Share

SANG MAFIA PENGUASA
SANG MAFIA PENGUASA
Penulis: MinZimi

1. Pengkhianatan dan Kejutan

“Tuan, mau sampai kapan anda menjalani hari-hari terhina seperti ini?” tanya Frey dengan nada prihatin terhadap sosok pria yang ada di hadapannya.

            Wajahnya tampak cemas mengkhawatirkan kondisi tuannya yang terus merosot seperti orang yang tidak punya gairah hidup lagi.

            Ya, di sanalah sosok Alden Leon Ransen duduk  sendirian. Di meja sudut sebuah restoran yang gelap, tempat dia seakan menyembunyikan diri dari dunia luar yang dulu pernah dikuasainya.

            Tatapannya kosong, beban dan kesedihan yang tak terungkap tercetak jelas dalam garis wajahnya yang tegas. Dengan pakaian pelayan yang digunakannya, ia terlihat seperti pria biasa.

Namun, semua orang yang mengenalnya tahu bahwa Alden bukanlah pria biasa. Ia adalah seorang mafia terkenal yang telah menjalani hidupnya di dunia bawah tanah yang gelap dan berbahaya.

            Alden membuang napas kasar, mengindahkan ucapan Frey yang mencemaskannya itu. “Pergilah, Frey,” katanya dengan pelan.

            “Oh, ayolah, Tuan. Kau juga berhak bahagia!”

            Frey, seorang sahabat lama dan anggota kelompok mafia yang pernah bekerja bersama Alden, terus mencoba untuk membujuknya kembali ke dunia mereka. Namun, lagi-lagi Alden menolaknya dengan mantap.

            Alden menggeleng lemah, “Tidak lagi, Frey!”

"Sudah cukup banyak darah yang tertumpah, Frey. Aku tidak ingin lagi berada di tengah-tengah perang antar kelompok. Aku takut kehilangan lebih banyak orang yang aku cintai,” sambung Alden sembari menghela napas lemah.

            Kenangan masa lalu kembali menghantui pikiran Alden. Dia mengingat bagaimana Vivian yang merupakan sang istri yang sangat dicintainya telah tiada karena musuhnya sendiri selama dia bekerja di dunia yang gelap itu.

            Rasa bersalah dan penyesalan terus menghantui setiap langkahnya. Bagi Alden, dunia mafia adalah balasan atas ketidakmampuannya menjaga dan melindungi sang istri. Dia merasa pantas menerima perlakuan hina yang selama ini diterimanya sebagai seorang pelayan.

“Tapi Tuan, mereka membutuhkanmu. Kelompok kita hancur tanpamu. Kamu adalah satu-satunya yang bisa menyatukan kami kembali!” Frey masih tetap pada pendiriannya untuk terus membujuk Alden.

Alden merenung sejenak sebelum menjawab dengan hati-hati.

“Aku tahu kamu ingin membantu, tapi kamu tak bisa mengerti betapa sakitnya kehilangan Vivian. Aku tidak ingin ada lagi korban dari hidupku yang kelam ini.”

            Sudut bibir Frey terangkat, hendak mengatakan sesuatu. Namun, ucapannya kembali ditelan ketikan tiba-tiba kepala staf restoran datang dan langsung menyiramkan air di kepala Alden.

            “Enak sekali hidupmu, heh! Dasar pria miskin, kau hanya tahu bermalas-malasan di sini!” Kepala staf restoran itu marah dan memaki Alden.

             Frey melotot tidak terima melihat tuannya dimaki di depan matanya sendiri dan di hadapan orang banyak. Ia hendak memberi pelajaran, namun dengan cepat Alden berdiri menahannya dengan memberi kode untuk tetap diam.

            Alden menatap sejenak lantai di hadapannya yang telah kotor dengan pecahan gelas yang berserakan. Ia menarik napas pelan dan berkata, “Maafkan aku, ini tidak akan terulang lagi.”

            Alden tertunduk, tapi dia juga harus mempertahankan harga dirinya di depan orang lain, meskipun hatinya masih hancur karena kehilangan sang istri.

            Frey mencoba mengerti keputusan Alden yang tidak ingin ketenanganya terganggu. Dia hanya diam menahan emosinya pada kepala staf yang sombong itu.

            “Kau pikir kata maaf akan menyelesaikan semuanya? Aku akan mengadukanmu pada atasan! Tapi sebelum itu, kau  bersihkan lantai ini dengan lidahmu dan menggongonglah seperti anjing memohon ampun padaku!”

