"Ibu tidak melarangmu untuk pergi. Kamu berhak menentukan pilihan hidupmu. Ibu hanya khawatir, Ayah dan Ibu jauh disini. Apakah kamu yakin untuk pergi?"
Yosep dan Maria keluar dari kamar Tania dan membiarkan Tania beristirahat. Maria menutup pintu lalu bersama suaminya berdiri sejenak di depan pintu kamar Tania. Sejenak ia memeluk suaminya dan menangis di pelukan suaminya.
"Ibu siapa yang akan tega melihat putrinya mengalami peristiwa pilu seperti ini?"
"Sudahlah, Bu. Jangan menangis lagi. Sembunyikan air matamu. Kita doakan yang terbaik untuk Tania, semoga ia mampu melewati semua ini."
Sang ayah memeluk dengan erat istrinya, mengelus pundak istrinya dan perlahan mencoba mengusap air mata istrinya.
"Ibu khawatir jika Tania pergi jauh dari kita. Ibu khawatir Mike akan terus mengikuti Tania kemanapun Tania pergi. Ibu tahu, cinta mereka sangat kuat."
Yosep tak mengatakan apapun. Ia hanya diam dan memeluk istrinya yang sedang bersedih memikirkan nasib putrinya saat ini.
"Andai saja Ibu tak mencegah keputusan Tania waktu itu untuk menikahi Mike yang telah berbaring dalam keadaan tak bernyawa, Ibu yakin Mike pasti akan selalu memunculkan dirinya di hadapan Tania karena ikatan sakramen perkawinan yang telah mereka ciptakan."
"Ya, Ayah mengerti kekhawatiran Ibu. Jangan bersedih lagi. Kita harus mendukung keputusan Tania untuk pergi. Semoga perlahan-lahan ia bisa melupakan semua ini."
* * * * *
Tania menarik sarung tenun pemberian ibunda Mike dan membungkusi tubuhnya. Ia menarik napas dalam-dalam, memejamkan matanya dan berusaha untuk melupakam sejenak peristiwa haru yang ia alami baru saja.
Mike telah pergi untuk selama-lamanya - menyisakan pilu dan sakit hati yang entah kapan akan berakhir. Namun bagaimana mungkin puisi itu bisa ada di dalam tas Tania? Apakah ini pertanda Mike tak akan melepaskan Tania dan tak akan mengikhlaskan Tania untuk jatuh ke dalam pelukan lelaki lain suatu hari nanti?
Tania bersih keras waktu itu - di kamar mayat - untuk tetap menikahi Mike dan merelakan dirinya untuk menjadi janda, menjalani hari-harinya seorang diri. Cintanya begitu kuat terhadap Mike, begitu juga sebaliknya Mike amat sangat mencintai Tania.
"Auuhh, perih," keluh Tania pada suatu ketika saat Mike menarik tangannya dan menghisap ibu jarinya yang berdarah akibat beling pecahan gelas di dapur.
"Lain kali lebih hati-hati dong, sayang. Beruntung aja ini cuman luka kecil. Bisa-bisa akan terkena infeksi kalau lukanya lebih dalam."
Kenangan-kenangan romantis yang telah Mike lakukan padanya satu per satu hadir kembali. Tadinya ia ingin memejamkan matanya, memaksakan dirinya untuk beristirahat sejenak namun kini ia hanya mampu membolak-balikan badannya karena matanya tak bisa ia pejamkan lagi.
"Kamu tahu, Tania? Apapun akan aku lakukan untuk bisa bersamamu, bahkan melawan dunia jika harus."
"Emang ada yang menentang hubungan kita?"
"Gak selamanya harus ada orang yang menentang. Apapun. Entah itu alam, waktu, bahkan maut sekalipun. Aku gak akan peduli."
"Emang sebesar itu cintamu ke aku?"
"Katakan padaku, Tania. Dengan apakah kamu akan mampu mengukur besarnya cintaku padamu?"
