“Kejadiannya subuh tadi, kan? Tapi kenapa kalian baru menemukannya sekarang? Bahkan kalian tidak bisa menemukan penyebabnya? Apa yang kalian harapkan dari menginterogasiku seperti ini? Percuma saja, kalian hanya membuang waktu dan mungkin saja membuat pelaku yang sebenarnya benar-benar dapat melarikan diri.” Klevance menghujani mereka dengan semua pertanyaan yang menyudutkan Zelus dan Argan. Khususnya Zelus yang sedari tadi juga memojokkannya.
“Kalian sedang menyembunyikan sesuatu dariku, ya? Tidak seperti biasanya Ibukota Irish mengutus para elite penjaga Sungai Arthur dengan jumlah sebanyak seperti yang kau sebutkan tadi untuk mengurus sungai dan perbatasan hutan.” Klevance terdiam sebentar, menatap Zelus dalam-dalam. “Mencurigakan sekali. Apa yang sedang kalian semua rencanakan akhir-akhir ini? Dan apa yang sedang mati-matian kalian sembunyikan dariku disini?” Klevance menatap mereka satu persatu.
Mereka semua terdiam mendengar Klevance yang sudah sangat curiga. Tidak ada seorangpun yang berani mengatakan sepatah kata dari mulut mereka semua, kecuali Zelus yang sangat terlihat sedang memutar otak untuk memberikan Klevance penjelasan serasional dan selogis mungkin agar dirinya tidak lagi curiga mengenai situasi saat ini.
Dewi Aegle nyaris ternganga, mati-matian mempertahankan ekspresinya tetap datar sedatar mungkin. Klevance memainkan perannya dengan sempurna bahkan kelewat sempurna hingga terbawa suasana. Raut wajahnya tidak menampakkan kegugupan, malahan sebaliknya raut wajahnya seperti bertanya-tanya dan menanti jawaban dari semua pertanyaan yang telah diungkapkannya. Hanya ada keingintahuan yang sangat besar di dalam diri Klevance saat ini.
Sementara itu tak bisa dipungkiri juga, Zelus berang bukan main kepada Klevance. Cukup melihat caranya memandang Klevance saja Dewi Aegle tahu betapa geramnya pria itu. “Itu adalah masalah rahasia para elite Ibukota Irish yang tidak bisa kudiskusikan dengan orang luar sepertimu!” balas Zelus.
“Tapi aku bukan orang luar, Zelus. Selama apapun aku meninggalkan Ibukota, aku tetaplah pewaris takhta yang sah untuk memimpin kedua bangsa orangtua ku nanti. Bagaimana bisa sebagai pewaris takhta aku tidak mengetahui masalah yang sedang terjadi pada bangsaku sendiri?” Klevance kembali membalas perkataan Zelus dengan menamparkan fakta kepadanya.
Ratu Larissa yang melihat situasi semakin memanas antara Zelus dan Klevance segera menghentikan keduanya. “Sudah, sudah. Zelus, kau tanyakan mengenai hal itu nanti saja. Sekarang sepertinya kurang tepat untuk membahas masalah itu. Kita harus mempersiapkan pesta untuk merayakan kedatangan Klevance kembali di Ibukota malam nanti,” tukas sang ratu mencoba mengalihkan topik pembicaraan dan fokus perhatian mereka semua.
Dilihat dari raut wajahnya, Zelus sudah sangat murka dengan semua perkataan Klevance. Ditambah ucapan ratu yang mengisyaratkan untuk menghentikan perdebatannya segera dengan Klevance.
Klevance terkekeh melihat ibunya mencoba mengalihkan ini semua darinya. “Oh, jadi memang ada sesuatu yang disembunyikan,” Klevance mangut-mangut. “Tenang saja, tidak perlu mendidih seperti itu Zelus. Aku tahu kau hanya orang suruhan, oh bukan maksudku dewa suruhan para petinggi di Ibukota Irish… dan juga budak paling setia yang ibuku punya, benarkan?” ujarnya santai. Klevance kembali memancing keributan dengan kata-kata sarkasnya.
Argan yang mendengar ucapan Klevance tadi nyaris membelalakan matanya saking terkejutnya. Begitupun dengan Dewi Aegle dan Paman Jerico yang juga nyaris ternganga karena terkejut mendengar ucapan Klevance yang begitu berani.
