"Aku tahu aku akan menghadapi masa-masa sulit ketika aku akan memulai kembali semuanya. Namun aku tahu, cintamu begitu luar biasa untukku. Jangan biarkan aku berlama-lama larut dalam kesedihanku."
Tania menoleh ke belakang dan mendapati ayahnya sedang memeluk ibunya. Tania berhenti sejenak memandangi ibunya lalu dengan kuat hati berbalik dan terus berjalan melewati ruang tunggu. Sebentar lagi ia akan berangkat dan meninggalkan kedua orang tuanya, Bimo dan segala kesedihan yang sepanjang jalan menuju bandara telah menemaninya.
"Ibu tahu kamu berpura-pura tegar, Nak. Ibu tahu persis apa yang kamu rasakan saat ini. Ini tidak mudah bagimu. Tapi Ibu pun tak bisa melarangmu. Doa ibu menyertaimu," kata Maria memecah keheningan di dalam taksi ketika dalam perjalanan dari rumah menuju bandara.
Tania hanya diam dan memeluk erat ibunya. Air matanya hampir saja jatuh jika ia tak berusaha agar itu tidak terjadi.
"Tania akan baik-baik saja, Bu. Aku akan segera mengabari Ayah dan Ibu jika sudah tiba disana."
Tania mendaratkan sebuah ciuman di pipi ibunya, lalu melayangkan pandangan pada wajah ayahnya yang sedari tadi belum mengatakan apapun. Tania tentu tahu bagaimana perasaan ayah dan ibunya saat ini.
Namun ia biarkan saja, berusaha menyembunyikan semua isi hatinya saat ini. Meninggalkan kota Ambon dan kembali ke Jakarta.
"Aku rapuh, Bu. Aku rapuh. Tapi biarkan aku pergi. Aku akan baik-baik saja walau harus melewati ini seorang diri."
* * * * *
Hari ini Tania kembali menginjakkan kaki di kota seribu kenangan pahit dan manisnya. Menghabiskan waktu liburnya sejak kepergian Mike, Tania telah melakukan sebuah perjalanan yang sangat jauh. Jakarta ke Flores, ketika ikut mengantarkan jenazah Mike, setelah itu kembali ke Ambon. Dari Ambon ia kembali ke Flores untuk mengunjungi pusara Mike, lalu kembali ke Ambon lagi. Dan hari ini, ia kembali ke Jakarta ketika pagi tadi ia berangkat dari Ambon.
"Bu, Tania udah tiba di Jakarta. Puji Tuhan, Tania baik-baik aja dalam perjalanan."
Tania mengirimkan sebuah pesan waslap untuk ibunya lalu merebahkan tubuhnya. Tak ada yang berubah dengan isi kamar kostnya. Hanya ada sebuah penambahan pada dinding kamar; sebuah bingkai foto praweddingnya dengan Mike.
Sebuah babak baru kehidupan telah dimulainya hari ini. Menapaki jalan kehidupan seorang diri, ia memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Beruntungnya, klinik tempat ia bekerja masih mau menerimanya kembali sehingga besok ia akan kembali beraktivitas seperti sediakala dan berharap kesibukannya dapat sejenak membuatnya lupa akan kepedihan hatinya yang ia rasakan.
Mega dan Kevin mengetahui kepulangan Tania ke Jakarta. Mereka berdua berencana akan pergi ke kostnya untuk mengunjunginya. Namun Tania meminta untuk nanti malam saja datangnya. Ia ingin mengistirahatkan sejenak tubuhnya dari lelah perjalanannya.
"Baiklah, Tania. Sampai nanti," balas Mega singkat melalui sebuah pesan waslap.
Hubungan Mega dan Kevin masih baik-baik saja. Keduanya pun telah memutuskan untuk melangkah lebih jauh ke jenjang lebih serius.
Mega menghabiskan waktunya sebagai seorang guru pada sebuah sekolah dasar di daerah Jakarta Pusat, sedangkan Kevin, berkat pinjaman modal dari orangtuanya, ia sibuk mengembangkan usahanya. Ia sekarang memilik sebuah cafe live music.
