Share

Sang Penerus

Author: WN. Nirwan
last update Last Updated: 2025-07-10 12:00:51

Dua puluh tahun lalu, sebulan sebelum Widya masuk ke panti asuhan yang dikelola oleh Bunda.

Kali ini, Sakti berhasil membuka matanya. Pandangannya mula-mula kabur, lalu perlahan menjadi lebih terang.

Hal pertama yang dilihat oleh Sakti adalah wajah seorang pria. Pria itu sedang menatapnya dengan tajam.

Sakti mengerutkan kening. Ia tidak mengenal pria itu. Tapi, rasanya, Sakti pernah melihat wajahnya. Sepertinya sudah lama sekali. Entahlah.

Rupanya, pria itu menyadari apa yang sedang dipikirkan oleh Sakti. Ia tersenyum penuh arti.

“Kau ingat Baswara? Anak yang kau suruh menghantamkan kepalanya sendiri ke tembok?”

Sakti tercekat. Ia ingat Baswara, teman masa kecilnya yang nakal itu. Anak yang suka mengganggu … ah, Sakti lupa namanya.. Dia hanya ingat nama tukang bully itu, bukan nama korbannya.

Jadi, orang ini siapa? Kenapa dia menyebut tentan

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • SABDA: Putra Sang Jenderal   Kejutan

    Dalam hal ini, level seorang jenderal tentu jauh berbeda dengan level perwira menengah seperti Sakti. Jenderal seperti Prakasa tentunya sudah menyusun taktik dan strategi dengan matang sebelum turun ke lapangan. Bahkan hal yang tampak ‘remeh’ seperti sekadar mengisi perut pun, harus direncanakan dan dilaksanakan dengan matang.Sakti merasa dirinya sangat bodoh karena sempat berpikir untuk menyingkirkan sang mentor menggunakan kekuatan SABDA-nya. Padahal, masih banyak yang harus ia pelajari dari panglima tertinggi angkatan bersenjata di negara ini. Sementara SABDA tidak mengajarkan apa-apa padanya, kecuali menjadi alat untuk mendapatkan kekuasaan.Setelah memastikan para bawahannya akan mendapatkan makan malam, Sakti kembali ke ruangannya. Masih ada Widya yang menunggu di sana. Tapi, Sakti sudah tak berminat lagi untuk memuaskan dirinya. Ia hanya ingin memastikan agar keadaan pasukannya aman sentosa sebelum ia melepaskan ‘kekuasaan sementara’ ini

  • SABDA: Putra Sang Jenderal   Kacung

    Di blok penjara tempat Rimba ditahan, pada saat yang bersamaan dengan saat Sakti hendak mengambil kesempatan dari Widya.Melihat Rimba sudah melepaskan borgol yang membelenggunya, Andre bergegas menghampirinya. Dengan kasar ia mencengkeram kerah kaus Rimba.“Kau bisa meloloskan diri dari borgol? Kau anggota pasukan khusus juga? Katakan, kau dari kesatuan mana?!” bentak Andre.Namun Rimba menepis tangan Andre dengan tak kalah kasarnya. Ia segera menjauh dari Andre, tapi matanya menatap tajam.Dengan menggunakan kunci yang ada pada dirinya, Andre hendak membuka sel Rimba. Satu tangannya menempel gagang pistol yang masih ia sarungkan. Waspada.“Kau juga kacung tentara jahat itu, ‘kan? Berhentilah menuruti perintah Sakti!” bentak Rimba yang bersiaga karena bisa saja Andre membolongi tubuhnya dengan peluru.Tiba-tiba, Andre yang sedang mendorong pintu jeruji, membeku di tempatnya. Ia terbelalak sangat lebar hingga se

  • SABDA: Putra Sang Jenderal   Kelaparan

    Dengan tubuh masih gemetaran karena harus menahan diri agar tampak masih terhipnotis, Widya berjalan menuju dispenser air minum. Ia menenggak air dua gelas, lalu membuka sebuah kulkas mini. Selain air mineral botolan, hanya ada buah-buahan yang tersimpan di sana. Pemilik asli ruang kerja ini pasti seseorang yang bergaya hidup sehat.Dengan rakus, Widya melahap apel dan pisang yang tersedia di dalam kulkas. Seperti pasukan Sakti, dia lapar sekali. Saat tiba di pulau kelapa, ia tidak sempat makan dan langsung tidur karena kelelahan. Hingga Widya dibawa ke markas ini oleh Sakti, Widya hanya makan gabin yang diberikan oleh Rimba saat masih berada di kapal kecil siang tadi!Widya tertegun sejenak saat mengingat Rimba. Bagaimana kabar pemuda itu sekarang? Apa yang telah Sakti perbuat padanya? Apakah dia baik-baik saja, atau telah ….Widya menggeleng cepat. Mengusir jauh-jauh bayangan buruk itu. Setelah kehilangan Bunda dan Rinto, Widya merasa, dia tidak akan sanggup m

