Home / Urban / SANG MAFIA PENGUASA / 1. Pengkhianatan dan Kejutan

Share

SANG MAFIA PENGUASA
SANG MAFIA PENGUASA
Author: MinZimi

1. Pengkhianatan dan Kejutan

Author: MinZimi
last update Huling Na-update: 2023-09-19 17:12:16

“Tuan, mau sampai kapan anda menjalani hari-hari terhina seperti ini?” tanya Frey dengan nada prihatin terhadap sosok pria yang ada di hadapannya.

            Wajahnya tampak cemas mengkhawatirkan kondisi tuannya yang terus merosot seperti orang yang tidak punya gairah hidup lagi.

            Ya, di sanalah sosok Alden Leon Ransen duduk  sendirian. Di meja sudut sebuah restoran yang gelap, tempat dia seakan menyembunyikan diri dari dunia luar yang dulu pernah dikuasainya.

            Tatapannya kosong, beban dan kesedihan yang tak terungkap tercetak jelas dalam garis wajahnya yang tegas. Dengan pakaian pelayan yang digunakannya, ia terlihat seperti pria biasa.

Namun, semua orang yang mengenalnya tahu bahwa Alden bukanlah pria biasa. Ia adalah seorang mafia terkenal yang telah menjalani hidupnya di dunia bawah tanah yang gelap dan berbahaya.

            Alden membuang napas kasar, mengindahkan ucapan Frey yang mencemaskannya itu. “Pergilah, Frey,” katanya dengan pelan.

            “Oh, ayolah, Tuan. Kau juga berhak bahagia!”

            Frey, seorang sahabat lama dan anggota kelompok mafia yang pernah bekerja bersama Alden, terus mencoba untuk membujuknya kembali ke dunia mereka. Namun, lagi-lagi Alden menolaknya dengan mantap.

            Alden menggeleng lemah, “Tidak lagi, Frey!”

"Sudah cukup banyak darah yang tertumpah, Frey. Aku tidak ingin lagi berada di tengah-tengah perang antar kelompok. Aku takut kehilangan lebih banyak orang yang aku cintai,” sambung Alden sembari menghela napas lemah.

            Kenangan masa lalu kembali menghantui pikiran Alden. Dia mengingat bagaimana Vivian yang merupakan sang istri yang sangat dicintainya telah tiada karena musuhnya sendiri selama dia bekerja di dunia yang gelap itu.

            Rasa bersalah dan penyesalan terus menghantui setiap langkahnya. Bagi Alden, dunia mafia adalah balasan atas ketidakmampuannya menjaga dan melindungi sang istri. Dia merasa pantas menerima perlakuan hina yang selama ini diterimanya sebagai seorang pelayan.

“Tapi Tuan, mereka membutuhkanmu. Kelompok kita hancur tanpamu. Kamu adalah satu-satunya yang bisa menyatukan kami kembali!” Frey masih tetap pada pendiriannya untuk terus membujuk Alden.

Alden merenung sejenak sebelum menjawab dengan hati-hati.

“Aku tahu kamu ingin membantu, tapi kamu tak bisa mengerti betapa sakitnya kehilangan Vivian. Aku tidak ingin ada lagi korban dari hidupku yang kelam ini.”

            Sudut bibir Frey terangkat, hendak mengatakan sesuatu. Namun, ucapannya kembali ditelan ketikan tiba-tiba kepala staf restoran datang dan langsung menyiramkan air di kepala Alden.

            “Enak sekali hidupmu, heh! Dasar pria miskin, kau hanya tahu bermalas-malasan di sini!” Kepala staf restoran itu marah dan memaki Alden.

             Frey melotot tidak terima melihat tuannya dimaki di depan matanya sendiri dan di hadapan orang banyak. Ia hendak memberi pelajaran, namun dengan cepat Alden berdiri menahannya dengan memberi kode untuk tetap diam.

            Alden menatap sejenak lantai di hadapannya yang telah kotor dengan pecahan gelas yang berserakan. Ia menarik napas pelan dan berkata, “Maafkan aku, ini tidak akan terulang lagi.”

