“Ka... kau! Siapa kau sebenarnya?” teriak kepala staff dengan wajah penuh ketakutan.
Namun, sebelum kepala staff itu bisa mendapatkan jawaban, tiba-tiba segerombolan orang berbaju hitam muncul dari belakang, menyusul Alden yang berjalan melewati orang-orang.
Dalam sekejap, restoran yang riuh menjadi sunyi. Kehadiran orang-orang berbaju hitam dan deretan mobil mewah membuat semua orang terkejut, terutama kepala staff. Orang-orang itu berbaris, membentuk pagar betis pada sosok laki-laki dengan pakaian pelayan yang kotor akibat tumpahan jus dan minuman lainnya.
Alden berjalan dengan tegas mendekati kepala staff yang sedang ketakutan. “Kau takkan pernah menghalangiku lagi. Jika itu terjadi lagi, aku kupatahkan kaki dan tanganmu!” ancam Alden dengan suara dingin.
Dengan wajah memucat kepala staff mencoba berdiri untuk lari, tetapi malah terpeleset air kencingnya sendiri yang mengalir. Alden tidak ingin meladeni pria itu, dia langsung pergi meninggalkan restoran menuju ke tempat persembunyiannya, safe house.
Setelah sampai di dalam mobilnya yang nyaman, Alden meminta penjelasan pada Frey yang selalu setia berada di sisinya. Frey pun mengungkapkan rahasia besar yang selama ini tersembunyi.
“Semua ini adalah akibat dari pengkhianatan Vivian, istrimu Tuan. Dia bekerja sama dengan David Durant untuk menghancurkan kelompok kita. Semua informasi tentang kelompok kita, dia membocorkannya pada David selama menjadi istrimu. Bahkan markas tersembunyi dibagian wilayah timur telah diketahui oleh David. Setelah itu, Vivian memalsukan kematiannya agar bisa kembali ke sisi David tanpa ada kecurigaan,” jelas Frey.
Alden terdiam, hatinya campur aduk antara marah, kesal dan tidak percaya. Ia begitu mencintai Vivian dengan sepenuh hati, dan mendengar bahwa istrinya itu bisa mengkhianatinya menjadi sesuatu yang sulit untuk dipercaya.
“Aku tidak percaya itu benar. Vivian bukanlah tipe orang yang akan melakukan semua itu!” Alden mencoba menolak kenyataannya.
“Awalnya, aku juga tidak percaya, Tuan. Tapi buktinya ada! Semua infomrasi rahasia kita jatuh ke tangan David karena Vivian,” sahut Frey.
“Bagaimana kau bisa seyakin itu?” tanya Alden yang masih tidak percaya.
Frey menghela napas pelan sebelum menjawab. “Dari seorang detektif kepolisian yang menawarkan kerjasama untuk menangkap David,” jawabnya.
Alden mengangkat alis dengan heran, saat mendengar pernyataan Frey tentang kerja sama mereka dengan seorang dektektif polisi. Dia menggelengkan kepala dengan tegas menolak gagasan itu.
“Kau tahu betul bahwa dalam dunia kita, mafia tidak pernah bekerja sama dengan polisi. Itu hanya akan merusak reputasi dan integritas kita!” ujar Alden dengan suara tegas.
Frey menunduk merasa malu. Ia menghela napas sejenak sebelum berbicara dengan suara pelan, mengungkapkan kenyataan pahit yang sedang mereka hadapi.
“Tuan, sesuatu yang buruk telah terjadi setelah kau pergi. Kelompok kita telah terpecah belah dan para elder memiliki pandangan yang berbeda tentang bagaimana kita seharusnya beroperasi,” kata Frey dengan nada sedih.
Kening Alden semakin mengkerut. Ia ingin tahu lebih lanjut tentang perpecahan kelompoknya itu. Frey kembali melanjutkan dan menceritakan bahwa setelah Alden mengundurkan diri dari posisi ketua, para elder tidak lagi memiliki pempimpin yang kuat untuk mempersatukan mereka.