Tania menarik bantal guling dan memeluknya dengan sangat erat. Ingin sekali ia berteriak saat ini, mengutuk semua kenangan indah yang kini tinggal cerita, yang kini menyisakan luka di hatinya.
"Kamu benar, Mike. Andai saja waktu dapat diputar kembali, aku akan mencegahmu untuk mengurus semuanya sendirian. Kamu diam saja di kost, biarkan Kevin dan Mega yang akan melakukannya untuk kita. Aku yang akan meminta bantuan mereka."
Tania mengutuk dirinya sendiri. Beruntungnya ia tidak menyalahkan Tuhan atas semua yang ia alami saat ini. Ia yakin, Tuhah telah menyediakan sesuatu yang indah dibalik semua ini. Tuhan tak mungkin memberikan cobaan melebihi batas kemampuan umat-Nya.
"Ya, Tuhan tahu aku mampu melewati cobaan ini. Aku pasti bisa."
Tania bangkit dari ranjangnya, berjalan ke arah pojok doa di kamarnya lalu menyalakan sebatang lilin di sana. Ia kembali duduk di tepi ranjangnya, memejamkan matanya dan dengan khusuk berdoa.
"Serahkan segala pergumulan hidupmu pada-Nya. Ia akan membantumu melewati semuanya dengan mudah."
* * * * *
Ayah, ibu dan adiknya telah menanti di meja makan namun Tania belum juga terlihat dari pintu kamarnya. Sang ibu memandangi suaminya, seolah-olah hendak mengatakan sesuatu.
"Biarkan Tania sendiri dulu, Bu. Sebentar lagi ia pasti keluar dari kamarnya. Aku tahu, Tania anak yang tegar."
Dengan penuh keyakinan Yosep berusaha meyakinkan istrinya. Ia sangat yakin Tania akan keluar dan makan bersama mereka karena sore tadi, ketika hendak masuk ke kamar Tania ia melihat Tania sedang bersila di tepi ranjangnya dan dengan khsusuk berdoa.
Sang Ibu menarik napas panjang dan melepaskannya. Terasa berat di dada melihat kondisi putrinya seperti ini. Sang ibu menundukan kepalanya dan berusaha menyembunyikan kesedihannya.
Sudah dua bulan lebih Mike pergi dan meninggalkan mereka semua, menyisakan luka hati teramat dalam bagi Tania, kekasihnya yang ia tinggalkan sehari sebelum pernikahan mereka.
Sang ibu mengangkat wajahnya ketika menyadari seseorang menarik kursi. Tak satu pun yang berani mengatakan sepatah kata pun. Dengan wajah letih, Tania memandangi ibunya dan memberikan sebuah senyuman untuk ibunya.
"Maaf, Tania baru selesai mandi. Ayo kita makan, Bu. Tania udah lapar."
Ibunya hanya diam tanpa membalas satu kata pun. Ia segera menyiapkan piring dan membagikannya kepada semua yang sudah ada dan mengitari meja makan.
"Tania udah mikirin dengan matang, Bu. Tania harus lanjutin hidup seorang diri. Biarin Mike menemani Tania jika memang ia pun tak mau jauh dari Tania."
Suasana hening. Tak ada balasan apapun dari ayah ataupun ibunya.
"Ibu tidak melarangmu, Nak," sahut ibunya setelah diam beberapa saat.
"Ibu hanya khawatir dengan keadaanmu nanti jika kamu jauh dari Ayah dan Ibu. Dulu lain sekarang lain. Dulu masih ada Mike yang menjagamu....."
"Sekarang pun Mike masih menjaga Tania, Bu. Ibu gak perlu khawatir."
Ibunya menarik napas dalam-dalam. Ia mengalah dan memberikan kesempatan kepada putrinya untuk menentukan jalan hidupnya. Di sana, ayahnya masih diam tak mengatakan apapun.
"Tania tahu Ayah dan Ibu mengkhawatirkan Tania. Tania janji, Tania akan baik-baik saja. Ayah dan Ibu doain yang terbaik buat Tania. Tania pasti bisa lewatin ini semua berkat doa dari Ayah dan Ibu."