"Tania udah kembali kesini lagi. Aku berencana buat ketemuan sama dia nanti malam. Kamu mau temenin aku gak, sayang?"
"Ajak Tania ke cafe aja kalau dia gak keberatan," jawab Kevin membalas pesan waslap dari Mega.
"Jangan, kita aja lah yang datang ke kostnya. Dia masih kelelahan banget sih pastinya. Kasihan dia."
"Baiklah. Aku jemput ya nanti malam."
Kevin tak pernah lagi bermain bebas seperti sebelumnya. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya di cafe, karena ia dan grup bandnya-lah yang mengisi live musicnya.
Sesekali setiap akhir pekan dalam sebulan, ia mengajak Mega untuk berkencan, menghabiskan waktu jalan-jalan ke luar kota. Kedua orang tua mereka pun telah mengetahui hubungan mereka.
Ketakutan Mega akan kehadirannya di keluarga Kevin tampaknya tak menjadi masalah yang berarti. Mega pernah mengobrol langsung dengan ayah dan ibu Kevin via video call waslap.
Mega pernah menanyakan tentang ini pada Kevin ketika di awal-awal pacaran mereka namun Kevin meyakinkannya dan itu betul, orangtuanya tidak mempermasalahkan itu.
"Siapapun gadis pilihanmu, Ayah dan Ibu tak akan melarangnya. Kalau dia baik menurutmu dan pantas untuk kamu miliki, jangan takut untuk menikahinya," pesan ayah dan ibu Kevin pada sebuah percakapan melalui telepon.
* * * * *
Tania menyilakan Mega dan Kevin untuk masuk ke dalam kamar kostnya. Ukuran kamar kostnya memang tidak terlalu besar tapi masih bisa menampung kedua sahabatnya itu.
"Maaf, kamarku kecil. Kita duduk bersila aja ya di lantai."
"Gak masalah, Tania. Yang penting itu kami bisa ketemu sama kamu, udah kangen banget soalnya," sahut Mega sambil memeluk Tania.
Tak ada sama sekali tampak kesedihan pada raut wajah Tania. Berpura-pura kuat dan menyembunyikan segala kepedihan hatinya saat ini, Tania memberikan senyum nan merekah di bibirnya untuk Mega dan kekasihnya, Kevin.
Mega dan Kevin pun tak berani untuk menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan Mike. Mereka tahu itu akan melukai hati Tania.
"Eh, kalian mau minum apa?" Tanya Tania memulai percakapan kembali.
"Gak usah. Gak usah repot-repot. Nanti kita ngambil sendiri aja kalo mau minum. Air putih aja udah cukup kok," sahut Mega cepat.
Tak sengaja, mata awas Mega mendapati bingkai foto pada dinding kamar Tania. Di sana Mike berdiri sambil tersenyum di samping Tania. Ia tampak sangat bahagia. Tania memergoki Mega yang sedang memandangi foto prawedding mereka yang ada di dinding kamar.
"Minggu kemarin aku ke Flores mengunjungi makam Mike."
Mega mengalihkan pandangan ke mata Tania. Raut wajah yang sedari tadi berusaha menyembunyikan suasana hatinya kini mulai berubah. Matanya menampung banyak sekali air mata yang harusnya sudah jatuh tanpa permisi.
"Ibu Mike ngasih aku sebuah sarung tenun. Aku bawain kesini," lanjut Tania cepat agar dapat menyembunyikan kesedihannya.
Dengan cepat Tania berdiri dan mengambil sarung tenun itu dan menunjukkannya pada Mega. Mega menerimanya dan melihat-lihat kain sarung itu.
Suasana hening seketika. Kevin dan Mega melihat-lihat bersamaan kain tenun pemberian ibu Mike.
"Kain ini tuh mahal harganya, Tania. Kamu beruntung banget loh bisa dapetin ini secara cuma-cuma."
Tania hanya tersenyum mendengar apa yang dikatakan Kevin. Ia tahu hal itu, ibu Mike telah menjelaskan padanya.
"Biasanya itu, perempuan di sana termasuk yang masih muda dan belum berkeluarga pun mengenakannya ketika menghadiri pesta atau upacara adat, juga kalau ke gereja," lanjut Kevin menjelaskan.