“Ketua yang baru mencoba menggantikan posisimu, tapi dia tidak mampu menjaga kestabilan dan tidak memiliki pengaruh yang kuat. Mr. Willian dan Mr. Johnson mulai berseteru, dan Jessica semakin egois dengan sikap keras kepalanya!” jelas Frey dengan wajah yang penuh keprihatinan, namun nada suaranya terdengar penuh tekanan.
Alden mengernyit, ia merenung tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Frey. Kelompoknya yang ia tinggali mulai runtuh secara perlahan. Ia tidak menyangka sejauh ini akan terjadi.
“Tuan, kita tidak punya pilihan lagi. Kita butuh bantuan dari luar, dan detektif itu menawarkan kerja sama untuk menangkap David Durant. Meskipun melanggar prinsip kita, aku yakin bahwa langkah ini adalah salah satunya cara untuk menyelamatkan kelompok kita dari kemusnahan total!” ucap Frey dengan matanya yang menyorot penuh keyakinan.
Alden masih terdiam, mempertimbangakan segala hal yang dikatakan oleh Frey. Ia menghela napas panjang, dan mengangguk perlahan.
“Dengan informasi yang diberikan oleh detektif itu, kami bisa menghindari serangan-serangan dari kelompok saingan dan menjaga kelompok kita tetap berjalan. Aku tahu, ini bukan pilihan yang kau inginkan, Tuan,” tambah Frey dengan nada rendah hati.
Melihat reaksi Alden yang masih ragu, Frey mencoba meyakinkannya.
“Meski ini sulit dipercaya, tapi kita harus beritndak cepat. Vivian masih hidup, dan kelompok kita berada dalam bahaya,” jelas Frey sedikit mendesak.
“Aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya. Aku harus mencari tahu kebenarannya sendiri,” sahut Alden.
***
Setibanya di safe house, Alden membersihkan dirinya. Dia membiarkan air mengalir di kepalanya, membuatnya sedikit tenang dari kabar yang terlalu mengejutkannya baginya ini. Matanya terpejam, membayangkan bagaimana seorang wanita yang dicintainya bisa mengkhianatinya dengan mudah.
Ia benar-benar tidak pernah menyangka hal itu. Semua yang terjadi padanya ternyata telah direncanakan oleh seseorang, dan parahnya lagi orang itu adalah wanita yang dicintainya.
Alden menggelengkan kepalanya. Ia tidak boleh bertindak gegabah, sebelum mendapatkan bukti dengan matanya sendiri. Meski di dalam hatinya tidak begitu yakin, tapi ia masih memegang teguh jika sang istri bukanlah orang seperti yang dikatakan oleh Frey. Pasti ada yang ingin menjatuhkannya dengan mengungkit masalah Vivian.
Setelah membersihkan dirinya, Alden bersiap-siap untuk pergi ke sebuah perusahaan impor mobil. Tempat itu bukanlah tempat biasa, melainkan kedok kelompok mafia mereka untuk menyembunyikan bank data aset berharga. Ia berkata pada Frey jika ingin pergi sendiri agar tidak menarik perhatian kelompok mafia lain yang bisa merugikan mereka.
Namun, lagi-lagi Alden mendapat perlakuan tidak enak di tempatnya sendiri. Ia dicegat oleh seorang manajer yang berbicara sinis padanya.
“Hei, kau tidak boleh masuk ke sini!” cegar manajer tersebut.
“Aku punya urusan penting di dalam,” sahut Alden dengan tenang.
“Cih, sepertinya kau bukan tipe orang yang bisa membeli mobil mewah di sini. Kau justru terlihat seperi seorang tunawisma,” kata manajer itu berdecih melihat penampilan Alden yang lusuh karena datang ke tempatnya hanya menggunakan kaus biasa.
Alden mengerutkan keningnya. Ia memperhatikan penampilannya sendiri, dan tidak merasa ada yang salah dengan itu.
"Aku benar-benar punya urusan penting di dalam, percayalah," kata Alden dengan suara tegas, mencoba untuk bernegosiasi pada manajer itu.
