Arbia menatap kagum makanan yang begitu banyak di meja makan. Matanya mengerjab-ngerjab terpana dengan bawaan Axelle. Juga rangkaian bunga yang begitu indah dan begitu banyak jenisnya.
"Banyak sekali makanan hari ini ,Sayang," ucapnya ceria dengan mimik muka bak bayi. Lucu dan menggemaskan.
"Selamat universarry, Sayang," bisiknya mesra di telinga sang kekasih. Gadis itu menggeliat geli dan bersemu merah.
Ada hasrat yang tiba-tiba menggelira di dada Arbia padahal baru beberapa menit yang lalu ranjang panasnya bederit dengan desahan dan lenguhan juga jeritan terpekik.
Akhirnya Arbia pun pasrah ketika bibir tipisnya itu di lumat kembali oleh sang kekasihnya. Beberapa detik terjadi paut memagut di meja makan itu. Setelah itu Arbia membuka mata lalu dengan sendu menatap kekasihnya itu.
"Kenapa, mau lagi?" tanya Axelle sambil membungkuk lagi dan membenamkan kembali bibir kokohnya. Bahkan desahan disertai lenguhan Arbia membuat pria jantan itu menangkup wajah dan menekan tengkuk sang gadis.
Tak perlu jawaban dari Arbia, Axelle menggendong gadis kesayangannya kembali ke tempat tidur dan membaringkannya dengan pelan dan memulai melancarkan serangannya dengan ganas.
45 menit pergumulan mereka dan dengan napas tersengal Arbia mengejang dan melentingkan tubuhnya dengan indah membuat Axelle benar-benar puas. Bahkan itu yang membuatnya tidak bisa berpaling dengan wanita lain.
"Bagaimana bisa aku meninggalkan kamu di sini? Akan lebih baik kamu ikut, Sayang," ucap Axelle sambil berulang-ulang mengecup dan mencium wajah gadis itu.
"Jauhkah?" tanya Arbia dengan bibir terbuka dan menjadi santapan empuk bibir Axelle lagi.
"Hemm, daerah barat. Tempat terpencil dan minim listrik juga sejenisnya. Tugas kitta di sana ya memberi pelayanan yang lebih baik." jawabnya membuat Arbia mengangguk di dalam dada bidang sang kekasih.
"Berapa lama?" tanyanya kembali.
"Satu bulan paling cepat, 3 bulan paling lambat." Axelle membungkukan wajahnya. Mengecup puncak dada Arbia yang telanjang. Gadis itu mendesah dan menggigit bibirnya.
"Lumayan lama, akh ..." desahnya menikmati sapuan lidah Axelle.
"Makanya ikut, ya" lanjut Axelle kembali merayapkan bibirnya di dada gadis itu dan terus turun hingga membuat Arbia menahan napa dan melenting juga mengejang sesaat.
"Ikut ya, Sayang," ucap Axelle sambil menghisap pangkal paha Arbia.
"Akh terus, i-iya," kembali gadis itu mendesah dan beberapa detik kemudian gelombang kenikmatan itu merejamnya dan membuat pelepasannya begitu sempurna.
Axelle mengelap bibir dan mukanya tersenyum puas sudah bisa membuat gadisnya itu kewalahan dan mengejang-ngejang.
"Bisa berpisah dariku?" ucap kembali Axelle sambil memasuki Arbia. Gadis itu memekik manja. Padahal beberapa menit yang lalu sudah di masuki tapi masih saja sempit. Membuat Axelle memejamkan mata sesaat menikmati miliknya yang tegang berada di tempat Arbia.
Gadis itu melenguh mana kala Axelle mulai menggerakan badannya. Miliknya mulsi mencari temost pekepadan yang sempurna. Gempuran yang di rasakan ole Arbia membuat gadis itu tak henti-hentinya melenguh.
"Jsngan jsuh-jsuh dariku, Sayang," ucap Axelle sambil menghujamkan miliknya ke dalam milik Arbia. Menyentuh dinding-dinding kenikmatannya.
"I-iya, akh_" desahnya sambil mencengjram seprai yangcada di bawa tubuhnya.
"Ka-mu ikut ya, Sayang. Aku nggak bisa jauh darimu," ucap Axelle lagi sambil terus menggerakkan badannya dan tangan meraup dada sang gadis bergantian. Sedang bobirnya tak berhenti membiarkan cerug leher gadis itu tanpa bekas kepemilikannya.
Beberaoa menit kemudian Axelke mskin mempercepat gerakannya.
"Ah oh, Sayang. Terus, akh, enak," semua rancauan keluar dari mulut mungil itu membuat Axelle tersenyum puas dan bangga sudah bisa membuat gadis kecilnya itu mencandunya.
Tiba-tiba tanpa diduga Arbia menghentakkan tubuhnya berulang-ulang hingga membuatnya kewalahan menghadapi hasrat gadis muda ini.