"Berarti nanti aku juga bakal dapet dong kalau aku ikut kamu ke Flores?" Tanya Mega tiba-tiba.
"Tentu dong sayang, dan pastinya akan lebih banyak dari ini," jawab Kevin pada Mega.
Mega tersenyum dan mengembalikan sarung itu ke Tania. Tania meraihnya lalu menyimpannya kembali. Tania lalu mengambil sebuah kertas putih yang masih berada di dalam tasnya lalu memberikannya kepada Mega.
Mega meraih kertas putih itu dengan wajah penuh tanda tanya. Ia melirik ke arah Kevin, seolah-olah bertanya pada Kevin kertas apa yang ia pegang saat ini. Di sana, Tania duduk dan melayangkan pandangannya pada bingkai foto pada dinding kamar.
"Dia ada disini, Mega."
"Dan aku merindukan keluargaku: merindukan ibu, ayah dan juga adikku yang berada di kampung"Suasana rumah ibu Icha begitu ramai siang ini. Banyak pekerja pabrik yang mampir untuk makan siang. Tania sudah kembali dari tugas penelitiannya—sedang duduk bersama ibu Icha, pak Ujad dan juga si Hari yang baru pulang sekolah. Mereka sudah siap untuk makan bersama siang—inimenikmati nasi kuning buatan ibu Icha dan merayakan ulang tahun Tania.Tania mengatupkan tangan, membuat tanda salib lalu berdoa sebelum makan. Handphonenya tiba-tiba berdering sesaat, menandakan sebuah pesan masuk.Tania meraih dengan cepat setelah berdoa, membaca dan langsung memencet item bergambar video pada layar. Tetapi orang yang ia video call tak menjawab teleponnya. Ia meletakann kembali handphonenya. Mungkin Mike sedang sibuk, pikirnya."Sok eneng, diambil nasinya. Maaf yah eneng, ibu cuman bisa masak nasi kuning doang," kata ibu Icha menawarkan Tania untuk mengambil nasi."Terima kasih, Bu. Ini sudah sangat istim
"Aku ingin menjadi yang paling hangat bagimu. Aku ingin menjadi yang paling tenang di telingamu"Seperti biasa Tania bangun dan membantu ibu Icha di dapur—menyediakan sarapan bagi mereka sendiri dan juga untuk jualan ibu Icha hari ini. Hari ini ibu Icha menyediakan sebuah menu spesial. Ibu Icha memasak nasi kuning untuk makan siang mereka.Tadi malam ketika sedang duduk menonton televisi, Tania sudah mengatakan pada ibu Icha bahwa ia akan berulang tahun besok. Tania memberikan selembar uang seratus ribu kepada ibu Icha untuk membeli keperluan masak. "Tania gak bisa bantuin ibu ya, Tania mau siap-siap pergi dulu bu," kata Tania setelah selesai mengupas bawang."Iya eneng, ibu mah teu nanaon. Enang pergi aja. Nanti siang baru kita makannya rame-rame ya," jawab ibu Icha.Tania lalu bergegas ke kamar, menyediakan buku-buku dan beberapa lembar kuisioner untuk penelitiannya. Ia akan melanjutkan penelitiannya ke beberapa rumah yang belum ia singgahi kemarin.Baru saja Tania melangkahkan kaki
"Mendoakanmu adalah caraku memelukmu dari kejauhan"Mike tengah duduk di meja piketnya. Ia meraih handphonenya dan membaca sebuah pesan dari Kevin - sebuah foto selfie dirinya dan Mega sedang duduk di meja makan.Mike tersenyum membaca caption yang ditulis sahabatnya itu. Pikirannya menerawang jauh ketika memandang bangunan tinggi lainnya di seberang jalan.Sebentar lagi Tania berulang tahun. Hanya tersisa hitungan jam saja namun gadis itu sedang tak berada di Jakarta. Mereka dipisahkan oleh jarak dan waktu."Apa kabarmu hari ini, Tania? Semoga harimu menyenangkan. Semangat, kamu tidak sendiri. Doaku selalu bersamamu. Aku merindukanmu."Mike memainkan jarinya pada layar lalu mengirimi Tania sebuah pesan. Dengan begitu percaya dirinya ia mengungkapkan kerinduannya padahalnya, gadis itu masih belum resmi menjadi kekasihnya. Sebentar lagi. Tunggu saja.Mike lalu menelepon Kevin, sahabatnya yang sedang berdua bersama kekasihnya, Mega. "Halo, bro. Jangan iri ya. Kami tidak bisa mengajakmu,