Namun, sang manajer hanya tersenyum sinis. "Jelas-jelas kau tak pantas berada di sini. Perusahaan ini bukan tempat untuk tunawisma seperti kau. Pergi dari sini!"
Emosi Alden yang sudah sejak tadi berkecamuk, hampir tidak bisa menahannya lagi. Tapi, lagi-lagi dia memperhatikan sekitarnya dan tak ingin ada keributan di sekitarnya.
Dia jelas merasa terhina oleh perlakuan ini, tetapi dia tahu bahwa harus mempertahankan identitasnya yang tersembunyi. Dengan kepalanya yang tegak, dia mencoba membujuk sang manajer kembali.
“Tidak! Aku bilang kau tidak boleh masuk. Apa kau tuli, hah?” bentak manajer itu.
Alden mengepalkan tangannya dengan kuat. Pria itu sama sekali tidak tahu siapa dirinya, dan tidak ada yang memberitahukannya.
Alden tidak bisa lagi menahan dirinya. “Panggil Mr. Kendrick!” pinta Alden yang sudah mulai emosi.
Mr. Kendrick? Mendengar nama itu, wajah sang manajer seketika berubah menjadi ketakutan.
Alden terdiam sejenak, meresapi kata-kata Zane dengan serius. Tidak hanya Zane yang mengingatkannya pada tanggung jawabnya terhadap Alana, tetapi juga hatinya yang penuh dengan keraguan dan kebingungan."Aku tidak akan mengecewakannya," ujar Alden dengan mantap, meskipun terasa seperti dia lebih mencoba meyakinkan dirinya sendiri daripada Zane.Zane hanya mengangguk sekali lagi, ekspresinya tetap serius dan agak ragu. Keduanya saling bertukar pandang sebentar, sebelum akhirnya Zane berbalik dan meninggalkan ruangan.Alden duduk kembali di tempatnya, membiarkan kata-kata Zane meresap dalam pikirannya. Dia merasa bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan Alana saat ini.Dengan perasaan yang membara, Alden bangkit dari kursinya dengan langkah-langkah mantap. Wajahnya memancarkan kemarahan yang mendalam. Dia tidak bisa membiarkan orang yang telah menyentuh Alana dengan kasar itu lepas begitu saja.Langkah Alden yang cepat menuntunnya keluar dari ruangan. Dengan pandangan tajam,
Frey mengangguk patuh pada perintah Alden, menyeret pria tua itu menjauh dari kerumunan. Sedangkan Alden, dengan Alana yang masih tidak berdaya di pelukannya, bergerak cepat menuju kendaraannya.Saat mereka menjauhi tempat itu, Alden merasa beban yang mengendap di dadanya semakin berat. Dia tak bisa menerima bahwa Alana telah menjadi target musuh-musuhnya. Namun, dalam keadaan genting seperti ini, dia harus memprioritaskan keselamatan Alana di atas segalanya.Setelah meletakkan Alana di dalam mobilnya, Alden segera memacu kendaraannya menjauh dari tempat itu. Pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran dan pertanyaan tentang siapa di balik serangan itu, dan bagaimana mereka bisa menemukan solusinya.Sementara itu, Frey beserta orang-orangnya mulai melakukan penyerangan balik. Dia memang sudah mendapatkan informasi terkait mobil Alden yang dikejar oleh orang hingga berakhir di sebuah desa itu.Suara pukulan dan tembakan salih sahut di tengah kesunyian malam. Entah sudah berapa banyak korba
Namun, sebelum Alden bisa bereaksi, seseorang menarik tangannya dari belakang. Frey telah tiba di tempat kejadian dengan ekspresi serius di wajahnya."Tuan, kita harus pergi sekarang!" seru Frey sambil menarik Alden menjauh dari kerumunan. Alden mengangguk singkat, masih terkejut dengan kejadian yang baru saja terjadi.Dia segera mengikuti Frey, meninggalkan keributan di belakang. "Ada apa, Frey? Siapa mereka semua?" tanya Alden begitu mereka jauh dari kerumunan.Frey menghela napas. "Aku akan jelaskan semuanya di perjalanan. Tapi sekarang, kita harus cepat pergi dari sini."“Baiklah, kita jemput Alana dulu,” ucap Alden yang kemudian berlari menuju ke gubuk tua tempat mereka singgah di sana.Frey juga mengikutinya dari belakang sambil sesekali dia memerhatikan sekitarnya, memastikan tidak ada yang mengikuti mereka. Dia juga menatap kepergian pria bertopeng itu mulai menjauh dari keributan yang telah terjadi.“Sial!”Frey sedikit terkejut saat Alden keluar dengan marah-marah. Raut waja