Suasana ruang makan kembali hening. Hanya terdengar bunyi sendok ketika beradu dengan piring.
Sesekali Tania berusaha terlihat tegar dengan mengajak bercanda adiknya. Adiknya pun menanggapi candaan Tania. Yosep dan Maria hanya tersenyum melihat tingkah kedua anak mereka.
"Pokoknya, kalau kak Nia mau menikah Bimo harus ikut ke Jakarta. Bila perlu kak Nia pulang saja dan menikah disini, biar kami tak perlu harus jauh-jauh ke Jakarta."
Lagi-lagi suasana hening seketika. Sang ibu memandangi suaminya. Tania hanya tersenyum lalu berdiri menghampiri adiknya, lalu memeluk dengan erat adik semata-wayangnya.
"Kalau sudah waktunya, Kak Nia akan bertanya dulu kamu mau kak Nia menikah di Jakarta atau atau disini."
"Tapi kak Nia harus janji, Bimo tak mau melihat kak Nia sedih lagi."
Tanpa menjawab permohonan adiknya, Tania hanya tersenyum dan mencium pipi adiknya lalu kembali ke tempatnya.
"Genggam erat tanganku dan jangan kau lepas. Aku akan semakin mencintaimu setelah ini. Percayalah."Pagi-pagi sekali Tania sudah bangun, membantu Ibu Icha memasak di dapur. Selain menyiapkan sarapan untuk pak Ujad suami ibu Icha dan Adhari anaknya, mereka juga masak untuk para pelanggan bu Icha yang bekerja di pabrik.Rasanya sudah lama sekali Tania tidak melakukan aktivitas itu lagi. Selama hidup di Jakarta, ia tak pernah memasak sebanyak ini. Makan pun selalu dibeli dari warung, sesekali memasak sendiri di kost tapi itu juga hanya sayur dan ikan.Tania tak lupa juga mengabari Novy, temannya bahwa hari ini ia akan melakukan penelitiannya. Semalam setelah sampai, ia lupa mengabari Novy karena saking seriusnya mengobrol dengan keluarga barunya."Eneng, hampura ibu teh teu bisa temanin eneng," kata bu Icha di sela-sela menyediakan sarapan ke atas meja.Tania hanya mengangguk kecil. Ia memang tak harus mem
Setelah melewati perjalanan yang panjang dan melelahkan, Tania akhirnya tiba di tempat tujuannya, Desa Margaluyu. Waktu kira-kira pukul 16.37 WIB.Berkat bantuan salah seorang teman kampusnya yang merupakan putri kelahiran Desa Margaluyu, Tania akhirnya bertemu dengan Kepala Desa setempat dan dia akhirnya diantar oleh istri bapak Kepala Desa menuju rumah Ibu Icha Nur Aida, salah satu tetangga dari Novi, temannya.Perjalanan yang melelahkan namun terbayar lunas dengan sambutan hangat dari keluarga Ibu Icha. Ibu Icha adalah seorang ibu rumah tangga, usianya 56 tahun. Ia tinggal bersama suami dan seorang anak laki-lakinya yang masih duduk di bangku SMA. Suaminya bernama pak Ujad Sudrajad.Mereka memiliki sebuah warung nasi yang menjadi tempat langganan para karyawan pabrik susu, PT. Nusantara Agri Sejati Dairy Farm. Jarak pabrik susu itu tak jauh dari rumah ibu Icha - hanya melangkahkan kaki sekitar tujuh langkah, kita sudah menginjakkan kaki di area pabrik s
