereka mengetahui bahwa aku sudah tau sifat asli mereka.

Jadi aku memilih untuk memainkan drama kembali.

"Makasih, Sayang," ucapku sambil mengambil gelas di tangannya, lalu meminum air itu.

"Kamu tau aja aku lagi haus," ucapku tanpa memedulikan Sandra yang tersedak.

Mas Hendra tersenyum paksa, sedangkan Sandra wajahnya cemberut dan ingin mengambil minuman sendiri. Karena Ibu yang berada di sebelahnya seperti tak memedulikan Sandra.

"Eh, maaf ya, Sandra." Aku lalu memberikan gelas yang bekasku kepadanya.

Sandra menerimanya ragu-ragu.

"Minum aja, nggak ada sianida kok di situ," ucapku padanya.

Sandra tersenyum, senyumnya terlihat kecut.

"Makasih, Mbak," ucapnya padaku.

"Oke, sama-sama," jawabku padanya, lalu menatap Sandra intens, "kalungmu bagus ya."

"Uhuk!" Kali ini giliran Mas Hendra yang tersedak.

"Iya, Mbak, pacar saya yang memberikannya," ucap Sandra.

"Wah, banyak uang ya pacarmu. Oh ya, kalo boleh tau pacarmu sekarang di mana?" tanyaku padanya.

"Anna, habiskan makananmu dulu. Jangan banyak bicara," tegur Ibu sambil menatapku dengan tatapan yang mengulit.

"Anna sudah kenyang, Bu." Jawabanku mendapatkan tatapan tajam dari Ibu mertua.

Saking semangatnya mengorek informasi, aku sampai melupakan kebiasaan makan di tempat Ibu. Yaitu tak boleh mengeluarkan suara.

Selesai makan, aku lalu membantu Ibu membersihkan piring.

"Sandra sepupu Mas Hendra darimana, Bu?" tanyaku padanya.

"Anu ... Bandung, Ann," jawab Ibu tergagap.

"Lumayan jauh ya, Bu, dia ke sini ngapain?" tanyaku pada Ibu.

"Dia mau liburan sekalian cari kerjaan di sini," jawab Ibu ketus. Selesai mencuci piring tak sengaja mataku menatap Sandra.

"Sandra!" teriakku saat melihat dia yang buru-buru ingin melangkah pergi.

"E-eh iya, Mbak," ucap Sandra. Ia lalu menghampiriku.

"Nggak papa manggil aja. Aku duluan ya sama Mas Hendra ke kamar, tau dong suami istri gimana kalo udah di kamar," ucapku sengaja memancing emosinya bodi amat lah jika dia tambah kepanasan karena aku sengaja melakukannya.

"Oh i-iya, Mbak," jawabnya. Aku menatapnya yang terlihat polos.

Rupanya polos-polos begini, sekali main langsung kena.

***

"Sayang, jangan melamun. Ayo kita ke kamar tamu, kasihan Sandra diasingkan," ucap Mas Hendra padaku.

"Kamu kenapa di saat jam kerja malah ke rumah Ibu, Mas?" tanyaku padanya tanpa menatap Mas Hendra.

"L-loh, kan Mas bilang Mas kangen Ibu Ann."

"Bukannya harusnya selesai dari kerja baru ke sini, kok saat jam kerja sudah di sini. Mau kamu apakah perusahaan milik Ayah, sebenarnya aku ke sini juga mau menjenguk Ibu memastikan terlebih dahulu bagaimana kondisi Ibu, tapi saat sampai di rumah Ibu, aku sedikit terkejut karena kamu juga ada di sini. Padahal kan saat ini masih jam kerja kamu," ucapku padanya panjang lebar, lalu menatapnya dengan tajam.

"E-em, anu, Dek ... entah kenapa akhir-akhir ini Mas merasa sangat merindukan Ibu, oleh sebab itu Mas sering berkunjung ke rumah Ibu. Lagipula pekerjaanku sudah disuruh oleh sekretaris."

"Nggak bisa gitu dong, Mas, di mana tanggung jawabmu sebagai pengurus perusahaan. Ayah sudah memberikan kepercayaan sama kamu untuk menghandle-nya, jadi jangan menyia-nyiakan kepercayaan Ayah. Kalo sampai Ayah tahu kamu lalai dalam bekerja, Ayah tak akan segan-segan mengambil kembali perusahaan itu."

Nampak keterkejutan dari wajah Mas Hendra, ia mendekat lalu memegang tanganku.

"Jangan dong, Dek, ya sudah Mas minta maaf tapi kamu jangan bilang sama Ayah, ya. Ayo kita pulang saja kalo begitu," ujarnya.

"Nggak ah, kan tadi kamu bilang kasihan Sandra kalo tak kita hiraukan. Jadi lebih baik sekarang kita ke ruang tamu saja, kalo kita pulang Sandra pasti semakin merasa tak nyaman berada di sini." Aku lalu berjalan mendahului Mas Hendra. Terdengar gumaman yang keluar dari mulut Mas Hendra, tapi tak terlalu jelas apa yang diucapkannya.

Saat melangkah ke ruang tamu, kulihat Sandra sedang berbincang-bincang dengan Ibu. Sangat kecil volume suara mereka berdua, hingga membuatku sulit untuk mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.

