"Apa kamu tak menjelaskannya pada Kalila?" tanya Biantara yang sudah seperti sahabat bagi anaknya sendiri.
"Sudah, Pi. Mana bisa dia percaya semudah itu? Ck. Kami saja tak pernah dekat sebelum menikah."
"Lagian kamu, suruh deketin perempuan malah kerja muluk. Sudah kaya kapitalis lupa diri."
"Ck. Bukannya itu kemauan Papi?"
"Heh! Papi lagi disalahkan." Biantara mencebik. "Kalau begitu kenapa tak minta tolong pada Nenek?"
"Bagaimana ngomongnya? Nanti malah Kalila tanya, apa Dareen ngadu ke Nenek? Ah, gak gentle banget. Jatuhlah harga diriku Pi. Masa laki-laki suka ngadu. Lagian dia juga belum tentu percaya."
"Ck. Rumit juga. Ya sudah kalau gitu, kamu harus buktikan. Apa kamu perlu bantuan Papi?"
"Gak usahlah. Nanti juga bakal ke bukti semuanya."
"Gimana caranya?" tanya Biantara penasaran.
Dareen malah tertawa menjawabnya.
"Lah malah ketawa. Beri tahu Papi gimana caranya?"
"Ah, Papi itu urusan anak muda!" Dar
Wanita itu geleng-geleng tak percaya. Jika seorang ibu tega melakukan hal keji pada puterinya, Kalila. Bukankah seharusnya, kalau Qinara merengek harusnya dia yang diberi pengertian agar menjauhi Dewa, bukan malah didukung."Ini tak bisa dibiarkan. Qinara pasti akan terus merengek, sampai mamanya yang separuh hatinya sudah mati itu memenuhi keinginannya." gumam Nenek yang merasa hubungan Kalila dan Dareen dalam ancaman."Ya Tuhan, kenapa mereka matre begitu?"Melihat ruangan yang sudah sepi, Nenek segera bergegas masuk dan mendatangi Kalila di kamarnya. Ia harus menceritakan semuanya sebelum terlambat.Jangan sampai cucunya yang baik hati mendapatkan mala petaka untuk kedua kalinya. Dua nenek sihir itu pasti akan melakukan segala cara untuk memisahkan Dareen dan Kalila.Langkah tuanya bergerak semakin cepat. Menaiki anak-anak tangga menuju lantai dua.***Melihat mobil Dareen memamsuki halaman, Dewa cepat-cepat pamit ke satpam dan men
"Kalila, kamu tak boleh terlalu percaya pada Mamamu.""Hah? Kenapa Nenek bilang gitu? Apa sebenarnya ...""Jadi ... gagalnya pernikahanmu dengan Dewa ada campur tangan Mamamu.""Apa? Ap- apa maksud Nenek?" Mata Kalila melebar karena terkejut. Ia seolah tak ingin percaya pada apa yang didengarnya. Tapi selama ini Neneknya tak pernah membual, apalagi untuk hal sepenting ini.Seketika dadanya serasa diganjal sesuatu yang membuatnya sesak, hingga dua mata pun memanas. Ia bisa merasakan, air telah menggenang di pelupuk mata.Wanita yang begitu disayangi, dicintai dan dipercayainya, justru adalah wanita yang menghancurkan masa depannya. Bukankah sudah cukup menyakitkan ditusuk dari belakang oleh adik sendiri?'Kenapa Mama melakukan hal yang sama dengan Qinara?'"Ya. Ini mengerikan, Kalila. Nenek juga terkejut. Tak menyangka jika Mamamu ...." Nenek bahkan tak meneruskan ucapannya.Perempuan tua itu mengembus panjang. Melepaskan sesak
"Kenapa kamu cengengesan gitu?" tanya Nenek.WanitaHeran melihat reaksi Dareen yang tampak terlalu senang. Seperti ada masalah sebelum ini, dan ucapannya menjadi kabar yang menggembirakan."Apa ada masalah? Bukannya kalian sudah melakukan malam pertama?""Hah? Kalila bilang begitu?" Pria itu semakin melebarkan senyumnya. Dia tak menyangka mendapat kabar sebagus ini dari Nenek.Nenek manggut-manggut, mengiyakan pertanyaan Dareen."Ada apa memangnya?" tanya Nenek lagi.Dareen menarik kedua sudut bibirnya, sambil menggeleng berkali. "Nggak ada Nek," ucapnya kemudian.Kalau Kalila mengatakan mereka sudah melalui malam pertama, artinya dia tak ingin neneknya tahu bagaimana hubungan mereka sebenarnya. Jangankan sampai malam pertama, menciumnya saja perlu perjuangan keras."Oh, bagus." Nenek manggut-manggut. "Artinya tak ada masalah di antara kalian berdua.""Ya, Nek."***Dareen masuk kamar, di mana Kalila tengah
Baru saja keluar dari kamar, Dewa harus kembali menatap pemandangan tak mengenakkan. Dareen baru saja melewati anak tangga dan akan masuk ke kamar di mana Kalila berada.Dareen tersenyum sinis melihatnya. Lalu, masuk begitu saja tanpa mengucap apa pun. Dia mengerti, tak perlu basa-basi atau berdebat dengan Dewa, karena hanya dengan ia masuk ke kamar di mana ada Kalila di sana, itu cukup untuk membakar hatinya."Shit!" makinya kesal saat sosok CEO Biantara Group itu hilang di balik pintu.Langkahnya kemudian beranjak, meninggalkan lantai atas menuju lantai bawah untuk segera pergi ke kantor. Harusnya sejak pagi, ia berangkat ke kantor. Namun, Dewa memilih izin dan harus pergi di pertengahan harinya.Baru saja separuh kakinya menapaki anak tangga, ponsel di sakunya berdering. Lekas ia merogohnya untuk melihat siapa yang memanggil."Hem? Angga?" tanyanya menggumam."Halo, Ngga. Ada apa, nih, tumben menghubungi duluan?""Halo. Ya, Wa. Gin
