Share

BAB 2

"Eergghhhh," rintihnya. Tubuhnya sakit semua. Memegangi lehernya yang nyeri, Abigail mencoba untuk bergerak.

"Abi." Suara yang dikenalnya terdengar, terlalu silau untuk memastikan. "Kau baik-baik saja?"

"Riley," ucapnya ragu dengan suara serak.

"Aku di sini." Abigail merasakan seseorang menggendongnya. "Ayo kita pergi dari sini."

Abi pasrah saat Riley membawa dan memasukkannya ke mobil, bergegas ke kursi kemudi, memundurkan mobilnya menjauh. Abi yang memegangi lehernya menatap bajingan yang tadi ingin membunuhnya sudah bangkit berdiri seraya memakai topinya lagi.

Riley memberhentikan mobilnya dengan mesin menyala, menghadap ke lelaki itu yang hanya diam di tempatnya memandangi Abigail. Tidak menyadari kalau lelaki itu sudah mengacungkan tembakan.

DORRR...DORRR...DORRR

PRAAANKKK!

"Sial!” Riley mengumpat, Abigail merundukkan kepala, kaca spion di sisi Riley pecah, ada lubang di kaca mobil atas dan entah di mana peluru yang lain meninggalkan bekas.

Riley banting setir, menginjak pedal gas dan mobil melesat pergi dari sana dengan cepat.

DORRR...DORRR...DOOORR

Bunyi tembakan masih terdengar, Abigail merunduk meski tatapannya terkunci pada lelaki itu melalui kaca spion, lelaki jelmaan Angel dengan peringai seperti Devil itu berdiri di sana.

Abigail tidak bisa mengalihkan tatapannya. Saat mobil hampir mencapai belokan menuju arah jalan raya satu tembakan dibidikkan dengan tepat.

DOORR!

PRAAANKK!

"Sial!!" Umpat Riley.

Kaca spion yang tersisa satu itu pecah berkeping-keping menghilangkan sosoknya membuat Abigail terkesiap luar biasa dengan tangan menutupi mulut.

"Sialan!!" Desis Riley, melajukan mobilnya. "Laki-laki itu memberikan peringatan keras karena kita kabur." Riley melirik Abi yang bergeming dengan tubuh kaku. "Kau tidak apa-apa,Abi?"

"Aku baik-baik saja—" suaranya begetar, pelan-pelan saat mobil semakin menjauhi dermaga, Abigail menghembuskan napasnya karena terlepas dari kemungkinan mati muda. "Kenapa lelaki itu tidak mati saja saat kau menabraknya tadi?"

"Laki-laki itu tidak bisa mati dengan mudah. Lagipula, kalau kita berhasil melakukannya, aku yakin kita tidak akan bisa hidup dengan normal lagi."

"Siapa dia? Auranya membuatku takut."

"Siapapun yang berhadapan dengannya seharusnya ketakutan. Untung saja aku datang tepat waktu menyelamatkanmu," desah Riley. "Kalau tidak, aku tidak tahu lagi."

Abigail menoleh ke Riley yang fokus dengan jalanan di depannya.

"Siapa dia?"

Riley menoleh sekilas, "Lucca Alonzo. Kau berhadapan langsung dengan pimpinan Mafia penguasa Italia." Abigail terhenyak di kursinya, kembali membayangkan wajah lelaki itu. "Kau beruntung masih hidup."

"Lucca? Lucca Alonzo?" Ujarnya heran. "Apa dia lelaki yang dimaksud Thomas?"

Riley terdiam sesaat sebelum mengangguk, "Sebaiknya kejadian ini menjadi bahan pertimbanganmu untuk segera pulang."

"Kau tahu kalau Thomas menahan semua surat-suratku."

"Minta padanya!" Riley berdecak, "Seharusnya sudah sejak lama kau kembali ke tanah kelahiranmu, bersama saudara kembarmu, bukannya bersama lelaki gila judi itu."

Abigail hanya diam, menurunkan pandangan, meremas sesuatu yang ada di tangannya. Saat kepalannya merenggang, nampak kalung berbentuk salib dengan ukirannya yang cantik, tidak sengaja dia temukan saat terjatuh tadi.

"Maaf aku harus menyelamatkanmu dengan menabraknya," ucap Riley. "Aku tidak akan menang melawannya sendirian."

Abigail menoleh, "Tidak apa-apa. Aku sangat berterima kasih. Aku akan mengganti kerusakan mobilmu."

"Oke."

Setelahnya tidak ada yang berbicara. Abigail menggenggam kalung itu dengan erat, berharap tidak lagi bertemu dengan Lucca suatu hari nanti. Meski dia meragukannya saat melihat kalung di tangannya.  Karena kalau sampai iya, dia tidak yakin bisa meloloskan diri lagi. Pimpinan mafia dan dia berbahaya meski ketampannya begitu membekas diingatan.

Sebaiknya dia memang harus kembali ke Indonesia dan mencari cara untuk mengambil semua surat-suratnya yang ada pada Thomas.

"Kau tahu apa julukannya?" Abigail menggelengkan kepala. "The Black Rose. Kau pasti bisa menduga kenapa dia memiliki julukan itu. Dia bahkan memiliki kebun mawar itu di Mansionnya diambil langsung dari tempat tumbuhnya, Turki."

Abigail membayangkan sosoknya di kepala seraya berbisik, "Memikat, memiliki sisi gelap yang mematikan dan berbahaya, lambang kebencian, perlawanan, keberanian dan kekuatan."

Riley mengangguk. 

Abigail mengalihkan tatapannya keluar dan bergumam sendiri, "Tapi kesetiaannya tidak perlu diragukan lagi. Mawar hitam, tidak akan pernah berubah warna meski dicampur dengan warna apapun."

Abigail duduk menyandar dan memejamkan mata. Mengabaikan bekas cengkraman di lehernya, tanda kalau dia benar-benar bertemu dengan sang Devil dari Italia yang berbahaya. 

The Black Rose

Lucca Alonzo benar-benar Devil meski wujudnya sempurna seperti Angel.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status