Istana Orava, kediaman Dewi Aegle, Wali Kota sekaligus Dewi yang memberkati kesembuhan dan kesehatan kaum Bangsa Kahyangan.
“Apa maksudmu aku juga tidak boleh menetap di istanamu, Aegle?” ucap Klevance meminta penjelasan kepada Aegle.
“Bukan tidak boleh Klevance, tapi tidak untuk saat ini. Situasi dan kondisi saat ini sudah cukup runyam karenamu. Kau masih ingat kan mengenai Lucifer yang kau bawa pagi tadi? Setidaknya pikirkan juga nyawa Lucifer itu yang sedang sekarat. Aku tidak bisa mengizinkanmu menetap di tempatku sementara waktu ini demi kebaikan kita bersama. Kumohon mengertilah sedikit.”
Klevance mendengus kesal. Dia menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. “Lalu aku akan pergi kemana disaat seperti ini, Aegle?”
“Tentu saja ke Istana Lismore, kediaman ibumu,” jawab Dewi Aegle santai.
“Sungguh? Setelah semua yang telah kuucapkan dan kuperbuat padanya beberapa saat yang lalu? Aku tidak yakin dia masih menerimaku di tempatnya,” ujar Klevance frustrasi.
“Itu urusanmu Klevance bukan urusanku.” Dewi Aegle menertawai Klevance, “Tapi Klevance, sungguh aku sangat mengagumi keberanianmu yang dapat mengungkapkan semua yang kau mau seperti itu. Kau tahu? Tidak banyak yang seberani dan bisa seperti dirimu Klevance.”
“Aku akan anggap itu sebagai pujian darimu Aegle,” jawab Klevance bingung dengan Aegle yang menertawainya sekaligus mengucapkan kata-kata tersebut padanya.
“Baiklah Klevance, pulanglah ke istana kediaman ibumu. Aku hanya bisa menolak mereka karena alasan kau akan kembali ke istana ibumu sore nanti. Kumohon jangan menambah masalah untukku karena kau yang tidak mau pulang ke Istana Lismore.”
*Flashback on*
“Bagaimana keputusanmu, Aegle? Seperti perkataan Klevance tadi, kau mempunyai hak untuk menolak. Aku akan tetap menghargai segala keputusanmu,” tukas Ratu Larissa pada Dewi Aegle.
Dewi Aegle mengerutkan dahinya, bingung harus mengambil keputusan apa disaat seperti ini. Ratu hanya akan dan mau mengikuti peraturan yang berlaku jika ada kehadiran Klevance disini. Dia mencoba memutar otaknya mencari cara agar keputusannya ini tidak memberatkan siapapun dan membuat curiga siapapun.
Setelah beberapa saat berpikir, Dewi Aegle akhirnya bisa memutuskan sesuatu untuk mereka semua.
“Baiklah, aku sudah memikirkan keputusan ini dengan sangat matang. Kuharap keputusanku ini dapat diterima oleh kalian semua dan tidak memberatkan ataupun merugikan kalian,” ucap Dewi Aegle sedikit takut mengatakannya.
Seisi ruangan mengangguk setuju dengan ucapan Dewi Aegle dan mempersilakan dirinya melanjutkan ucapannya dan memberitahukan keputusannya segera.
“Kurasa aku tidak bisa mengizinkan kalian semua menetap di istanaku ini, termasuk Klevance juga. Tentu saja aku punya alasan yang kuat kenapa tidak mengizinkan kalian menetap di kediamanku,” ujar Dewi Aegle sedikit ragu mereka akan menerima keputusannya ini, terutama Klevance yang pasti tidak akan terima.
“Aku juga Aegle? Oh ayolah, yang benar saja! Tentu saja aku tidak terima dengan keputusanmu itu! Mereka saja yang cukup tidak kau izinkan untuk menetap,” sahut Klevance sedikit berteriak sekaligus memelas pada Dewi Aegle.
“Tentu saja kau bisa menetap di istanaku, Klevance,” ujar Dewi Aegle.
