Home / Romansa / SANG PEWARIS / IDE BERTUKAR PASANGAN

Share

SANG PEWARIS
SANG PEWARIS
Author: UmiLily

IDE BERTUKAR PASANGAN

Author: UmiLily
last update Last Updated: 2025-03-09 15:28:54

“Bagaimana kalau kita bertukar pasangan saja?” Sontak Haniyah menatap tajam pada Aryo. Orang tua laki-laki itu semalam melamarnya untuk menikah dengan putra mereka, dan sekarang dia meminta untuk bertukar pasangan.

“Apa maksudmu?” tanya Haniyah yang sedari tadi diam menonton perdebatan yang terjadi.

“Sejujurnya kalau tahu orang tuaku melamarmu, aku tidak akan setuju.” Haniyah kembali menatap Aryo. “Calista jauh lebih menarik dibanding kamu Haniyah,” Aryo melihat Haniyah dengan sorot mata meremehkan. 

“Bayangkan kalau aku menghadiri undangan dari relasi bisnisku dan harus mengajak kamu yang berpenampilan…” Aryo tidak melanjutkan ucapannya, ekspresinya sudah menunjukkan kalau dia tidak suka dengan penampilan Haniyah yang berhijab.

Haniyah berdecak kasar. Sudah cukup kesal dia sejak tadi menonton penolakan Calista atas lamaran Elkan, sementara Elkan bersikukuh ingin tetap melanjutkan rencana pernikahan yang sudah diatur keluarganya.

“Jadi maksudmu, kamu menolak pernikahan ini karena Calista lebih menarik dari aku?” Aryo mengangguk pasti pada Haniyah yang lekas disambut seringaian tipis di wajahnya.

“Aku kira seorang pimpinan perusahaan seperti kamu, akan lebih bijak dalam memilih sosok pendamping. Ternyata kamu sama saja dengan laki-laki lain yang lebih mementingkan fisik dan penampilan.” Satu sudut bibir Aryo terangkat.

“Kamu pikir dengan penampilanmu seperti ini kamu bisa mendampingi calon CEO seperti aku? Sudah aku pastikan semua kolegaku akan memandang rendah padamu dengan penampilanmu yang seperti ini Haniyah.” Haniyah mengangguk pelan.

“Padahal penampilan bisa dirubah seiring berjalannya waktu, tapi ya sudah…” Haniyah berdiri dari duduknya. “Sepertinya tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, aku permisi.” Haniyah baru berniat beranjak pergi, namun Elkan menahannya.

“Kamu mau pergi? Kamu gak mau memperjuangkan hakmu disini?” Haniyah menoleh menatap Elkan, mata keduanya bersibobok.

“Aku memang ingin menikah, tapi seberapa besarpun keinginanku untuk menikah aku tidak akan merendahkan diriku dengan memaksa lelaki yang tidak ingin menikah denganku.”

“Kenapa tidak kalian setujui saja saranku? Kita bertukar pasangan. Kamu bisa menikah dengan Elkan dan aku akan menikah dengan Calista.” Aryo kembali menyampaikan usulnya membuat Haniyah dan Elkan menoleh bersamaan padanya.

Haniyah malas menanggapi, kakinya melangkah pelan keluar dari cafe meninggalkan tiga pasang mata yang menatapnya dengan cara berbeda.

Haniyah tidak pulang ke rumah keluarga Wiryawan, dia memilih untuk menghabiskan rasa kesalnya dengan berpindah ke cafe lain. Dia tahu keputusannya tidak lekas pulang akan menjadi bumerang saat sampai di rumah nanti, tapi hatinya terlalu sesak untuk saat ini. Dia perlu mengalihkan rasa sesaknya ke tempat lain agar tidak menjadi penyakit baru.

Haniyah tidak menyalahkan Aryo yang telah menolak pernikahan ini. 

‘Aryo benar, aku tidak akan bisa mengimbangi Aryo si calon CEO perusahaan besar itu. Aku hanya akan mempermalukan Aryo bila mendampingi dia ke acara penting. Sudah lebih baik memang kalau kami tidak melanjutkan rencana pernikahan ini.’