"Sayang-sayang, akh terus hentakan terus," gantian di yang merancau nggak jelas. Tubuhnya mengimbangi gerakan dan liukan tubuh kecil itu.
Dan ketila mereka sama-sama bergerak dan menghentak,
"Aaaaaaaa ... aaaa," jetit pekik erotis mereka bersamaan.
BERSAMBUNG
Pelukan hangat itu diterima oleh Praditia Wicaksana. Laki-laki yang sudah setengah abad itu menepuk pundak pria berumur 28 tahun itu. Sedang wanita yang ada di sampingnya memberikan pelukan hangat sebagai seorang ibu. "Selamat atas kebebasanmu, Nak." ucapnya denganbahasa kalbunya membuat pria itu mengembangkan kelopak matanya dan ada cairan yang meleleh dari sudut matanya. Sedang di ujung seberang seorang laki-laki gagah ddngan segam kebesarannya menyilangkan tanganny di depan dada menatapnya dengan gagah. Tak luput di sebelahnya seorang gadiz dengan body goal berdiri dengan cantik dan anggunya juga mengangguk hormat padanya. Arbia Siquilla, gadis yang selalu dikaguminya hinhga dia terobsesi tetap terlihat menawan di sebelsh laki-laki gagah yang selama ini selalu jadi gunjingan para kaum hawa. Ada yang kurang. Arka Abianta, pria yang hampir seumuran dengannya itu menghilsng. Kerja dinas ke luar kota menggantilan papanya. Kebebasan bers
"Bicaralah sesuka hatimu, wahai sang jurnalis. Aku takkan menanggapinya, karena misiku cuma menyingkirkanmu," dengan sinisnya Ratu Prameswari mengitari tempat duduk Arbia yang sudah terikat di kursi. "Apa untungnya kamu menculikku Ratu?" geram Arbia sambil mendesis kesal. Terdengar gelak tawa yang membahana di ruangan sempit itu. Entah Arbia tidak tahu di mana dia berada. "Setidaknya aku sudah menyingkirkan satu diantara orang-orang yang menyakitiku itu menuju ke liang kubur." Cih! Mendengar itu seakan Arbia ingin meludahi wajah gadis cantik yang hatinya busuk itu. "Kamu sakit, Ratu!" Bukannya marah dengan ucapan Arbia, gadis itu tergelak lagi dengan kerasnya. "Atau malah__," dengan menggantung kalimatnya yang sengaja dibiarkan membuat Arbia mendengus kesal. ""Atau mungkin ... Aku suruh anak buah Tiger Wong memperkosamu saja!" Deg! Tidak bisa dibohongi jantung Arbia seolah putus dan berhenti berdetak. Wajahnya pias dan sudah di
Sosok berjenis kelamin pria itu melepas penutup wajahnya dan tersenyum misterius. Bergerak mendekati tubuh Arbia yang belum sadarkan diri. Menatap dan mengagumi ciptaan Tuhan. "Pantas saja Axelle tergila-gila padamu, kamu sangat cantik dan mempesona. Aura wajahmu benar-benar memikat," gumamam yang lebih berkesan dengan kata-kata kekaguman. Tangan pria itu membekai lembut wajah gadis itu dan menyentuh bibir sensual Arbia. Berdecak kagum melihat wajah gadis itu. Meskipun wajah itu putih memucat. Sekitar 10 menit datang seseorang yang membawa semua perlengkapanuntuk Arbia. Pria gafah itu menggendong tubuh Arbia dan membaringkan di kamar yang ada di villa dalam hutan tersebut. Segala obat dan perlengkapan yang dibutuhkan oleh kesembuhan Arbia. "Siapkan semua ddngan baik, jangan sampai dia bangun kekurangan yang ia butuhkan, termasuk dokter untuk memeriksa lukanya," titahnya pada lelaki tua yang bungkuk itu. "Baik, Tuan." Dengan patuhlelski
Tubuh ringkih itu mulai menggerakkan badannya. Meringis dan merintih ucapan pertama yang lolos dari bibirnya. Ada sosok pria tingggi tegap dengan badannya yang kekar sedang menunggunya dan memperhatiksn setiap geraksn tubuhnya. Tak henti-hentinya dia menatap wajah pucat natural itu namin cantik dan menggairahkan. Sudah jelas dari tatapan pria itu, sangatlah menginginksn tibuh Arbia bahkan bisa berjanji menginginkan hati dan juga hidupnya seperti janjinya beberapa bulan yang lalu waktu tidak sengaja pertemuannya dengan Arbia di sebuah Cafe minuman. Pria ini sudah sangat menginginka Arbia menjadi miliknya seutuhnya. Melihat gaya bicara dan tingkah laku reporter muda ini pria yang berjuluk Tiger Wong ini hanya mendengus lembut lalu mendekat dengan tubuh kecil sang gadis. Mengerjabkan mata adalah hal kedua yang dilskukan Arbia mana ksla merasakan tempat yang berbeda. Ada balutan baju tak biasa di badannya dan bekas suntik infus masih terasa nyeri. Tapi badannya m