“Apa maksudmu Aegle? Kau sedang mempermainkan kami semua?” tukas Klevance dan Zelus bersamaan. Keduanya saling menatap tajam satu sama lain setelah mengatakan hal yang sama.
“Tidak, sungguh aku tidak sedang mempermainkan kalian semua.” ucap Dewi Aegle dengan tegas.
“Silakan berikan alasanmu dibalik keputusanmu ini, Aegle.” ucap Ratu Larissa meminta alasan yang Aegle maksud.
“Baik Ratu. Alasanku yang pertama adalah, Istana Lismore akan sepi dan itu bisa berbahaya walaupun hanya sementara waktu mengingat situasi yang genting seperti saat ini sepertinya keputusan yang bijak adalah untuk Ratu tetap berada di tempat.” sahut Dewi Aegle.
“Lalu yang kedua, penduduk Ibukota akan curiga jika kalian berkumpul dan menetap di istanaku dan mungkin saja mereka akan menganggap kita sedang merencanakan sesuatu tanpa melibatkan mereka di Istana Oravaku ini. Padahal kenyataannya bukan seperti itu, bukan?” lanjutnya.
Ratu Larissa mengangguk-angukan kepalanya, setuju dan paham dengan alasan Dewi Aegle yang sangat logis dan bijak itu. “Baiklah, semua alasanmu sangat kuat dan bijak. Aku setuju denganmu. Aku akan segera pergi dari tempatmu segera setelah bisa membujuk Klevance.”
Dewi Aegle tersenyum senang mendengar ucapan sang ratu. “Ratu tidak perlu khawatir, karena Klevance hanya akan menetap di Istana Oravaku ini sampai sore hari saja. Setelah itu dia akan pulang ke Istana Lismore, kediamanmu. Jadi kuharap Ratu bisa memberikannya waktu sampai sore hari di tempatku ini dan tidak keberatan dengan itu.” sahut Dewi Aegle tanpa persetujuan dari Klevance lebih dulu.
“Apa maksudmu Aegle? Bisa kau jelaskan padaku keputusanmu ini? Kenapa aku juga tidak boleh menetap disini, Aegle?” bisik Klevance dengan geram kepada Dewi Aegle.
Ratu Larissa pun sangat senang mendengar bahwa Klevance akan kembali ke Istana Lismore sore nanti. Dia pun sangat setuju dengan keputusan dan ucapan Dewi Aegle. “Baiklah jika semua sudah deal seperti perkataanmu tadi. Aku akan memberikan Klevance waktu sampai sore hari dan mengizinkannya selama itu untuk berada di Istana Oravamu.”
“Aku dan yang lainnya pamit undurkan diri untuk pergi dari istanamu dan memberikan Klevance waktunya,” tukas Ratu Larissa. Senyum bahagia terlukis sangat jelas di wajahnya.
“Baik, Ratu. Maaf aku tidak bisa mengantarmu dan yang lainnya,” jawab Dewi Aegle sembari menunjukkan rasa hormatnya kepada Ratu Larissa, Zelus, Argan, dan Paman Jerico.
Ratu tersenyum kembali, “Tidak masalah, Aegle.” Dia terdiam sejenak dan memandangi putrinya dengan tatapan yang tulus dan penuh kasih sayang. “Sampai jumpa, sayang. Aku menunggumu di Istana Lismore kita.” Dia pun segera keluar dari Istana Orava, diikuti dengan dua penjaga disisinya dan juga Zelus, Argan, dan Paman Jerico yang menyusul keluar.
Sebelum meninggalkan Istana Orava, Paman Jerico tersenyum pada Klevance dan memberikannya dua jempol. Begitu pun dengan Argan yang memberikannya tepuk tangan dan melambaikan tangannya sebagai tanda isyarat 'sampai nanti, Klevance'.
Klevance hanya bisa menarik napasnya dalam-dalam saat melihat ini semua.