Meskipun dia berfikir begitu, tetap saja ada rasa tidak terima atas penolakan yang dilakukan Aryo. Menikah adalah satu-satunya cara agar dia dan ibunya bisa keluar dari rumah keluarga Wiryawan, dia sudah membayangkan kebebasannya akan segera datang, tapi mendengar ucapan Aryo tadi, harapan untuk segera keluar dari rumah itu seketika sirna.

Tanpa disadarinya, airmatanya menetes perlahan. Nampaknya dia masih harus bertahan di rumah itu, menjadi budak di dalam rumahnya sendiri sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.

“Kamu kabur dan datang ke cafe ini hanya untuk menngis?” Haniyah lekas menghapus airmata yang menetes saat mendengar suara seorang laki-laki yang tidak lain adalah Elkan.

“Kamu ngikutin aku?” tanyanya pada Elkan yang mengambil duduk di seberangnya.

“Gak juga, tadi setelah kamu keluar cafe aku masih bertahan di sana membujuk Calista, tapi tidak berhasil, jadi aku keluar dan datang ke cafe ini. Ternyata malah ketemu kamu.” Haniyah berdecih.

“Cih! Secantik itu dia sampai kamu memohon ke dia?” Elkan menggeleng.

“Bukan karena dia cantik, tapi karena dia pilihan kakakku. Setidaknya, aku harus menunjukkan usahaku untuk mendapatkan dia. Dan sudah kulakukan meskipun tidak berhasil.” Haniyah mengangguk malas. “Kamu gak mau mempertimbangkan saran mereka?” Haniyah mendelik. “Bertukar pasangan.” Tambah Elkan membuat Haniyah mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

“Kalau mau membalas Calista jangan melibatkan aku, aku gak mau ikut campur urusan kalian.” tolak Haniyah.

“Aku gak ada rencana balas dendam. Sudah kubilang aku mempertahankan Calista karena kakakku yang memilih, itu artinya aku gak punya perasaan apapun ke dia.” Elkan menyandarkan kedua lengannya di atas meja. 

“Selain itu, aku harus menikah agar bisa keluar dari rumah kakakku.” Haniyah melirik Elkan, kalimat terakhirnya cukup menarik perhatian Haniyah.

“Maksudmu?”

“Aku mau hidup mandiri, aku gak nyaman kalau terus tinggal di rumah salah satu kakakku. Tapi mereka tidak mengizinkan aku keluar dari rumah sebelum menikah. Jadi kalau kita menikah, aku bisa keluar dari rumah itu dan memulai kehidupanku sendiri tanpa campur tangan mereka.” Haniya nampak berpikir.

“Aku gak menerima pernikahan kontrak.” Elkan  tersenyum pias.

“Aku gak ngajakin kamu nikah kontrak.” Haniyah mendelik. “Kita nikah beneran saja.” Haniyah tidak menjawab. “Itupun kalau kamu mau nikah dengan laki-laki miskin yang kerjanya cuma jadi karyawan biasa.” Haniyah menyeringai.

“Bagaimana?” tanya Elkan kembali.

“Entahlah.”

“Apa kamu sudah terlanjur jatuh cinta sama Aryo sampai sulit menerima ajakanku?” Haniyah menggeleng. “Lalu?”

“Aku belum bisa memutuskan, semua ini tidak sesuai ekspektasiku.” Gumam Haniyah.

“Karena ekspektasimu dalam menikah dengan seorang calon CEO, begitu?” Haniyah mendengus kesal.

“Ekspektasiku adalah menerima lamaran, menikah dan keluar dari rumah keluarga Wiryawan bersama ibuku. Tidak perduli aku menikah dengan seorang CEO atau dengan seorang gembel sekalipun.” Elkan mengerling.

“Kalau begitu, kita menikah saja, bagaimana? Kita bisa sama-sama keluar dari rumah tinggal kita sebelumnya dan hidup bersama.”

“Aku bahkan gak yakin kamu serius ngajak aku nikah. Aku yakin kamu cuma mau membalas dendam ke Calista karena dia menolak lamaranmu.” Elkan terkekeh.

“Sudah kubilang aku gak ada rencana untuk balas dendam, tapi kalau kamu gak percaya ya sudah.”

Elkan bangkit dari kursinya dan meninggalkan Haniyah yang masih menikmati minumannya di balkon cafe.

