Share

BAB 2 Rahasia Tersembunyi

Puspa semakin tidak mengerti dengan bertanyaan Andre.

“Kenapa Tuan menanyakan hal privasi seperti itu?” tanya Puspa tidak nyaman.

“Kamu orang asing yang datang dari antah berantah. Aku perlu tahu apakah kamu aktif secara seksual dan membawa penyakit atau tidak.”

“Saya masih perawan,” jawab Puspa dengan ketus. Sesungguhnya pertanyaan itu sangat menyinggung. Namun, ia dibuat seakan tidak punya pilihan selain menjawab.

Andre terdiam sejenak. Ia tidak menyangka jika jawaban seperti itu akan keluar dari mulut Puspa.

“Kalau begitu buktikan,” tantang Andre yang semakin penasaran.

“Apa? Anda gila? Saya di sini untuk mencari pekerjaan bukan untuk menjual keperawanan!”

Andre tersenyum seringai. “Gadis perawan sangat langka dan ucapanmu tidak bisa dipercaya sebelum adanya pembuktian. Terlebih aku masih yakin kamu hendak mencuri di rumah ini dan ‘mencari pekerjaan’ itu hanyalah alibimu semata.”

“Ta-tapi, Tuan saya berkata jujur.”

SRET!

Andre mengambil amplop berisikan uang tunai dari dalam lacinya dan menyerahkannya kepada Puspa. “Ambil uang ini dan kembalilah ke jalan yang benar. Jangan berpikir untuk mencuri di rumahku jika kamu masih ingin tanganmu utuh.”

Puspa mendengus kesal. Ia kesal setengah mati. Rasanya ingin sekali ia mengumpat dan memaki pria sombong yang sudah seenaknya menuduh seperti itu. Beruntunglah Puspa masih sadar posisi. Bahwa dirinya bukan siapa-siapa, hanya gadis miskin yang membutuhkan uang. Sekuat tenaga ia menahan gejolak emosi dalam dirinya.

Ketimbang meledekkan emosinya, ia justru melengkungkan senyuman untuk menunjukkan kedewasaannya dalam bersikap dan  tetap menerima uang itu karena memang ia sedang butuh uang.

Andre lalu membungkukkan badannya sedikit dan berbisik tepat di telinga Puspa, “Datanglah lagi, jika kamu berubah pikiran soal membuktikan keperawananmu padaku. Aku bisa menjamin kebutuhan finansialmu akan terpenuhi jika kamu bersedia.”

Puspa tidak menjawab. Entah mengapa kalimat itu  terdengar seperti orang yang sedang menyalakan api ke dalam timbunan bensin. Sebelum dirinya meledak marah, buru-buru Puspa lari meninggalkan rumah Andre.

Sementara, Andre hanya menatap gadis itu berlari keluar lalu menghela napas panjang. Ia merasa lelah dengan aktivitasnya hari ini dan memilih merebahkan dirinya ke atas sofa yang ada di ruang kerjanya. Sambil memejamkan mata, Andre berpikir, ‘Apa benar di dunia ini masih ada gadis secantik itu tapi masih perawan? Biasanya gadis berparas cantik bisa dengan mudah melepaskan keperawananya. Apalagi saat butuh uang. Aku punya uang tapi aku tidak pernah merasakan yang namanya keperawanan. Sial! Hhh … gadis itu, sangat menarik untuk dicoba’.

                                                                              ***

Puspa mengedarkan pandangan, mencari tempat duduk yang nyaman untuk dia beristirahat. Ia sangat penasaran dengan isi dari amplop yang diberikan oleh Andre. Sebenarnya Puspa sempat berpikiran negatif jika amplop itu hanya berisikan koran atau kertas bekas, mengingat sikap Andre yang kurang ajar.

Di sebuah taman yang sepi dari pengunjung, Puspa duduk di balik sebuah pagar. Tepatnya di pinggir selokan yang kering dan sulit dijangkau oleh manik mata orang yang melintas.

Bola matanya nyaris keluar saat melihat isi amplop itu, mulutnya bagaikan gua yang menganga lebar melihat dua bendel uang kertas berwarna merah. Gadis itu kembali mengedarkan pandangan. Memastikan keadaan di sekelilingnya benar-benar aman.

Kemudian ia mengeluarkan 2 bendel uang yang masih tersegel kertas dari bank bertuliskan pecahan 100 ribu rupiah sebanyak 100 lembar di masing-masing bandelnya.

“Ini uang asli kan ya?” ucapnya ragu sembari mengamati lembar demi lembar uang itu. Ia khawatir ada tulisan “uang mainan” di kertas itu. Namun, tidak. Uang itu benar-benar asli.

 “Wow! Dua puluh juta?” Puspa masih belum percaya dengan penglihatannya.

Berkali-kali dia mengusap kedua matanya. Dia tertegun, seumur hidupnya sama sekali dia belum pernah memegang uang sebanyak ini.

“Alhamdulillah! Terima kasih, Ya Allah! Ini bisa buat makan setahun. Buat bayar kontrakan dan hutang-hutang di warung. Bisa juga untuk buka warung,” seru Puspa lirih sambil memeluk amplop coklat itu.

“Hari ini aku mau beli makanan yang enak- enak buat Nenek, ah. Biar Nenek senang. Sate ayam, ayam krispi, martabak telur, martabak manis, sop buah. Pokoknya makan makanan yang enak-enak. Kayak orang-orang kaya yang tiap hari bisa keluar masuk mall,” ucapnya girang.

Puspa mengambil dua lembar uang kertas yang berwarna merah. Kemudian sisanya dia simpan ke dalam tas kecil kumalnya yang setiap hari selalu dia bawa.

Selama ini, Puspa bekerja keras untuk hidup. Walau hanya sebagai tukang parkir atau mencuci mobil. Bahkan sebagai kuli pasar yang sesekali membantu ibu-ibu atau bapak-bapak seperti Jon yang sedang kerepotan membawa barang belanjaannya.

Baginya upah yang dia dapat, sangat berharga. Seberapapun jumlah uang itu.

                                                                             ***

          Dengan membawa beberapa kantong kresek berisi makanan, Puspa mengayunkan kakinya dengan riang menuju rumah. Ia sudah membayangkan neneknya akan sangat senang dengan makanan yang ia bawa.

          “Nek! Nenek! Puspa pulang, Nek. Nenek ada di mana?” seru Puspa sembari celingukkan mencari neneknya ke sekeliling rumah kecilnya. Namun ia tidak menemukan siapa pun.

          “Loh ke mana Nenekku? Apa nenek lagi ke warung untuk berhutang beras lagi?” tanya Puspa bermonolog. Buru-buru Puspa keluar dari rumah untuk mencari keberadaan neneknya.

          Baru saja sampai di depan rumah, ia dihampiri oleh tetangganya bernama Maria.

          “Puspa!” panggil Maria.

          “Iya, Bu Maria? Ada apa ya?”

          “Kamu itu kemana saja? Nenekmu tadi pingsan. Dan tadi dibawa oleh Pak RT ke rumah sakit.”

“Apa? Nenek pingsan? Di Rumah Sakit? Lalu, bagaimana keadaannya sekarang?” Puspa seketika syok. Jantungnya serasa melesat keluar dengan cepat. Kakinya bagaikan tak bertulang.

“Pak RT masih di rumah sakit menjaga nenekmu. Lebih baik kamu sekarang ke rumah sakit. Aku antar,” ucap Maria.

“Iya, Bu. Iya. Tolong ya, Bu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status