Awas saja kau Aegle! Lihat saja pembalasanku nanti!
*Flashback off*
"Bagaimana dengan luka di sayapmu, Klevance?" tanya Dewi Aegle memastikan sayap milik Klevance sudah baik-baik saja.
"Sudah lebih baik. Untung saja kekudusanmu masih berguna dan tidak ada penolakan di dalam diriku," jawab Klevance singkat. "Tapi Aegle, bukankah ini berarti menekankan bahwa Lucifer itu terluka karena senjata atau kekuatan lain dan bukan dari kekuatan senjata pusaka Bangsa Kegelapan yang dibawanya?"
Dewi Aegle mengangguk, "Sudah kukatakan bukan sebelumnya?"
Klevance menggeleng. "Kau hanya mengatakan menegenai penyembuhan dan kemungkinan dia terluka karena apa. Tapi tidak menekankan ucapanmu bahwa luka Lucifer itu bukan berasal dari senjata pusaka yang berada di genggamannya, Aegle."
"Ah, benarkah? Mungkin aku kelupaan untuk mengatakannya," jawab Dewi Aegle santai.
Klevance pun lalu segera pamit kepada Dewi Aegle setelah perbincangan mereka itu telah selesai. Daripada menunggu diusir, lebih baik pergi duluan kan? Klevance pun segera pergi dari Istana Orava dengan perasaan yang geram dan ingin memaki Dewi Aegle karena tidak mau menolongnya. Tapi apa boleh buat, Dewi Aegle pun memutuskan ini untuk kepentingan bersama. Mungkin memang lebih baik semua berjalan dengan seharusnya.
-Bersambung-
*Note* Halo semuanya! Apa kabar? Aku harap kalian baik-baik saja dan semoga hari kalian menyenangkan. Aku ingin meminta tolong kepada kalian jika menyukai ceritaku tolong memberikan ulasan terhadap karyaku ini ya dan tambahkan juga ke koleksi kalian agar tidak ketinggalan update!^^ Feel free untuk memberikan saran dan komentar kalian juga^^ Dan jangan lupa untuk menshare cerita ini jika menurut kalian cerita ini menarik^^ Mohon maaf sebelumnya, jika karyaku ini masih banyak kesalahan ataupun alur ceritanya yang tidak sesuai ekspetasi kalian. Namun, sekali lagi, jika kalian mempunyai saran dan kritikan untukku ataupun karyaku jangan sungkan ya untuk memberitahuku di kolom komentar. Aku akan sangat berterimakasih kepada kalian^^ Aku juga ingin mengucapkan terimakasihku dengan setulus tulusnya kepada para pembaca yang setia membaca karyaku sampai di chapter 11 ini. Kuharap kalian tidak bosan dan menemaniku hingga akhir cerita ini^^ Aku akan berusaha semaksimalku untuk karya ini^^ Salam hangat Chasalla16
Di perjalanan menuju Istana Lismore, kediaman Ratu Larissa, Ratu kaum Bangsa Kahyangan sekaligus ibu Klevance. Klevance mendengus sebal di sepanjang perjalanan Ibukota yang menuju ke tempat kediaman Ratu Larissa. Bukannya apa, wanita berdarah campuran itu harus berjalan kaki ke Istana Lismore yang jaraknya sangat jauh dari Istana Orava---kira-kira sekitar tujuh kilometer jauhnya. Alasan lainnnya yang membuat wanita berdarah campuran satu ini merasa sebal di sepanjang jalan adalah karena dia harus kembali ke Istana Lismore setelah apa yang sudah dia perbuat di Istana Orava sebelumnya---dirinya menyinggung dan menyindir ibunya habis-habisan. Sayap Klevance juga masih dalam tahap pemulihan dan belum bisa digunakan saat ini. "Kenapa aku bisa sesial ini di hari pertamaku kembali?!" desisnya kesal. Klevance mencoba mengepakkan sayapnya untuk memastikan apakah sayapnya sudah dapat berfungsi seperti semula atau belum. Saat dirinya mulai mengepakkan sayapnya