"Eh Sandra, duduk sini," ucap Ibu saat melihatku yang berjalan mendekat ke arahnya. Kulihat Mas Hendra lebih dulu duduk di sofa. Aku memilih duduk di sebelah Mas Hendra.

Keheningan menyelimuti kami yang berada di dalam ruangan ini, Mas Hendra sendiri lebih memilih untuk memainkan ponselnya. Iseng tak sengaja aku membaca pesan dari Kak Resi.

[Ann, are you oke?] tanyanya.

[Baik-baik saja, Mbak. Ternyata benar, perempuan itu adalah pengambil setengah cinta Mas Hendra dariku.]

[Mas Hendra dan Ibu, sangat pandai melakukan permainan yang busuk ini. Bahkan mereka adalah ular kepala dua, tega mengkhianati dan menikam aku dari belakang.]

Kulihat centang satu, itu artinya Kak Resi sedang tidak aktif. Aku menghela napas dengan kasar. Kutatap Mas Hendra yang sedari tadi masih tak lepas dari ponsel miliknya. Kulirik Sandra dengan diam, dia sendiri sepertinya sedang bertukar pesan, kulihat dirinya senyum-senyum sendiri. Entah apa pesan yang sedang dibacanya, tapi dapat kutebak pesan itu berasal dari Mas Hendra.

"Oh ya Sandra, aku mau bertanya?"

Sandra mengalihkan pandangan dari ponselnya, lalu menatapku.

"Iya, Mbak, mau bertanya apa?" katanya menatapku tanpa malu.

Tak ingin membuang waktu, aku langsung saja memancingnya dengan pertanyaan. "Apakah pacarmu baik?"

"Dia sangat baik, Mbak," jawabnya langsung to the point tanpa ragu-ragu. Bahkan senyuman pun terbit menghiasi wajahnya.

"Kira-kira lebih baik mana, pacarmu atau suamiku?" tanyaku padanya.

"Pertanyaan apa itu Anna," ucap Mas Hendra seperti tak terima. Ia yang sedari tadi hanya sibuk dengan ponsel langsung ikut nimbrung ke dalam permainan yang dibuatnya sendiri.

"Mas Hendra itu lelaki sempurna, berbeda dengan pacar saya. Makanya saya begitu iri dengan Mbak," ucapnya yang membuat darahku berdesir hebat. Walaupun aku tahu hubungan yang terjadi di antara mereka, tetap saja hati ini merasa tak terima atas jawaban yang diberikan oleh Sandra.

"Sifat irimu itulah yang kadang menghancurkan kebahagiaan orang lain. Saranku jangan iri dengan kebahagiaan orang lain, jika ingin bahagia carilah kebahagiaanmu sendiri tanpa merusaknya." Aku menjawab dengan tegas dan menampilkan senyum termanis.

Wajah Sandra yang semula tersenyum berubah menjadi sinis. Terlihat sekali ia tak terima dengan jawaban yang kukeluarkan.

"Oh ya, Mas, Anna mau ke toko dulu ya, mau periksa barang," ucapku padanya. Aku lalu menghidupkan rekaman suara dari ponsel.

"Oh ya, iya, Sayang. Buruan gih ke toko," jawab Mas Hendra cepat. Aku mengangkat alis sebelah mendengar jawabannya.

"Lho, kamu kok kayak ngusir aku, Mas," ucapku menatapnya dengan pura-pura curiga. Tak sengaja sempat kulihat senyuman meremehkan dari Sandra.

Raut wajah Mas Hendra berubah pias. Iya kelabakan sendiri karena sudah menyuruhku untuk segera pergi dari sini.

"Apa aku membuatmu risih datang ke sini?" tanyaku seperti sedang mengintimidasi Mas Hendra.

"E-eh, nggak gitu, Sayang. Maksud Mas, takut kamu kesorean, nanti sampai rumahnya kemalaman," cetusnya lagi sambil memegang telapak tanganku dan mengelusnya.

"Oh, begitu ya sudah. Aku pamit dulu ya. Kamu juga jangan lupa balik ke kantor, Mas. Ingat perusahaan yang kamu pimpin sekarang, masih murni milikku. Jangan sampai Ayah mengetahui kecerobohanmu." Segera kucium punggung tangannya, selanjutnya punggung tangan Ibu.

"Anna, kenapa bicara begitu pada suamimu?" tanya Ibu seperti tak terima dengan fakta yang baru saja kulontarkan.

"Anna hanya mengingatkan, Bu, takut Mas Hendra lupa. Bahwa sekarang apa yang dia punya itu adalah murni dari diriku. Jadi, jangan melakukan kesalahan fatal yang bisa menghancurkan dirinya sendiri termasuk ... Ibu." Aku tersenyum lalu membenarkan tas milikku. Ibu langsung melepaskan tanganku yang sempat ditahannya tadi wajahnya berubah menjadi cemberut karena jawaban yang sudah kuberikan untuknya.

-

-

-

Bantu follow akun saya dan jangan lupa subscribe ya teman-teman, sehat selalu untuk kalian. Semoga dilancarkan Allah SWT urusan dan rezekinya ya aamiin ya rabbal alamiin 🤍🙏

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status