            Alden mengeram, menahan emosinya yang sudah ingin mencuat. Dia tahu kalau kepala staff itu memiliki kekuasaan karena keponakan dari pemilik restoran tempatnya bekerja.

            “Kau sudah keterlaluan, aku tidak akan melakukannya,” sahut Alden menolak dengan sabar.

            “Heh, ini adalah balasan untukmu atas semua pujian yang kamu dapat dari pelangan. Kau bukan siapa-siapa di sini! Cepat jilat lantai itu!” perintah kepala staff itu dengan matanya yang melotot marah.

            Alden hanya tersenyum tipis tanpa menunjukkan emosi yang meluap dalam dirinya sebagai jawaban. Sayangnya, kepala staff itu tak terima, dan melepar gelas ke arah Alden.

            Dengan sigap, Alden menangkap gelas itu untuk melindungi alat vitalnya. Kepala staff itu terkejut, namun dengan cepat menganti ekspresi wajahnya menjadi kesal.

            “Kau berani melawanku? Kau pikir siapa dirimu, hah?” Kepala pelayan ini berteriak hingga mereka menjadi pusat perhatian.

“Kau hanya pelayan rendahan, miskin dan tidak berguna!” lanjutnya lagi.

            Frey yang sudah geram pun angkat bicara. Sejak tadi dia sudah panas dingin menyaksikan bagaimana Alden ditertawakan dan direndahkan.

            “Tuan, Vivian masih hidup. Dia telah mengkhianati kita, bekerja sama dengan kelompok David Durant untuk menghancurkan kelompok kita,” ucap Frey dengan berapi-api.

            Alden tertegun, bagai disambar oleh petir mendengar kabar dari asistennya itu. Tangannya mengepal dengan kuat, dan perasaannya menjadi tidak karuan.

Alden tidak tahu apakah dia harus percaya pada kata-kata Frey atau tidak. Rasa curiga dan ketidakpercayaan masih menghantui pikirannya. Jika itu benar, mengapa Frey tidak memberitahunya sejak dulu?

            “Apa itu cerita dongeng dari dunia kriminal kalian? Kau sangat pandai merangkai cerita, heh.”

            Kepala staff restoran itu menertawakan cerita Frey. Dia mencibir, menatap dengan jijik sosok Alden dengan pakaian pelayannya yang lusuh, ditambah seorang pria berjas hitam berdiri di samping Alden dengan cerita konyolnya.

            Alden mengangkat pandangan matanya yang tajam. Gelas dalam tangannya digenggam hingga pecah, darah mengalir dari sela-sela jarinya. Orang-orang yang berada di sana terkejut, tak terkecuali kepala staff itu.

            Dalam sekejap suasana berubah. Alden yang biasa terdiam dan mengalah, mulai menunjukkan sisi kejamnya yang telah lama ditahan. Wajah kepala staff memucat, dia berjalan mundur mencoba menghindari Alden yang terus melangkah pelan menuju ke arahnya.

            “Ayo pergi!” ajak Alden pada Frey.

            “Kau mau kemana pelayan murahan? Aku bisa melaporkanmu ke polisi jika kau berani meninggalkan restoran ini!” ancam kepala staff itu pada Alden yang hendak pergi.

            Alden tersenyum dingin, dia berbalik dan mencekik kepala staff itu.

“Aku mungkin akan mematahkan lehermu sebelum polisi bisa datang!”

Wajah kepala staff itu semakin memucat. Dia berontak, mencoba melepaskan cengkraman tangan Alden yang kuat di lehernya. Dia bahkan tak sadar telah kencing di celana karena ketakutannya terhadap perubahan Alden.

“Jangan menghalangi jalanku!” kata Alden melempar kepala staff itu ke lantai.

Semua orang di tempat tersebut tertegun melihat perubahan drastis yang terjadi pada Alden. Sisi anggun dari seorang pelayan rendahan berubah menjadi sosok yang menakutkan. Kegelapan di masa lalunya, pengkhianatan istrinya, dan penderitaannya telah membuat Alden melampaui batas dan kembali menjadi sosok yang ditakuti.

Alden berdiri dengan wajah dinginnya. Tatapan matanya yang dulu terlihat tidak bergairah, kini berubah menjadi sangat tajam. Seolah-olah, tatapan matanya bisa menusuk siapa saja yang melihatnya.

 “K-kau... siapa kau sebenarnya?” Kepala staff mencoba bertanya dengan sisa keberaniannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status