Mike PoVMike telah siap di meja piketnya dan akan menjalankan tugasnya seperti biasa sebagai seorang security. Wajahnya tak menunjukan sama sekali ada keceriaan disana - ia masih memikirkan rencananya yang sudah gagal dan juga tantangan yang Tania berikan padanya.Tak berpikir panjang lebar, ia merogohkan tangan ke dalam sakunya lalu mengeluarkan handphonenya. Ia mencari nama Mega pada kontak lalu menelepon Mega."Halo, Mike. Ada apa?" Tanya Mega setelah menjawab telepon dari Mike.Mega tak menunggu waktu lama untuk menjawab telepon dari Mike karena handphonenya sedang berada di tangannya."Mega, apakah aku mengganggumu?" Tanya Mike cepat."Tidak, Mike. Ada apa?" Tanya Mega balik."Sepertinya rencana kita telah gagal, Mega. Tania akan pergi ke Sukabumi beberapa hari ke depan," kata Mike dengan suara datar."Berarti ulang tahunnya dia tidak di Jakarta?" Tanya Mega sambil mengernyitkan dahinya."Ya, Mega. Aku tak tahu lagi harus bagaimana," jawab Mike masih dengan suara datar."Apakah
Tania PoVHari yang melelahkan. Betapa tidak? Setelah lama berargumen dengan dosen pembimbingnya, akhirnya pengajuan judul skripsi Tania disetujui.Dengan wajah berseri, Tania melangkah meninggalkan ruangan dosen pembimbingnya. Ia memutuskan untuk langsung kembali ke kostnya.Tania tidak mau menunggu lagi - satu atau dua minggu kedepan, ia akan meninggalkan hiruk-pikuk kota Jalarta dan pergi ke luar kota.Untuk metode penelitian lapangan (empiris), Tania akan pergi ke daerah pelosok untuk mempelajari Perkembangan Gizi Ibu dan Anak Balita - dan tentu saja, ia akan merayakan ulang tahunnya disana.Tania memilih Desa Margaluyu, salah satu desa yang berada di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.Tania merebahkan tubuhnya, tangannya meraih handphone dan mengirim sebuah pesan waslap pada Mike. Ia harus mengabari Mike - tak biasanya ia memutuskan untuk terlebih dahulu mengabari Mike tentang kabar baik ini."Mike, bagaimana hari-harimu? Lama tak bertemu ya. Aku harap k
Seperti biasa setelah pulang dari kampus, Mike mengajak Mega untuk singgah ke Taman Kenangan. Ia beruntung, hari ini Mega menyetujuinya - mereka kembali meski tak seperti dulu.Mega tentu saja menjaga jarak karena ia sekarang adalah kekasih Kevin. Kembali ke taman adalah salah satu hal yang akhir-akhir ini ingin ia lupakan namun karena Mike memaksanya, ia mengiyakan meskipun dalam hatinya menolak."Aku ingin berbicara denganmu, Mega. Kali ini saja. Kembali ke taman bersamaku," rengek Mike ketika keluar dari ruangan kelas tadi.Sesampainya mereka di taman, Mega tak menunggu Mike yang sedang memarkirkan sepeda motornya. Ia berjalan terlebih dahulu, toh tidak kemana-mana, pasti di tempat yang sama.Mega menunjukan aura tak berseri sama sekali. Mike menyadarinya namun ia masa bodoh. Ia tahu Mega sedang berusah menjaga jarak karena sekarang Mega adalah kekasih Kevin, temannya.Mega bukan lagi gadis bodoh yang masih mengharapkan cintanya, ia ki
Laura meletakan segelas susu ke atas meja lalu melangkah ke ranjang tidurnya. Disana masih ada Mike yang masih tidur dengan pulasnya.Entah apa yang ia mimpikan semalam dalam tidurnya, pagi-pagi sekali Laura sudah bangun dan langsung membersihkan dirinya. Ia sengaja masih mengenakan tanktop yang semalam ia kenakan.Layaknya seorang istri, Laura menyediakan segelas susu yang telah ia letakkan di atas meja. Laura memegang pundak Mike, menggoyang pelan - membangunkannya.Mike kaget dan membuka matanya, ia melihat Laura duduk di hadapannha. Ia mengusap matanya, lalu memberikan senyuman pada Laura. Laura membalas senyumnya."Kamu mengagetkanku, Laura," kata Mike setelah mengumpulkan kembali sebagian nyawanya."Bangunlah, Mike. Sudah pagi. Kamu harus ke kampus hari ini, bukan? " sahut Laura sambil berdiri meninggalkan Mike yang masih duduk di ranjang.Laura sengaja meninggalkannya karena lelaki itu masih telanjang dada. Dadanya yang bi