Mereka semua berani bersumpah alih-alih ‘orang suruhan’ atau ‘dewa suruhan’ dan 'seorang budak yang setia' cara Klevance mengucapkannya lebih terdengar seperti ‘anjing suruhan’. Argan, Dewi Aegle, dan Paman Jerico nyaris tak bisa menahan tawa, mereka semua terpaksa berpura-pura batuk untuk menyamarkan semburan tawa mereka.
“Sudah cukup, Klevance! Jaga mulutmu! Kau sudah sangat kelewatan! Perhatikan ucapanmu lain kali!” bentak Ratu Larissa pada Klevance, anaknya.
Klevance hanya tersenyum melihat emosi ibunya yang mulai meledak. Dia menatap tajam Zelus. Tatapannya seakan mengisyaratkan Zelus untuk segera enyah dari pandangannya.
Ratu Larissa menarik napasnya dalam-dalam. Dia mencoba mati-matian untuk bisa mengendalikan emosinya yang sudah mau meledak itu. Dia menurunkan ego dan gengsinya demi membujuk Klevance kembali ke Istana Lismore, kediamannya. “Baiklah Klevance, pulanglah bersama ibu ke Istana Lismore sekarang.”
“Tidak ibu. Aku mau di tempat Dewi Aegle sementara waktu sampai aku bisa mengontrol emosiku dan menenangkan pikiranku dulu. Aku butuh waktu,” ucap Klevance.
“Baiklah kalau begitu. Ibu, Zelus, Argan, dan Paman Jerico juga akan menetap sementara di Istana Orava bersamamu.” Ratu Larissa kembali duduk. “Aegle, kau tidak keberatan bukan kami semua menetap di istanamu untuk sementara waktu? Lalu aku juga mau semua para Healer dan Nymph yang ada di istanamu ini membantu Zelus dan Argan menginvestigasi kasus dan menyembuhkan ‘mereka’ yang masih hidup. Mereka juga harus melapor padaku. Dan tolong siapkan kamar terbaik yang ada di istanamu ini untuk kami."
Mereka semua kembali terdiam mendengar keputusan sang ratu dan sikapnya yang seperti itu.
“Ibu, apa aku boleh mengatakan sesuatu kepadamu?” ucap Klevance kepada sang ratu.
“Silakan, sayang.” jawab Ratu Larissa yang amarahnya sudah mulai mereda.
“Pertama-tama,” sahut Klevance. “Dewi Aegle bukanlah pesuruhmu, bu. Dia tidak berkewajiban untuk memenuhi perintahmu karena dia seorang dewi. Kecuali ada perubahan peraturan yang tidak kuketahui hingga ibu bisa memerintah para dewa dan dewi Bangsa Kahyangan saat ini. Dewi Aegle tidak harus melakukan apa yang kau perintahkan karena dia punya hak itu sebagai seorang dewi.” ucap Klevance dengan penuh penekanan di semua kalimatnya.
“Kedua, mengingat Istana Orava adalah istana yang diberikan untuk Wali Kota yang sedang menjabat, maka itu hak Dewi Aegle pula untuk menentukan kamar mana yang akan dia sediakan untuk kalian. Atau jika Dewi Aegle tidak berkenan istana kediamannya digunakan untuk kalian menetap pun, dirinya berhak melakukannya. Dia juga berhak menolak jika dia tidak mau kediamannya ramai seperti sekarang ini. Karena istananya bukanlah tempat penampungan.”
“Lalu ketiga---” ucapan Klevance terpotong.
“Cukup, Klevance! Sudah cukup hentikan!” ujar Ratu Larissa yang kembali murka kepada Klevance, anaknya.
"Tapi aku belum selesai bicara bu," jawab Klevance sambil berdecak pinggang.
Seisi ruangan kembali memanas dan ricuh kembali karena ucapan Klevance. Dewi Aegle selaku tuan rumah mencoba untuk segera menghentikan suasana yang sangat panas dan mencekam ini. "Sudah cukup, Klevance. Biar aku saja yang bicara sekarang."
"Mohon maaf Ratu atas ketidaknyamanan di tempatku ini," ujar Dewi Aegle lembut.
"Kenapa kau meminta maaf, Aegle?" bisik Klevance pada Dewi Aegle.
Dewi Aegle menatap tajam Klevance, "Sudah diam saja dulu, Klevance. Jangan mempersulitku, kumohon." jawab Dewi Aegle balas berbisik Klevance.