‘Tidak ada ruginya sepertinya, dengan menikah dengan dia aku dan Ibu bisa keluar dari rumah Wiryawan, setelah itu kami akan menjalani kehidupan yang bebas dari belenggu keluarga almarhum ayah.’

Tapi pikiran Haniyah terlalu penuh untuk mengiyakan permintaan Elkan saat itu. Jadilah keduanya berpisah tanpa ada keputusan dari keduanya.

***

Haniyah menarik nafas panjang sebelum kakinya menapaki teras rumah keluarga Wiryawan. Dia kembali ke rumah saat malam menjelang, sudah bisa dipastikan kalau dia akan menerima bentakan atau bahkan hukuman fisik dari ibu tiri dan pamannya.

Haniyah berdiri di balik pintu, ketika menyadari ada tamu di dalam rumah. Hatinya sedikit lega, setidaknya dia tidak akan dimarahi saat ini, karena om dan ibu tirinya akan sangat bersikap sopan ketika ada orang bertamu ke rumah.

Pelan-pelan dia mengetuk pintu, mengucap salam dan meminta izin masuk ke dalam rumah. Semua mata memandang kedatangannya sementara dia hanya sekedar melihat sekilas dan segera masuk ke ruang belakang meninggalkan dua keluarga itu melanjutkan pembicaraan mereka.

Haniyah melangkah masuk ke salah satu kamar di bagian belakang. Dimana ada ibunya yang sedang menunggu kepulangannya.

“Kamu baik-baik saja Nak?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SANG PEWARIS    JANJI LAMA

    Tring!Suara lonceng kecil di atas pintu menyambut kedatangan mereka. Aroma kopi yang lembut bercampur wangi kue kayu manis segera menyapa, membuat Haniyah menarik napas pelan dari balik maskernya. Untungnya, aroma di sini tidak menusuk, justru terasa menenangkan.“Ada yang beda gak sih sama cafe ini?” tanya Kamila sambil melepas totebag dari bahunya dan memencarkan pandangannya.Haniyah ikut menyapu ruangan yang dipenuhi meja kayu bulat dan sofa empuk warna krem. Di sudut, ada rak buku kecil dan vas berisi bunga segar—detail sederhana yang selalu membuat tempat ini terasa akrab.“Sepertinya memang ada perubahan, di situ biasanya ada butik bukan toko buku mini,” jawab Haniyah.Mereka memilih duduk di dekat jendela besar yang menghadap jalan. Sinar sore menyusup masuk, membuat suasana hangat. Seorang pelayan datang dengan senyum ramah, menyerahkan menu.“Satu Cokelat panas, satu capuccion,” kata Haniyah sambil tersenyum pada pelayan yang sepertinya baru, karena dia tidak merasa mengena

  • SANG PEWARIS    MENCARI KAIN

    Elkan menerima kedatangan istri dan sahabatnya dan membiarkannya masuk ke ruangan dengan dua tas plastik di tangannya. Sementara Fathur berdiri mematung di mejanya karena dilarang mendekat oleh Elkan.“Mas Fathur sini gabung,” ajak Haniyah saat belum menyadari suaminya sedang kesal pada Fathur.“Saya lagi ada kerjaan Mbak,” jawab Fathur sedikit tidak enak melihat ekspresi Elkan yang langsung mendelik padanya.Haniyah berdiri dan tanpa disangka-sangka dia malah menarik lengan kemeja Fathur yang membuat pria itu mau tidak mau ikut ke arah Haniyah berjalan, dan itu membuat Elkan melirik mereka makin kesal. Kamila menyadari itu dan malah tertawa.“Haniiii, pak suami cemburu tuh kamu tarik-tarik Mas Fathur,” ledek Kamila.

  • SANG PEWARIS    MANGGA, GARAM, CABAI

    Elkan duduk terpaku di depan layar, mencoba fokus pada laporan yang diberikan tiap divisi padanya sejak pagi tadi, tapi sampai menjelang siang begini satupun belum rampung dia cek. Fathur sampai bingung sendiri karena atasannya hari ini nampak tidak berselera mengerjakan apapun. Seolah, pikirannya sedang tidak di tempat. Apakah ada masalah lagi? Apa dia masih memikirkan kelanjutan kasus Carol dan ayahnya atau ada masalah lain yang perlu dia tahu.“Pak,” panggil Fathur pelan.Elkan mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Elkan. “Ya?”“Pak Elkan sehat?”Elkan mengerutkan keningnya. “Sehat, kenapa? Apa aku kelihatan sedang sakit?” tanyanya pelan.Fathur menggeleng. “Bukan Pak, tapi kayak orang lagi gak berselera, apa ada masalah? Mungkin bisa saya bantu?” tawar Fathur.Elkan meletakkan pulpennya, ia menatap Fathur dengan sebelah alis terangkat dan dua sudut bibir tertarik. “Ada,” ucapnya singkat sambil mengeluarkan dompetnya, dia mengambil selembar uang seratus ribu dari dompetnya dan m