            Alden tertunduk, tapi dia juga harus mempertahankan harga dirinya di depan orang lain, meskipun hatinya masih hancur karena kehilangan sang istri.

            Frey mencoba mengerti keputusan Alden yang tidak ingin ketenanganya terganggu. Dia hanya diam menahan emosinya pada kepala staf yang sombong itu.

            “Kau pikir kata maaf akan menyelesaikan semuanya? Aku akan mengadukanmu pada atasan! Tapi sebelum itu, kau  bersihkan lantai ini dengan lidahmu dan menggongonglah seperti anjing memohon ampun padaku!”

            Alden mengeram, menahan emosinya yang sudah ingin mencuat. Dia tahu kalau kepala staff itu memiliki kekuasaan karena keponakan dari pemilik restoran tempatnya bekerja.

            “Kau sudah keterlaluan, aku tidak akan melakukannya,” sahut Alden menolak dengan sabar.

            “Heh, ini adalah balasan untukmu atas semua pujian yang kamu dapat dari pelangan. Kau bukan siapa-siapa di sini! Cepat jilat lantai itu!” perintah kepala staff itu dengan matanya yang melotot marah.

            Alden hanya tersenyum tipis tanpa menunjukkan emosi yang meluap dalam dirinya sebagai jawaban. Sayangnya, kepala staff itu tak terima, dan melepar gelas ke arah Alden.

            Dengan sigap, Alden menangkap gelas itu untuk melindungi alat vitalnya. Kepala staff itu terkejut, namun dengan cepat menganti ekspresi wajahnya menjadi kesal.

            “Kau berani melawanku? Kau pikir siapa dirimu, hah?” Kepala pelayan ini berteriak hingga mereka menjadi pusat perhatian.

“Kau hanya pelayan rendahan, miskin dan tidak berguna!” lanjutnya lagi.

            Frey yang sudah geram pun angkat bicara. Sejak tadi dia sudah panas dingin menyaksikan bagaimana Alden ditertawakan dan direndahkan.

            “Tuan, Vivian masih hidup. Dia telah mengkhianati kita, bekerja sama dengan kelompok David Durant untuk menghancurkan kelompok kita,” ucap Frey dengan berapi-api.

            Alden tertegun, bagai disambar oleh petir mendengar kabar dari asistennya itu. Tangannya mengepal dengan kuat, dan perasaannya menjadi tidak karuan.

Alden tidak tahu apakah dia harus percaya pada kata-kata Frey atau tidak. Rasa curiga dan ketidakpercayaan masih menghantui pikirannya. Jika itu benar, mengapa Frey tidak memberitahunya sejak dulu?

            “Apa itu cerita dongeng dari dunia kriminal kalian? Kau sangat pandai merangkai cerita, heh.”

            Kepala staff restoran itu menertawakan cerita Frey. Dia mencibir, menatap dengan jijik sosok Alden dengan pakaian pelayannya yang lusuh, ditambah seorang pria berjas hitam berdiri di samping Alden dengan cerita konyolnya.

            Alden mengangkat pandangan matanya yang tajam. Gelas dalam tangannya digenggam hingga pecah, darah mengalir dari sela-sela jarinya. Orang-orang yang berada di sana terkejut, tak terkecuali kepala staff itu.

            Dalam sekejap suasana berubah. Alden yang biasa terdiam dan mengalah, mulai menunjukkan sisi kejamnya yang telah lama ditahan. Wajah kepala staff memucat, dia berjalan mundur mencoba menghindari Alden yang terus melangkah pelan menuju ke arahnya.

            “Ayo pergi!” ajak Alden pada Frey.

            “Kau mau kemana pelayan murahan? Aku bisa melaporkanmu ke polisi jika kau berani meninggalkan restoran ini!” ancam kepala staff itu pada Alden yang hendak pergi.

            Alden tersenyum dingin, dia berbalik dan mencekik kepala staff itu.

“Aku mungkin akan mematahkan lehermu sebelum polisi bisa datang!”

Wajah kepala staff itu semakin memucat. Dia berontak, mencoba melepaskan cengkraman tangan Alden yang kuat di lehernya. Dia bahkan tak sadar telah kencing di celana karena ketakutannya terhadap perubahan Alden.