Alana berbaring di atas tempat tidur yang beralaskan tikar. Sementara Alden tidur di lantai yang juga beralaskan tikar.Dibandingkan kata rumah, ini lebih disebut sebagai gubuk yang sudah terbengkalai. Tapi, apa boleh buat. Mereka berdua tidak punya pilihan selain beristirahat di sana.Hari semakin gelap, dan mereka belum bisa menghubungi orang lain termasuk Frey. Alden masih memikirkan cara untuk segera keluar dari desa itu, agar tidak mengganggu warga jika mereka ketahuan berada di sana.“Alden,” panggil Alana dengan suara yang pelan.Gadis itu sama sekali tidak bisa menutup matanya. Dia memandangi langit-langit kamar yang sudah reyot itu.“Ada apa?” tanya Alden.“Aku penasaran dengan temanmu itu. Kenapa dia memakai topeng aneh?” tanya Alana tanpa basa-basi.Ya, sejak tadi Alana terus kepikiran tentang teman Alden itu. Terlihat pria itu tak berbicara dengannya, dia juga memakai topeng yang membuatnya terlihat mencurigakan.“Kenapa kau bertanya tentang dia, hem?” Alden kembali bertan
Alden merasakan adrenalinnya meningkat saat situasi semakin tegang. Meskipun ia cemas dengan tindakan Alana yang terlalu berani, namun juga mengagumi keberaniannya.“Baiklah, tapi sebaiknya kau cepat,” ujar Alden sambil menekan tombol untuk membuka atap mobilnya. Suara peluru semakin keras saat menembus bodi mobil.Alana tidak membuang waktu. Begitu atap mobil terbuka, ia segera menarik pelatuk senjata api yang dipegangnya.Dor!“Cepat, kita harus keluar dari sini!” seru Alana, mata Alden memandanginya dengan campuran kekaguman dan ketegangan. Tanpa ragu, Alden menuruti perintahnya, memacu mobil dengan cepat meninggalkan tempat kejadian.Mobil mereka melaju dengan cepat, melewati jalanan yang semakin sepi dan sunyi. Sementara Alana masih berpegang teguh pada senjatanya, siap menghadapi segala kemungkinan di sepanjang perjalanan.Alden, sementara itu, berusaha mempertahankan ketenangannya meskipun hatinya berdegup kencang. Dia merenung tentang keberanian Alana, bagaimana wanita itu tib
Dia melangkah keluar dari ruangannya dengan langkah yang tegas. Pikirannya dipenuhi dengan keputusan untuk menegaskan batas-batas pribadinya, tanpa campur tangan dari siapapun, termasuk Sophia.Dalam perjalanan keluar dari kantor, Alden memikirkan rencana untuk menyelesaikan masalah ini. Dia tidak akan membiarkan campur tangan dari luar mengganggu hubungannya dengan Alana. Kepercayaan dan kebebasan adalah harga yang mahal baginya, dan dia tidak akan membiarkan siapapun mengambilnya.Alden pergi ingin menemui Alana. Dia juga tak sempat memberitahu gadis itu karena perasaannya yang benar-benar dibuat kesal oleh ucapan Sophia.Saat Alden tiba di kafe, dia melihat Alana masih duduk di sana dengan Zane. Dia menemui mereka dengan langkah mantap, wajahnya terlihat serius namun terkontrol."Alana," panggil Alden, membuat Alana dan Zane menoleh ke arahnya.Alana merasa kaget melihat Alden datang, terutama setelah percakapan singkat dengan Sophia yang masih membekas di pikirannya. Namun, dia me