  • SANG PEWARIS    MORNING SICKNESS

    Beberapa hari berlalu, usia kandungan Haniyah sudah menginjak tujuh pekan. Pagi ini, tidak seperti biasanya Haniyah merasa penciumannya jauh lebih sensitif dibanding hari lainnya. Ia baru saja menyelesaikan shalat subuh ketika aroma samar parfum Elkan yang tertinggal di bantal menyusup ke hidungnya. Seketika, perutnya terasa bergejolak, bukan mual hebat, tapi cukup membuatnya harus duduk diam sejenak sambil memejamkan mata."Nyengat banget sih," gumamnya pelan.Mual di perutnya tidak membuatnya sampai muntah, tapi penciumannya menjadi sangat sensitif. Aroma makanan yang dulu disukainya, kini kadang membuatnya ingin menjauh. Namun yang paling tak tertahankan baginya adalah bau-bauan tajam, terutama parfum, detergen, dan pengharum ruangan.Saat Elkan masuk ke kamar dengan aroma cologne yang khas, Haniyah buru-buru menutupi hidung dengan selimut."STOP!” teriaknya sambil menaikkan lima jari kanannya.Langkah Elkan sontak terhenti,

  • SANG PEWARIS    DUKUNGAN MEGA

    Tawa belum benar-benar reda dari meja makan saat bunyi bel depan terdengar, nyaring namun singkat. Haniyah menoleh pelan, sedikit bingung karena merasa tidak ada janji dengan siapapun hari ini. Elkan refleks berdiri, ia berjalan menjauh dari ruang makan menuju pintu depan untuk memastikan siapa yang datang di tengah acara makan siang keluarga itu.Saat membuka pintu utama, ia melihat wajah Kamila yang nampak diliputi rasa cemas. Matanya menyapu ruangan dan tanpa berkata apapun ia bergerak cepat menerobos masuk ker rumah Elkan hingga membuat Elkan kaget bukan kepalang.“Hey Mil, kamu kenapa?” teriaknya dari belakang dan membuat Kamila berhenti berjalan cepat.“Haniyah mana? Kondisinya baik-baik saja kan? Aku baru tahu kalau dia kecelakaan pulang dari rumah kemarin. Dia baik-baik saja kan? Gak kenapa-napa kan?” Kamila bertanya sambil mengatur nafasnya yang masih naik turun tan teratur.“Haniyah baik-baik saja, dia di ruang makan. Kami seda

  • SANG PEWARIS    DUKUNGAN KELUARGA

    Arifin tidak bisa menjawab pertanyaan Mega. Dia tidak punya pilihan kata yang tepat untuk menenangkan hati Mega saat itu. Maka ia memilih untuk memeluk istrinya tanpa kata, hanya sebuah pelukan hangat ditambah usapan lembut di punggung wanita itu.“Apa kamu akan meninggalkanku setelah ini?” tanya Mega tiba-tiba.Arifin melerai pelukannya dan menatap netra istrinya. “Kenapa bilang begitu?” tanyanya.“Karena aku gak bisa memberikanmu seorang anak,” balas Mega.Arifin menyeka air mata di pipi Mega. “Aku gak akan meninggalkanmu hanya karena itu sayang, gak masalah untukku kalau kita tidak punya anak. Anak adalah rejeki dari Allah, tentang pada siapa ia akan dititipkan, itu adalah pilihan Allah. Kalau memang Allah belum memberikannya pada kita, maka kita hanya bisa bersabar dan terus berusaha.”Kalimat lembut itu tidak membuat hati Mega lega, air matanya kembali mengalir. “Apa kamu akan mencari ibu pengganti? Wanita yang akan menjadi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status