“Jangan menghalangi jalanku!” kata Alden melempar kepala staff itu ke lantai.

Semua orang di tempat tersebut tertegun melihat perubahan drastis yang terjadi pada Alden. Sisi anggun dari seorang pelayan rendahan berubah menjadi sosok yang menakutkan. Kegelapan di masa lalunya, pengkhianatan istrinya, dan penderitaannya telah membuat Alden melampaui batas dan kembali menjadi sosok yang ditakuti.

Alden berdiri dengan wajah dinginnya. Tatapan matanya yang dulu terlihat tidak bergairah, kini berubah menjadi sangat tajam. Seolah-olah, tatapan matanya bisa menusuk siapa saja yang melihatnya.

 “K-kau... siapa kau sebenarnya?” Kepala staff mencoba bertanya dengan sisa keberaniannya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • SANG MAFIA PENGUASA   112. Kesalahan Orang Lain

    Alden terdiam sejenak, meresapi kata-kata Zane dengan serius. Tidak hanya Zane yang mengingatkannya pada tanggung jawabnya terhadap Alana, tetapi juga hatinya yang penuh dengan keraguan dan kebingungan."Aku tidak akan mengecewakannya," ujar Alden dengan mantap, meskipun terasa seperti dia lebih mencoba meyakinkan dirinya sendiri daripada Zane.Zane hanya mengangguk sekali lagi, ekspresinya tetap serius dan agak ragu. Keduanya saling bertukar pandang sebentar, sebelum akhirnya Zane berbalik dan meninggalkan ruangan.Alden duduk kembali di tempatnya, membiarkan kata-kata Zane meresap dalam pikirannya. Dia merasa bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan Alana saat ini.Dengan perasaan yang membara, Alden bangkit dari kursinya dengan langkah-langkah mantap. Wajahnya memancarkan kemarahan yang mendalam. Dia tidak bisa membiarkan orang yang telah menyentuh Alana dengan kasar itu lepas begitu saja.Langkah Alden yang cepat menuntunnya keluar dari ruangan. Dengan pandangan tajam,

  • SANG MAFIA PENGUASA   111. Balas Dendam Terbaik

    Frey mengangguk patuh pada perintah Alden, menyeret pria tua itu menjauh dari kerumunan. Sedangkan Alden, dengan Alana yang masih tidak berdaya di pelukannya, bergerak cepat menuju kendaraannya.Saat mereka menjauhi tempat itu, Alden merasa beban yang mengendap di dadanya semakin berat. Dia tak bisa menerima bahwa Alana telah menjadi target musuh-musuhnya. Namun, dalam keadaan genting seperti ini, dia harus memprioritaskan keselamatan Alana di atas segalanya.Setelah meletakkan Alana di dalam mobilnya, Alden segera memacu kendaraannya menjauh dari tempat itu. Pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran dan pertanyaan tentang siapa di balik serangan itu, dan bagaimana mereka bisa menemukan solusinya.Sementara itu, Frey beserta orang-orangnya mulai melakukan penyerangan balik. Dia memang sudah mendapatkan informasi terkait mobil Alden yang dikejar oleh orang hingga berakhir di sebuah desa itu.Suara pukulan dan tembakan salih sahut di tengah kesunyian malam. Entah sudah berapa banyak korba

  • SANG MAFIA PENGUASA   110. Kembalikan Wanitaku!

    Namun, sebelum Alden bisa bereaksi, seseorang menarik tangannya dari belakang. Frey telah tiba di tempat kejadian dengan ekspresi serius di wajahnya."Tuan, kita harus pergi sekarang!" seru Frey sambil menarik Alden menjauh dari kerumunan. Alden mengangguk singkat, masih terkejut dengan kejadian yang baru saja terjadi.Dia segera mengikuti Frey, meninggalkan keributan di belakang. "Ada apa, Frey? Siapa mereka semua?" tanya Alden begitu mereka jauh dari kerumunan.Frey menghela napas. "Aku akan jelaskan semuanya di perjalanan. Tapi sekarang, kita harus cepat pergi dari sini."“Baiklah, kita jemput Alana dulu,” ucap Alden yang kemudian berlari menuju ke gubuk tua tempat mereka singgah di sana.Frey juga mengikutinya dari belakang sambil sesekali dia memerhatikan sekitarnya, memastikan tidak ada yang mengikuti mereka. Dia juga menatap kepergian pria bertopeng itu mulai menjauh dari keributan yang telah terjadi.“Sial!”Frey sedikit terkejut saat Alden keluar dengan marah-marah. Raut waja