"Rahasia," ujar Argan sambil tersenyum meledek Klevance. Klevance memicingkan matanya kesal melihat dirinya berulang kali berhasil dipermainkan oleh seorang pria hibrida di hadapannya ini. "Cih, dasar sialan!" Dia menatap tajam pria tersebut. Klevance lantas memaksa kembali dirinya untuk mencoba melebarkan sayapnya dan berusaha pergi dari hadapan Argan. Dia mencoba untuk pergi secepatnya darisana dengan cara memanfaatkan sayap hitam miliknya tersebut dan terbang mengudara di langit Ibukota. Dirinya meringis kesakitan bukan main dan amat sangat luar biasa saat memaksakan untuk terbang dengan sayap yang masih belum pulih tersebut. Belum sampai sayap Klevance berhasil mengudara dengan sempurna di langit, wanita berdarah campuran tersebut kehilangan keseimbangan dirinya dan bersiap jatuh menghantam tanah yang sudah menunggunya. Argan yang melihat Klevance akan segera jatuh tersebut segera sigap mengubah dirinya dan bertransformasi menjadi seekor n
Bangunan termegah di seantero Ibukota Irish, terlihat sangat sibuk mempersiapkan pesta penyambutan kembalinya tuan putri mereka. Para pelayan dari berbagai macam ras kaum Bangsa Kahyangan sibuk kesana-kemari mengerjakan tugas mereka. Para pelayan yang ada di kediaman Ratu Larissa, menggunakan sihir-sihir mereka untuk mempercantik acara. Mereka juga beterbangan dan mengudara dengan bebas di langit Istana Lismore untuk mengatur angle dan juga view yang tepat. Menghiasi langit dengan cuaca dan juga pemandangan yang indah dan mendukung, menumbuhkan semua tanaman kesukaan Tuan Putri Klevance, hingga membuat kata sambutan dengan sihir mereka dan dibuat seperti kembang api yang terus menyala di langit. Ratu Larissa meminta semua persiapan pesta tersebut ditata dengan sesempurna mungkin dan juga harus meninggalkan kesan yang mendalam bagi putrinya, Klevance. Dia menyuruh semua pelayannya dengan permintaan yang sangat spesifik, tidak terkecuali kepad
Halo semuanya! Apa kabar? Author baru saja mengedit dan merevisi hampir semua bab. Barangkali bingung, mungkin bisa dibaca dari awal lagi sambil menunggu chapter selanjutnya di update. Ada beberapa perubahan juga dalam ceritanya tetapi tidak terlalu jauh berbeda dari sebelumnya. Author juga tidak mengubah alurnya, hanya merevisi bagian-bagian yang harus dan perlu direvisi. Jadi tidak perlu khawatir mengenai alur ceritanya. Seperti sebutan untuk kaum hasil perkawinan Bangsa Kahyangan dengan Bangsa Manusia yang tadinya disebut Half-Vier, sekarang author ganti menjadi Half-Angel. Saran dan masukan sangat author terima ya^^ Semoga bermanfaat^^ Jika ada pertanyaan ataupun apapun, kalian bisa memberitahu author melalui kolom komentar ataupun kolom ulasan yang tersedia. Terima kasih banyak author ucapkan, sampai jumpa^^
"Kita sudah sampai," ucap seorang pria makhluk hibrida yang masih bertransformasi menjadi seekor naga berwarna amethyst yang sangat besar---makhluk hibrida tersebut adalah Argan. Dari atas langit tempat tersebut, Argan yang masih mengudara memberitahu Klevance bahwa mereka telah sampai di tempat yang dia maksud sebelumnya. "Dimana ini, Argan?" Klevance mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat tersebut, mengamati lebih jelas tempat yang dimaksud oleh pria hibrida yang sedang ia tumpangi saat ini. Argan lalu mendaratkan tubuhnya di tanah tepat di hadapan bangunan tersebut. Klevance segera turun dari tubuh Argan dan berdiri di sampingnya, menunggu pria tersebut berubah menjadi wujud manusianya. Setelah selesai mengubah wujudnya menjadi manusia kembali, Argan berkata, "Masuklah, akan kuberi tahu nanti tempat apa ini." Klevance mengernyitkan keningnya dan menatap Argan sejenak. Dia bingung apa tujuan Argan mengajak nya ke tempat tersebut. Klev