Tak menunggu lama bagi Mike, ia segera menuruti permintaan Laura. Ia menggendong Laura dan membawanya ke ranjang. Tatapan matanya sedikitpun tak beralih dari tatapan mata Laura yang menatapnya dengan penuh nafsu saat ini.Mike lalu membuka bajunya dan membiarkan tubuhnya tak ditutupi apa-apa lagi. Batangnya yang sedari tadi sudah tegak sepenuhnya membuat tatapan Laura langsung berpindah ke situ. Mike mengabaikan perasaan malunya saat ini bahwa untuk pertama kalinya ia telanjang di hadapan seorang gadis. Ia juga tak peduli bahwa ukuran batangnya besar atau kecil menurut Laura.Nafsu telah mengalahkan semua itu dan ia tak bisa berbuat apa-apa lagi selain menyelesaikan apa yang harus ia selesaikan malam ini.Laura perlahan bangun dari ranjang dan mendorong tubuh Mike yang sudah tak mengenakan apa-apa lagi. Laura memang lebih berpengalaman jika dibanding dengan Mike meskipun pengalaman percintaaannya tidak didasari rasa cinta.Mike pasrah de
Tak bisa lagi menahan semuanya, Mike lalu menyambutnya, membalas dengan mesra ciuman Laura padanya kemudian mendorong tubuh Laura dengan lembut hingga terjatuh kembali ke ranjang.Dengan posisi seperti itu, siapapun lelaki yang memandangnya tentu tak akan menahan diri untuk segera menjamahnya saat itu juga.Mike perlahan naik ke atas ranjang, berniat untuk memangkas jarak diantara mereka berdua. Namun Laura memikirkan hal lain. Ia tidak ingin Mike yang mendominasinya.Laura tahu betul bahwa Mike belum pernah melakukan hal ini sehingga dirinyalah yang harus memulainya. Ia dapat melihat dengan jelas keraguan dari tatapan Mike padanya.Laura kemudian bangun dari ranjang lalu menarik Mike ikut bersamanya. Perlahan, ia menggiring Mike mengikutinya kembali ke ruang tamu, kembali ke atas sofa.Jari telunjuk Laura menyentuh dengan lembut dan manja pada dada bidang Mike, bergerak pelan membentuk sebuah garis tak lurus lalu secepat kilat mendorong Mike agar jatuh dan duduk ke atas sofa.Mike ha
Mike mendehem pelan. Ia memegangi resleting jaket dan menariknya ke bawah, membuka jaketnya. Ia menuruti saran Laura karena ia memang merasa gerah.Namun ia merasa gerah bukan karena hawanya panas di dalam kamar Laura melainkan situasi yang belum pernah ia rasakan: berdua dengan seorang gadis yang berpakaian seksi di hadapannya.Sementara Laura masih tetap tenang pada posisinya. Tanpa mereka sadari sudah satu jam berlalu. Mereka masih berkutat dengan perasaan masing-masing.Laura merasa malu terhadap dirinya sendiri yang berani menampakan lekuk tubuhnya sedangkan Mike, kegusaran nampak jelas di wajahnya. Ia telah mandi keringat semenjak masuk ke dalam kamar hotel Laura.Kata-kata Laura terakhir masih terekam jelas. Ia berharap, Tania tidak akan meninggalkannya sama seperti apa yang Laura lakukan padanya.Ia tidak menyalahkan Laura dalam hal ini. Ia mendukung Laura, baginya apa yang dilakukan sebagai anak untuk menyelamatkan orang tuanya yang dililit hutang sudah tepat.Perpisahan Laur