  • SANG MAFIA PENGUASA   109. Orang yang Dikenalnya Muncul

    Alana berbaring di atas tempat tidur yang beralaskan tikar. Sementara Alden tidur di lantai yang juga beralaskan tikar.Dibandingkan kata rumah, ini lebih disebut sebagai gubuk yang sudah terbengkalai. Tapi, apa boleh buat. Mereka berdua tidak punya pilihan selain beristirahat di sana.Hari semakin gelap, dan mereka belum bisa menghubungi orang lain termasuk Frey. Alden masih memikirkan cara untuk segera keluar dari desa itu, agar tidak mengganggu warga jika mereka ketahuan berada di sana.“Alden,” panggil Alana dengan suara yang pelan.Gadis itu sama sekali tidak bisa menutup matanya. Dia memandangi langit-langit kamar yang sudah reyot itu.“Ada apa?” tanya Alden.“Aku penasaran dengan temanmu itu. Kenapa dia memakai topeng aneh?” tanya Alana tanpa basa-basi.Ya, sejak tadi Alana terus kepikiran tentang teman Alden itu. Terlihat pria itu tak berbicara dengannya, dia juga memakai topeng yang membuatnya terlihat mencurigakan.“Kenapa kau bertanya tentang dia, hem?” Alden kembali bertan

  • SANG MAFIA PENGUASA   108. Teman Baru

    Alden merasakan adrenalinnya meningkat saat situasi semakin tegang. Meskipun ia cemas dengan tindakan Alana yang terlalu berani, namun juga mengagumi keberaniannya.“Baiklah, tapi sebaiknya kau cepat,” ujar Alden sambil menekan tombol untuk membuka atap mobilnya. Suara peluru semakin keras saat menembus bodi mobil.Alana tidak membuang waktu. Begitu atap mobil terbuka, ia segera menarik pelatuk senjata api yang dipegangnya.Dor!“Cepat, kita harus keluar dari sini!” seru Alana, mata Alden memandanginya dengan campuran kekaguman dan ketegangan. Tanpa ragu, Alden menuruti perintahnya, memacu mobil dengan cepat meninggalkan tempat kejadian.Mobil mereka melaju dengan cepat, melewati jalanan yang semakin sepi dan sunyi. Sementara Alana masih berpegang teguh pada senjatanya, siap menghadapi segala kemungkinan di sepanjang perjalanan.Alden, sementara itu, berusaha mempertahankan ketenangannya meskipun hatinya berdegup kencang. Dia merenung tentang keberanian Alana, bagaimana wanita itu tib

  • SANG MAFIA PENGUASA   107. Penyerangan di Jalan

    Dia melangkah keluar dari ruangannya dengan langkah yang tegas. Pikirannya dipenuhi dengan keputusan untuk menegaskan batas-batas pribadinya, tanpa campur tangan dari siapapun, termasuk Sophia.Dalam perjalanan keluar dari kantor, Alden memikirkan rencana untuk menyelesaikan masalah ini. Dia tidak akan membiarkan campur tangan dari luar mengganggu hubungannya dengan Alana. Kepercayaan dan kebebasan adalah harga yang mahal baginya, dan dia tidak akan membiarkan siapapun mengambilnya.Alden pergi ingin menemui Alana. Dia juga tak sempat memberitahu gadis itu karena perasaannya yang benar-benar dibuat kesal oleh ucapan Sophia.Saat Alden tiba di kafe, dia melihat Alana masih duduk di sana dengan Zane. Dia menemui mereka dengan langkah mantap, wajahnya terlihat serius namun terkontrol."Alana," panggil Alden, membuat Alana dan Zane menoleh ke arahnya.Alana merasa kaget melihat Alden datang, terutama setelah percakapan singkat dengan Sophia yang masih membekas di pikirannya. Namun, dia me