Klevance berdecak kesal mendengar jawaban Dewi Aegle dan melihatnya seperti itu.
Bagaimana ibuku bisa sadar akan kesalahan dan sifatnya yang semena-mena jika kalian semua selalu menuruti perintah dan kemauannya?
-Bersambung-
*Note* Halo semuanya! Apa kabar? Aku harap kalian baik-baik saja dan semoga hari kalian menyenangkan. Aku ingin meminta tolong kepada kalian jika menyukai ceritaku tolong memberikan ulasan terhadap karyaku ini ya dan tambahkan juga ke koleksi kalian agar tidak ketinggalan update!^^Feel free untuk memberikan saran dan komentar kalian juga^^Dan jangan lupa untuk menshare cerita ini jika menurut kalian cerita ini menarik^^ Mohon maaf sebelumnya, jika karyaku ini masih banyak kesalahan ataupun alur ceritanya yang tidak sesuai ekspetasi kalian. Namun, sekali lagi, jika kalian mempunyai saran dan kritikan untukku ataupun karyaku jangan sungkan ya untuk memberitahuku di kolom komentar. Aku akan sangat berterimakasih kepada kalian^^ Aku juga ingin mengucapkan terimakasihku dengan setulus tulusnya kepada para pembaca yang setia membaca karyaku sampai di chapter 10 ini. Kuharap kalian tidak bosan dan menemaniku hingga akhir cerita ini^^ Aku akan berusaha semaksimalku untuk karya ini^^ Salam hangat Chasalla16
"Jadi kau benar-benar putri tersebut! Pantas saja kau sangat berani juga sedikit tidak tahu sopan santun dengan seorang Dewi. Sudah lama tidak berjumpa, Putri Klevance.""Apa kau mengenalku?" Klevance memasang raut wajah bingung dengan pernyataan sang dewi yang seperti sudah mengenalnya sejak lama."Tentu saja aku mengenalmu. Kau adalah Putri pewaris tahta Bangsa Kahyangan. Tidak ada dewi atau pun dewa yang tidak mengenalmu.""Tapi kau tidak mengenalku di awal dan baru mengetahuiku saat aku memperkenalkan diri beberapa saat yang lalu!" sindir Klevance."Ya, tentu saja! Wajahmu sedikit berubah jika dibandingkan dengan dirimu waktu kecil. Aku bahkan tidak bisa mengenalimu sebelumnya."Klevance mengembuskan desah napas berat mendengar pernyataan sang dewi penjaga yang kini seperti seorang teman dekat yang telah lama tidak berjumpa satu sama lain.'Tetap fokus, Hitam. Waktu kita tidak tersisa banyak. Ingatlah bahwa Lucifer masih belum kau ke
"Selamat datang di duniaku. Kau bukanlah Baginda Ratu Larissa. Siapa kau? Mengapa memasuki dunia simbol yang bukan kawasanmu?" ujar seorang Dewi penjaga dunia simbol kepada Klevance.Klevance mengedarkan pandangannya dan mencari-cari dari mana asal suara yang sedang mengajaknya berbicara tersebut. Namun dia tidak dapat menemukan kehadiran siapapun di dalam dunia simbol tersebut. Dia hanya bisa melihat cahaya putih yang tak berujung di dalam dunia simbol tersebut. Sepi dan sunyi seperti tidak ada kehidupan apapun.Ya, tak heran, bukan. Dunia simbol adalah pertahanan terakhir dari sistem keamanan gerbang belakang Istana Lismore yang jarang dikunjungi oleh siapapun. Tentu saja tidak ada kehidupan di dalam dunia tersebut selain dewi penghuninya."Siapa kau? Kenapa aku tidak bisa melihatmu?" tanya Klevance pada akhirnya karena dia tidak dapat menemukan orang yang mengajaknya berbicara."Tentu saja kau tidak bisa melihatku. Hanya Ratu Larissa yang dapa melihat kehadira