Keheningan menyelimuti taman belakang Istana Orava. Hanya embusan angin dan gemerisik dedaunan yang berjatuhan memenuhi atmosfer disana. Para Healer dan Nymph penjaga kepercayaan Dewi Aegle telah menunggu jawaban darinya mengenai pertanyaan yang Neva lontarkan sebelumnya. Mereka sama penasaran nya dengan Neva, terutama Nymph penjaga yang terlibat langsung di tempat kejadian tersebut. Dewi Aegle menatap para asisten kepercayaannya itu satu-persatu. Dia menyadari bahwa mereka sudah tidak sabar mendengar jawabannya. Lantas Dewi Aegle pun menghela napasnya dalam-dalam. "Apa kalian sangat penasaran bagaimana Lucifer tersebut bisa kabur tanpa terlihat oleh satupun penjaga?" tanya Dewi Aegle kepada mereka semua. Dengan serentak para asisten nya tersebut segera menganggukkan kepala mereka. "Tentu saja. Kami sangat penasaran, Dewi!" ucap mereka begitu antusias dengan kompak dan bersamaan. Kemudian para Healer dan Nymph
"Klevance—!” Mata Argan menyusuri sekelilingnya yang sangat tidak familiar, lalu berhenti ketika melihat seorang wanita yang sedang bersantai di atas sebuah kubus. "Ini—!” Argan lalu terfokus pada tubuhnya yang sudah kembali menjadi wujud manusianya. Pandangannya menyapu sekujur tubuhnya dan menyadari dia tidak bisa bertransformasi di dunia ini. "Cukup bermain-main nya, Argan! Aku akan memberikanmu sedikit pelajaran agar kau tidak kembali melakukan sesuatu yang sangat ekstrem dan membuat dirimu sendiri dalam bahaya!" teriak Klevance, suaranya menggema di seluruh sisi dunia elpízo---dunia khusus miliknya. Kemudian Klevance segera turun dari kubus yang dia tempati sebelumnya dan menghampiri Argan yang masih kebingungan dan terkejut. Klevance kemudian mengeluarkan sebuah senjata ilusi, lebih tepatnya pedang ilusi yang dia tiru dan buat dari senjata pedang pusaka asli miliknya---yang sekarang masih berada di Hutan Aurora bersama sebuah kotak misterius. Argan tida
"Apa maksudmu? Sisi Putihku?" tukas Klevance kebingungan jiwanya disebut sebagai sisi putih dari dalam dirinya. "Ya, tentu saja karena kau adalah sisi putih diri kita atau lebih tepatnya sisi yang terlahir dari Bangsa Kahyangan. Dan aku..." "Perkenalkan, aku adalah sisi Hitammu dan anak kecil yang berada di sampingku ini adalah sisi Abu-abumu," ujar si Hitam memperkenalkan diri kepada si Putih. "Halo," sapa si Abu-abu sambil tersenyum riang kepada si Putih. Klevance atau yang lebih tepatnya sisi putihnya itu, tidak paham akan maksud dari si hitam dan si abu-abu padanya. "Apa maksud kalian? Aku sama sekali tidak paham ini semua!" tukasnya kesal dan mulai geram. "Lalu, kalian bilang kalian adalah bagian dari diriku juga? Sungguh tidak masuk akal! Bagaimana bisa satu tubuh dihuni oleh tiga jiwa yang berbeda seperti ini?! Apa kalian sedang mengelabuiku?!" teriak Klevance. Kemudian sisi Putih Klevance pun ingin segera mengeluarkan k