  • SANG MAFIA PENGUASA   106. Cara Kami Berhubungan

    Dalam hati, Alana merasa frustrasi dengan pertemuan tersebut. Meskipun dia yakin dengan keputusannya untuk mempertahankan kemandiriannya, namun sikap Sophia membuatnya merasa kesal. Dia tidak suka jika ada orang yang berusaha mengatur hidupnya atau meragukan kemampuannya untuk membuat keputusan sendiri."Sialan! Dia pikir aku tidak tahu siapa dirinya, heh? Menyebalkan!" desis Alana dalam hati, menyesali percakapan yang baru saja terjadi. Meskipun dia berusaha memaklumi kekhawatiran Sophia, tapi cara Sophia menyampaikan pesannya membuatnya merasa tersinggung.Dengan wajah yang tegang, Alana mengambil tegukan panjang dari kopi hangatnya, berusaha menenangkan diri. Dia tahu bahwa dia harus tetap tenang dan tegar menghadapi situasi ini.Dering ponselnya, menglihkan perhatian Alana. Dia menghela napas panjang, sebelum menjawab telepon tersebut. “Aku sedang di kafe,” jawab Alana singkat.Namun, belum selesai dia berbicara, telepon itu lebih dulu terputus. Alana berdecak sebal, t

  • SANG MAFIA PENGUASA   105. Konflik Baru yang Menyebalkan

    “Apa yang sebenarnya kalian ributkan?” Alden bertanya disaat dia sedang berdua dengan Frey. Mendengar alasan kedua eldernya itu tak membuat sepenuhnya percaya. Alden tahu betul bagaimana sosok Frey selama bekerja dengannya.Frey menatap Alden dengan tatapan yang penuh pertanggungjawaban. Dia merasa tegang menyadari bahwa dia harus memberikan penjelasan yang meyakinkan kepada Alden.“Tuan, ini bukanlah masalah besar. Kami hanya memiliki perbedaan pendapat kecil yang berujung pada pertengkaran. Itu sudah selesai dan tidak akan mengganggu kinerja kami di masa mendatang,” jawab Frey dengan suara yang berusaha tenang.Alden menyimak penjelasan Frey dengan cermat, tetapi ada keraguan yang masih menghantui pikirannya. Dia tahu betul bagaimana dinamika kerja di dalam organisasinya, dan dia tidak akan percaya begitu saja tanpa memastikan semuanya benar-benar terselesaikan.“Apa sekarang kau menutupi sesuatu dariku, Frey?” Alden kembali mendesak.Frey menelan sal

  • SANG MAFIA PENGUASA   104. Masalah yang Tidak Ada Habisnya

    Alana menatap pria paruh baya itu dengan sikap tegas, tidak gentar meski dihadapkan pada intimidasi."Rasa terima kasih? Bagi apa? Bagi apa kamu memaksaku masuk ke dalam situasi yang bahaya? Kau harusnya tahu,aku tidak akan membiarkan siapapun memperlakukan diriku dengan semena-mena, termasuk kamu!"Pria paruh baya itu menahan kemarahannya, menyadari bahwa Alana tidak akan mundur begitu saja. Namun, ekspresi wajahnya masih penuh dengan ketidaksenangan."Ini bukan masalah terima kasih, Alana. Ini tentang keselamatanmu juga. Alden tidak akan selalu ada untuk melindungimu."Alana menahan napasnya sejenak, menimbang kata-kata pria itu dengan hati-hati. "Aku tahu bagaimana mengurus diriku sendiri, dan aku juga tahu kapan harus meminta bantuan. Jadi, jangan membuat kamu menjadi alasan mengapa aku harus bersyukur."Dengan tatapan tajam, Alana meninggalkan pria paruh baya itu sendirian dengan pikirannya. Dia tidak akan membiarkan dirinya dipermainkan atau dikuasai oleh siapapun, bahkan dalam

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status