Bunyi kicauan burung yang begitu nyaring menandakan hari sudah kembali pagi dalam pergantian waktu di Bangsa Kahyangan. Namun sinar matahari masih terlihat begitu redup dan juga belum menampakkan diri serta keluar dari tempat persembunyian nya. Klevance terlihat tengah menyelinap untuk keluar dari kediaman sang ratu. Dia dengan sangat hati-hati melangkah perlahan menuju gerbang belakang Istana Lismore. Di mana pada gerbang belakang tersebut tidak ada satu pun bawahan sang ratu yang berjaga. Gerbang belakang Istana Lismore adalah tempat yang sangat jarang dikunjungi oleh sang ratu sehingga keamanan di sana jauh dari kata ketat. Dengan melewati gerbang belakang tersebut memudahkan Klevance untuk keluar dari istana milik ibunya tanpa ketahuan oleh satu penjaga pun. 'Abu-abu, apa kau tidak berniat membantuku?! Cepat bertukar jiwa, akan sangat merepotkan jika aku ketahuan sekarang!' ucap si Hitam kepada si Abu-abu. 'Ck, kau payah sekali, Hitam! Kenapa tidak bertuk
"Hei, Aegle. Menurutmu apa maksud dari ucapan Zelus padaku beberapa saat yang lalu? Apa yang harus kusiapkan besok? Apa mereka semua berspekulasi bahwa aku yang melakukan pembantaian terhadap kaumku dan juga bangsa manusia sekaligus Half-Angel di Hutan Aurora?" tanya Klevance dengan begitu penasaran akan maksud dari perkataan Zelus kepadanya. Dewi Aegle mengeluarkan desah napas berat. "Sepertinya begitu, Klevance." Klevance sontak tertegun sejenak. 'Mereka benar-benar mengira aku yang melakukan pembantaian itu? Sungguh? Kenapa tidak ada satu pun yang mempercayai diriku. Terutama Ibu ....' Dewi Aegle kemudian menoleh sekilas ke arah Klevance yang masih terdiam dan sedang bergelut dalam pikirannya. Dia lalu menepuk pelan pundak Klevance dan berkata, "Menurut informasi yang kudapatkan dari kantor Wali Kota, Zelus menemukan beberapa helai sayapmu di tempat kejadian tersebut dan dia telah melaporkannya kepada Ratu." Klevance lalu memandan
Dor ... dorr ... dorrr .... Bunyi kembang api yang meledak di langit-langit Bangsa Kahayangan terdengar dengan jelas hingga ke penjuru sisi. Semua orang, terutama penduduk Bangsa Kahyangan terlihat memenuhi Istana Lismore sang Ratu. Para tamu yang hadir sangat menikmati pesta yang dibuat oleh sang Ratu Bangsa Kahyangan tersebut. Lantaran pesta tersebut adalah pesta termegah kedua selain pesta pernikahan sang Ratu dengan Raja Bangsa Kegelapan. Alih-alih ikut menikmati dan merasakan suasana yang meriah, Klevance tampak murung dan sama sekali tidak bersemangat. Dia berulang kali menghelakan napas berat sembari memandang ke langit-langit yang dipenuhi dengan kembang api yang indah. Akan tetapi, tatapannya terlihat sangat kosong. Bukannya tidak ingin menikmati, tetapi dia tidak bisa berpesta di tengah situasi yang sedang kacau dan tidak terkendali pada Bangsa Kahyangan. Selain itu, banyak sekali fakta dan juga misteri yang baru saja terungkap serta dia ket
"Apa Klevance sudah sampai di kediaman Ratu Larissa? Kenapa aku tiba-tiba mengkhawatirkan perempuan menyebalkan itu?!" desis Dewi Aegle pelan kepada dirinya sendiri. "Aku akan meminta Kilorn untuk memastikannya," lanjut Dewi Aegle bergumam dan segera menghubungi Kilorn melalui telepatinya. Seteleh selesai melakukan telepati dengan Kilorn, Dewi Aegle mendapatkan sebuah pesan dari Bangsa Kegelapan. Surat itu diberikan oleh Kilorn kepadanya saat mereka berdua sedang melakukan telepati satu sama lain. Dewi Aegle segera membaca surat yang sudah terpapar dengan jelas isinya di dalam benaknya tersebut. Namun, sepertinya pesan tersebut dikirimkan oleh seorang Dewi juga. Yang mana Dewi yang mengirimkan pesannya kepada Dewi Aegle berasal dari Bangsa Kegelapan. Sehingga pesan tersebut dapat berbunyi dan terhubung satu sama lain seperti sedang berkomunikasi dua arah dalam jangkauan jarak yang dekat. 'Ini aku Mahakali, Aegle. Apakah kau yang menyembuhkan L