  • SABDA: Putra Sang Jenderal   Lalai

    Sakti melepaskan hijab yang melindungi kepala Widya. Ia tersenyum saat memandang rambut hitam yang ternyata mencapai pundak itu. Sudah lama sekali ia tidak melihat rambut itu. Semenjak Widya memutuskan untuk mengenakan hijab saat duduk di bangku kelas tiga SMP, Sakti tidak dapat lagi melihat salah satu sumber kecantikan Widya itu.“Kamu memang cantik. Jenderal Prakasa pasti akan marah jika aku sampai mengkhianati keponakannya demi kamu, Widya. Aku akui, aku salah. Tapi, dengan kekuatan SABDA-ku, aku akan membungkam tua bangka itu,” ujar Sakti sambil membelai lembut pipi Widya.Di ruang kerja Sakti—yang sebenarnya adalah ruang kerja pimpinan tertinggi markas yang Sakti duduki, memang hanya ada Sakti dan Widya. Hal itu membuat Sakti bebas melakukan apa saja yang ia inginkan terhadap Widya. Apa pun. Termasuk menikmati kebersamaan yang dahulu tak berani Sakti raih saat Widya belum berlabuh ke hati Rinto.Namun, sekarang, tidak ada orang yang dapat menghentikan keing

  • SABDA: Putra Sang Jenderal   Teman Senasib

    Melihat keadaan Sarah dan Rinto membuat Rimba jadi ingin memaki. Ingatannya melayang saat ia dan Widya menembaki pasukan Sakti dari puncak pohon kelapa. Pada awalnya Rimba merasa bersalah karena menembaki orang yang terhipnotis. Namun, apakah pasukan Sakti itu memang benar-benar tidak sadar saat mereka menyakiti orang lain, sehingga mereka juga ‘pantas’ untuk disakiti?“Rinto belum bisa bicara sekarang ini. Tapi dia senang mendengar suaramu,” kata Sarah setelah menggantung pada jeruji lagi.Rimba mengangguk. Air matanya kembali tumpah. Bedanya, air mata kali ini juga adalah hasil dari kemarahan dan dendam yang merasuk ke jiwanya.“Jangan nangis, dong,” bujuk Sarah. “Kau harusnya senang melihat kami lagi. Oh iya, di mana Widya?”Seketika, air muka Rimba berubah saat nama Widya disebut. Rinto memang lega karena dapat bertemu dengan Sarah dan Rinto lagi. Tapi, bagaimana dengan Widya?Di sisi lain,

  • SABDA: Putra Sang Jenderal   Sepasang Tangan Kecil

    Dihajar dengan popor senapan umumnya akan menyebabkan seseorang akan langsung tak sadarkan diri. Bahkan koma jika tak langsung ditangani.Namun, Rimba bukan orang biasa. Dengan tubuhnya yang tinggi besar dan kekar, sekalipun dipukuli dengan popor senapan, ia tidak tumbang. Saat dilempar ke dalam sel, ia masih sadar meskipun harus menahan sakit di sekujur tubuhnya.Pasukan suruhan Sakti juga tidak melepaskan borgol di tangan Rimba, sehingga Rimba tidak leluasa bergerak. Sekalipun Rimba sebenarnya bisa melepaskan diri dari belenggunya, ia memilih pasrah. Sebab, ada kamera yang mengawasi gerak-geriknya.Rimba tidak tahu Widya dibawa ke mana. Sebab, mereka dibawa menggunakan mobil yang berbeda. Sakti tentu saja akan memanfaatkan kesempatan bisa bersama dengan Widya lagi, setelah sekian lama tidak bertemu.Gigi Rimba bergemeretak saat mengingat bahwa Widya bisa saja saat ini tengah bersama Sakti dan ….Bayangan buruk berkelebatan di benak Rimba.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status