"Genggam erat tanganku dan jangan kau lepas. Aku akan semakin mencintaimu setelah ini. Percayalah."Pagi-pagi sekali Tania sudah bangun, membantu Ibu Icha memasak di dapur. Selain menyiapkan sarapan untuk pak Ujad suami ibu Icha dan Adhari anaknya, mereka juga masak untuk para pelanggan bu Icha yang bekerja di pabrik.Rasanya sudah lama sekali Tania tidak melakukan aktivitas itu lagi. Selama hidup di Jakarta, ia tak pernah memasak sebanyak ini. Makan pun selalu dibeli dari warung, sesekali memasak sendiri di kost tapi itu juga hanya sayur dan ikan.Tania tak lupa juga mengabari Novy, temannya bahwa hari ini ia akan melakukan penelitiannya. Semalam setelah sampai, ia lupa mengabari Novy karena saking seriusnya mengobrol dengan keluarga barunya."Eneng, hampura ibu teh teu bisa temanin eneng," kata bu Icha di sela-sela menyediakan sarapan ke atas meja.Tania hanya mengangguk kecil. Ia memang tak harus mem
Setelah melewati perjalanan yang panjang dan melelahkan, Tania akhirnya tiba di tempat tujuannya, Desa Margaluyu. Waktu kira-kira pukul 16.37 WIB.Berkat bantuan salah seorang teman kampusnya yang merupakan putri kelahiran Desa Margaluyu, Tania akhirnya bertemu dengan Kepala Desa setempat dan dia akhirnya diantar oleh istri bapak Kepala Desa menuju rumah Ibu Icha Nur Aida, salah satu tetangga dari Novi, temannya.Perjalanan yang melelahkan namun terbayar lunas dengan sambutan hangat dari keluarga Ibu Icha. Ibu Icha adalah seorang ibu rumah tangga, usianya 56 tahun. Ia tinggal bersama suami dan seorang anak laki-lakinya yang masih duduk di bangku SMA. Suaminya bernama pak Ujad Sudrajad.Mereka memiliki sebuah warung nasi yang menjadi tempat langganan para karyawan pabrik susu, PT. Nusantara Agri Sejati Dairy Farm. Jarak pabrik susu itu tak jauh dari rumah ibu Icha - hanya melangkahkan kaki sekitar tujuh langkah, kita sudah menginjakkan kaki di area pabrik s
Mike PoVMike telah siap di meja piketnya dan akan menjalankan tugasnya seperti biasa sebagai seorang security. Wajahnya tak menunjukan sama sekali ada keceriaan disana - ia masih memikirkan rencananya yang sudah gagal dan juga tantangan yang Tania berikan padanya.Tak berpikir panjang lebar, ia merogohkan tangan ke dalam sakunya lalu mengeluarkan handphonenya. Ia mencari nama Mega pada kontak lalu menelepon Mega."Halo, Mike. Ada apa?" Tanya Mega setelah menjawab telepon dari Mike.Mega tak menunggu waktu lama untuk menjawab telepon dari Mike karena handphonenya sedang berada di tangannya."Mega, apakah aku mengganggumu?" Tanya Mike cepat."Tidak, Mike. Ada apa?" Tanya Mega balik."Sepertinya rencana kita telah gagal, Mega. Tania akan pergi ke Sukabumi beberapa hari ke depan," kata Mike dengan suara datar."Berarti ulang tahunnya dia tidak di Jakarta?" Tanya Mega sambil mengernyitkan dahinya."Ya, Mega. Aku tak tahu lagi harus bagaimana," jawab Mike masih dengan suara datar."Apakah