Setelah menyesap es latte di atas meja, Angga menyodorkan ponselnya dengan meletakkan di depan Dewa."Apa ini?" Pria itu meraihnya dan melihat apa yang ada di sana.Keningnya berkerut kala melihat gambar-gambar para gadis.Dewa pun menggeleng. "Aku tak mengerti.""Kamu lihat ini." Angga menunjuk salah seorang gadis cantik yang menenteng tas braded dengan pakaian seksinya."Oh, ya ini Qinara." Ucap Dewa kemudian. Baru sadar ada sosok sang istri di sana."Hem. Ternyata adikku dan dia adalah teman satu semester. Mereka bahkan ada di room yang sama.""Ah, apa ini maksudmu bicara begini?" Dewa duduk tegak sambil menyilang tangan di dada. Angga terlalu berbelit, ke sana ke mari, tak lekas memberi tahu ke intinya saja."Jadi, Qinara ini memang pergaulannya bebas, tapi seleranya tinggi, Bro! Yang diincar hanya pria-pria kaya. Jadi tak banyak mengenal dan dekat dengan laki-laki.""Jadi? Maksudmu.""Ya, gue bisa pastikan ka
Namun, bukan Dareen namanya jika melepas kesempatan yang sudah didapat begitu saja. Ia tak mau melepas tangan lentik dalam genggamannya."Biarkan saja begini Kalila. Aku ... menyukainya." Pria itu tersenyum tipis. Menatap kedua mata Kalila lalu menatap tangan mereka yang saling tertaut.Kalila baru saja berdebar setelah sadar, bahwa Dareen menggenggam tangannya begitu lama. Ia pun melupakan sejenak masalah besar yang mendera.Namun, tak lama ... ia kembali menguasai diri dan memaksa menarik tangannya hingga membuat Dareen kecewa."Ish ....""Kamu gimana sih, Mas?!" Kini suara Kalila kembali meninggi.Mata Dareen melebar karena terkejut. Ekspresi dan intonasi suara Kalila berubah tiba-tiba. Perempuan itu bahkan menggeser tubuh dan menatapnya dengan serius."Mas kenapa sih, kok gak paham banget! Malah mau balik bantuin Qinara. Tau gak dia tuh ...." Ia sangat emosi melihat kepolosan Dareen. Kalau saja boleh ia ingin memakinya. Namun, Dar
"Pramana, apa kamu tidak mengendus ketidak beresan sikap Miranti pada Kalila?" Nenek menautkan kedua alisnya memikirkan hal itu."Apa maksud Nenek?" tanya puteranya itu. Menurutnya selama ini Miranti tak membeda-bedakan antara Kalila dan Qinara."Justru yang aku merasa aneh, kenapa Kalila pergi di saat adiknya seperti itu," tukasnya heran."Nah! Sudah kuduga kamu akan berpikir Kalila yang salah di sini. Tujuan mereka terwujud sekarang.""Hem?" Pramana menarik kepalanya. Pria itu memicing ke arah wanita tua di hadapan."Apa maksud Nenek?""Jika aku membongkar sebuah rahasia besar. Apa kamu akan percaya?" tanya Nenek lagi.Pramana terdiam sejenak. Berpikir. "Apa ... ada hal besar yang tidak aku tahu, Bu?"Nenek mengangguk. "Dan kamu sebagai kepala keluarga harus tahu. Ck. Bagaimana kamu tidak tahu hal ini?" Wanita itu itu menggerutu."Ap- apa itu?" tanya Pramana dengan raut cemas. "Apa ini soal pernikahan Kalila dan Dewa y
"Aku akan mengatakan yang kamu minta pada Kalila, jadi kirimkan uang untuk semuaaa biaya pernikahan. Bukan hanya resepsi. Tapi juga lamaran, dan semua yang kuberikan pada Kalila." Suara dia ujung telepon terdengar tanpa basa-basi."Apa?" Suara di ujung telepon terdengar terkejut."Kenapa terkejut begitu? Apa uangmu habis?" Dewa terkekeh di ujung pertanyaannya.Pria itu melirik sesekali pada wanita yang duduk bersandar di atas ranjang. Wanita yang tak lain adalah istrinya sendiri itu, menatapnya dengan bingung. Lelaki di depan jendela kamarnya, menopang siku di mulut jendela itu dengan pandangan jauh ke luar, sambil bicara pada orang di ujung ponsel."Apa yang dilakukannya? Apa dia sedang memalak Dareen? Memeras? Cih ... dia lebih buruk dari pada aku," gumam Qinara dengan mata memicing ke arah pria tersebut."Tapi apa yang mereka sembunyikan dari Kalila? Aku penasaran." Qinara mengetuk-ngetukkan jemari ke pipinya."Oke! Tunggu sebentar ...."