Plakk-plak! Dominic tak menyangka dengan ucapannya itu kedua pipi putihnya yang bak kulit bule itu akan terkena sampiran tangan mungil Arbia. Bahkan langsung lebam. Sudah bisa dipastikan kalau tangan gadis cantik ini bukan tangan biasa, setiap hafi pasti ditempa ilmu bela diri. Dengan gerakan reflek Dominic mengusap-usap kedua pipinya dengan mendapatkan tatapan kecaman dan hujatan serta rasa benci dan jijik dari Arbia. Wajah natural yang mempesona itu itu kelihatan sangat galak. Tapi di hati Dominic masih bisa tersenhum melihat wajah gadis itu terlihat lucu padahal mungkin Arbia sebisa mungkin sudah menampakkan tampang narah dan galaknya. "Nggemesin banget sich, wajah gadis ini, lucu." batinnya dalam hati. "Maaf-maaf," ucapnya lirih sambil menunduk. Baru kali ini seorang Dominic Chalondra dengan predikat Tiger Wong menunduk dan bilang maaf pada seorang perempuan. Gila! Ini benar-benar gila! "Sudah nggak waras kali! Si Tiger Wong ini. Bua
Dominic kaget setengah mati menyadari sanderaan kecilnya lari sekencang mungkin. Tanpa meminta tolong sama siapapun pria dewasa yang punya berjuta pesona itupun segera melesat mengehar Arbia. Sedang Arbia setengah mati berlari ke arah suara yang terdengar persis ddngan suara Axelle dan tim nya. Ketika dia hampir teriak karrna melihat sosok tegap dan tampan yang berjalan bersama dengan timnya di ujung jalan dia hampir teriak kegirangan. Namun sayang, usahanya sudah keburu gagal karena ada tangan kejar menutup mulutnya ddngan cepat. Domini Chalondra, pria itu sudah keburu membungkam mulut mungil Arbia dan memaksa menggendong gadis bertubuh kecil itu kemnali ke villanya yang ada di tengah hutan. "Om! Lepasin! Saya mau pulang! Itu tadi calon tunangan saya!" teriak Arbia yang ada dalsm grndongan kekar Dominic. Sekeian menit jantung Dominic seperti tertusuk pisau mendengar pengakuan gadis kecil itu tentang tunangannya. Ada yang berbeda dengan dirinya. Ada a
Arka hanya menghembuskan napasnya kasar. Dia paham dan sangat mengerti perasaan Axelle. Karena saat ini pun dirinya juga merasakan perasaan yang sama dengan kapten muda itu. Bahka perasaan takut lebih kuat. Hampir 24 jam lebih tak satu pun ada jejak tentang Arbia. Gadis itu menghilang seperti di telan bumi. Banyak yang bilang hutan larangan ini banyak binatang buasnya bisa jadi Arbia menjadi santapan hewan buas yang ada di hutan. Arka nggak dapat membayangkan kalau itu menimpa Arbia Sedang di tempat yang agak jauh dari tempat Arka dudu. Axelle sedang berbincang serius dengan Kaifan wakilnya. "Kap! Target pencarian hanya seminggu dati pihak atasan. Setelah itu, Kapten mau bagaimana?" Axelle menatap sekilas lalu matanya tertuju ke arah depan lurus tanpa menoleh lagi ke arah Kaifan. Hatiny terguncang dengan peristiwa menghilangnya perempuan yang sangat di pujanya itu. Rasa takut yang sangat menghantui membustnya kadang drop. Apalagi saat pencarian tidak pernah b
Masih dengan meringis Dominic Chalondra memegangi pipinya. Ini kali sekian Arbia Siquilla menamparnya tapi pria itu sama sekali tidak merasa harus marah. Malah dengan pongahnya dia tersenyum tipis. Sedang Arbia masih tersengal menata napasnya yang beberapa menit yang lalu seolah dihirup oleh makhluk berbeda alam. Oksigennya benar-benar habis oleh sesapan dan hisapan yang cuma beberapa detik aja mampu merontokkan hatinya. "Sialan!" makinya dalam hati. Rasanya dia malu sudah di cium psnas oleh pria dewasa seumuran Dominic. Namun tak bisa dipungkiri bahwa setan mana yang bisa bikin dia nyaman di perlakukan begitu oleh Dominic. Beberapa kali dia menggeleng-geleng kan kepalanya menolak semua rasa nyaman di hstinya. Dan beberapa kali dia menyebutkan nama Axele Narendra agar bayangan om-om ini cepat berlalu dari hadapannya. Dengan cepat Arbia berlari keluar menembus gelapnya mslam. Tindakan gadis kecil itu mampu membuat Dominic kalang kabut. Dengan sikap pri