Share

Bab 103. SIAPA DIA?

Kalang kabut. Yah, hanya satu kata itu yang bisa menggambarkan situasi di ruangan kamar Arbia saat ini, mana kala ada seseorang yang sudah berdiri di depan pintu bergeming menyaksikan perbuatan mereka.

"Bi, makan dulu, Nak," ucapan itu masih terniang beberapa detik yang lalu.

"Mama," Arbia seketika meloncat dari pangkuan Axelle dan berjalan memghampiri mamanya dengan wajah menunduk. 

Wanita anggun itu menayap putrinya dengan tatapan tajam mengena di hati membuat Axelle yang sedetik kemudian juga menjadi sasaran tatapan itu menelan salivanya.

"Kalian segera ke meja makan, ya," ucap wanita itu dengan sikap tak acuh dan tatapan dingin.

Seketika Axelle mengangguk dan merasakan kecanggungan yang diciptakan oleh sikap mamanya Arbi. Sesaat dia memandang gadis pujaannya itu dengan tatapan yak mengerti.

"Kenapa begitu menatapku?"

"Nggak enak sama, Tante?" Jawab Axelle meraup wajahnya yang tiba-tiba keruh.

"Hem, nggak apa-apa, Sayang, yuk ke meja makan."

Axelle hanya mengangguk lalu merangkul bahu mungil gadiz kesayangannya itu.

Di sisi lain, Praditia masih menjalani pemeriksaan tentang kondisinya. Kemungkinan kalau sudah dinyatakaa sehat jasmani dan rohani akan segera jadi saksi atas sidag peryama Handoko Triwibowo yang ternyata rivalnya dalam berbisnis. Sekaligus sekarang adalah musuh dari sang ayah yang sudah mendahuli pergi.

"Bagaimana kondisinya? Masih suka merasakan pusing? Atau malah mual?" Pertanyaan itu keluar dari mulut mungil seorang gadis yang tak lain adalah Ratu Prameswari.

"Sudah membaik. Apa dengar kabar tentang Arbia, bisalah kamu menyuruhnya untuk datang kesini?"

"Ada apa, kamu ingin bicara padanya, apa ada yang penting?"

Praditia hanya mengangguk. Dia memang ingin bertemu dengan Arbia, gadis kecil yang dulu bekerja untuknya dan selalu patuh menjalankan semia titahnya. Dan ssuatu hari Praditia benar-benar terobsesi pada gadis kecil itu yang dulunya pernah menginginkan dirinya menjadi orang satu-satunya di hatinya. Namun sayang kehadiran Axelle meribah semu kehidupan gadis itu.

__________

Hari ini Arbia nekad menemui Handoko di sel penjara karena berkaitan dengan penembakan dirinya oleh seseorang yang kini masih jadi buronan polisi.

"Saya tidak akan banyak bertanya sama Anda. Hanya satu pertanyaan. Apa Anda yang  menyuruh anak buah Anda menembak, Saya?"

Handoko tampak terkejut mendengar pertanyaam yang muncul dari bibir mungil Arbia. Dia berpikir keras mencerna kata-kata  gadis itu. Seingat dia, tidak ada satu pun anak buah yang berpihak kepadanya setelah dia ditangkap. Bahkan anak buah paling setia sekaali pun, Christ.

"Nak, Aku nggak pernah menyuruh anak buahku menembak kamu." Dan jawaban itu sudah cukup membuat Arbi memberi kesimpulan, bahwa ada yang menginginkan kematiannya.

Huft! Sesaat Arbi menatap wajah laki-laki yang kini lebih bersahabat itu. Ada rasa penasaran luar biasa yang membuatnya ingin rasanya mencabik-cabik siapa yang sudah membuatnya hampir sakaratul maut.

Hampir 30 menit Arbia berbincang dengan Handoko, rasanya tidak ada celah untuk mencari siapa orang yang sudah bersusah payah menembak dirinya hingga hampir lewat. Ada dendam apa orang itu dengan dirinya. Hingga mau melenyapkan dirinya dari muka bumi ini. Alangkah sadisnya rupa orang itu.

Dalam kebingungan dan penasaran itu terlintas, sekilas tentang bezuk Praditia Wicaksana. Tidak ada salahnya kalau dirinya mampir sekalian melihat kondisi pria tampan itu di penjara khusus buat yang sakit.

"Silakan, Nona," ucap penjaga yang berada di lapas Praditia.

Tak lama Arbi berjalan ke arah lapas Praditia terlihat ada orang bezuk selain dirinya.

"Pak Praditia," sapanya lembut seramah mungkin.

"Arbi! Baru Aku berpesan sama Ratu, Aku ingin bertemu denganmu,"

"Oh adakah yang penting, Pak?" tanya Arbi sambil menghenyakkan tubuhnya di kursi  samping Ratu duduk.

"Ratu  bisakah kamu tinggalkan kami berdua dulu,"

Ratu Putri Prameswari hanya mendelik lalu beranjak pergi dengan dengussn kemarahan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status