Beranda / Romansa / SANG PEWARIS / LAMARAN SALAH ALAMAT

Share

LAMARAN SALAH ALAMAT

Penulis: UmiLily
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-09 15:30:44

Malam itu Haniyah tidak bisa tidur dengan nyenyak. Berulang kali memejamkan mata tapi dia tidak kunjung bisa tidur. Kalimat Aryo dan Elkan bergantian bermain di kepalanya, membuatnya merasa seperti dipermaikan keadaan.

Esok harinya.

Seperti biasa, Haniyah membersihkan rumah besar keluarga Wiryawan sejak subuh hari sebelum berangkat ke kampus. Meskipun dia adalah putri kandung di rumah itu, namun dia tidak diperlakukan selayaknya putri, dia lebih diperlakukan sebagai pembantu.

Seandainya bisa kabur, dia akan dengan senang hati meninggalkan rumah yang semakin lama semakin terasa seperti neraka itu. 

Hampir tiap hari dia akan mendengar ucapan kasar untuknya dan ibunya, dan tidak jarang juga dia akan merasakan tamparan atau pukulan di salah satu anggota tubuhnya ketika dia melanggar aturan yang dibuat ibu tiri dan omnya.

Kalaulah tidak terikat dengan surat wasiat kakek dan ayahnya, dia akan memilih hidup di jalan dibanding menjadi upik abu di istananya sendiri.

“Keluar Han, itu ada Elkan dan keluarganya di depan mau ketemu kamu.” Haniyah mengerjap saat mendengar Calista menyuruhnya keluar dari dapur. “Ganti pakaian dulu yang rapi, baju kamu dekil dan bau keringat begitu, iuuuuh.” Haniyah tersenyum kecut mendengar ejekan Calista.

Jelas saja dekil dan bau keringat, sejak habis subuh dia sudah berkutat dengan sapu dan pel untuk membersihkan seisi rumah.

Tidak ingin ribut, Haniyah lekas masuk ke kamar ibunya, membersihkan diri seadanya dan lekas berganti pakaian. Ibunya sudah tidak ada di kamar, hanya ada dua kemungkinan, dia sedang ikut menemui tamu atau malah ada di pekarangan depan sedang menyiram tanaman.

Haniyah melangkah keluar dan melihat Elkan duduk diapit oleh seorang laki-laki dewasa dan seorang perempuan berhijab yang sejujurnya tidak asing dimatanya.

“Loh, Mbak Raisa kok disini?” Haniya mendekat dan bersalaman dengan Raisa, lalu oleh Raisa Haniyah dipeluk singkat dan diajak duduk bersama.

Matanya melirik ke arah Elkan yang hanya duduk sambil menahan senyum.

‘Dia kenal dengan Mbak Raisa? Jangan bilang kalau Raisa adalah keluarganya?’  bisik hati Haniyah.

Haniya duduk di samping ibunya yang sudah lebih dulu hadir di ruang tamu itu. Raisa kemudian membuka suara memperkenalkan diri dan juga suaminya yang datang bersama dengan Elkan. Mereka adalah kakak dan kakak ipar Elkan. Haniyah membolakan matanya setengah tidak percaya kalau Elkan dan Raisa ada hubungan keluarga.

“Jadi kedatangan kami kemari untuk meluruskan sesuatu yang sudah terlanjur kusut di awal karena kesalahan suami saya.” Raisa menekan kalimat itu membuat suaminya hanya bisa memasang wajah masam. 

“Saya sedang mencari jodoh terbaik untuk adik ipar saya ini.” Raisa menepuk pundak Elkan. “Saya meminta suami dan adik ipar saya datang kemari untuk melamar putri keluarga ini. Salahnya, saya tidak tahu kalau di keluarga ini ternyata ada dua orang putri, hingga terjadi kesalahpahaman.” Haniyah mengernyitkan keningnya, pun dengan yang lain juga sama.

“Saya bersyukur karena Calista menolak lamaran kemarin, karena harusnya Suami saya melamar Haniyah untuk Elkan, bukan Calista.” 

Deg. 

Haniyah kaget.

“Kami datang kemari untuk mengurai kesalahpahaman ini, saya mau meminta kamu untuk menikah dengan Elkan, Haniyah.” Kali ini Haniyah menatap Elkan yang mengulum senyum tipis hampir tak terlihat.

Tatapannya lalu beralih pada Calista yang memandangnya sinis, pun begitu dengan Elvina dan Danu.

“Saya harap kamu bersedia.” Haniyah tidak lekas menjawab, dia melihat ke arah ibunya yang diam tanpa kata, lalu beralih melihat ke arah Elkan yang juga diam.

“Saya boleh bicara dulu dengan Elkan gak?” Raisa mengizinkan, keduanya bangun dari duduk mereka dan melangkah ke teras depan.

Sampai di depan Haniyah meminta Elkan menjelaskan apa yang terjadi. Dan penjelasan Elkan tidak jauh berbeda dari penjelasan Raisa sebelumnya.

“Maksudnya, kemarin keluarga kamu datang ke rumah ini mau melamarku tapi malah melamar Calista?” Elkan mengangguk pelan. “Menurutmu aku bisa percaya begitu saja dengan cerita itu?” Elkan menggendikkan bahunya membuat Haniyah mencebik.

“Gak masuk akal tahu gak Kan, masa iya datang melamar anak orang tapi bisa salah orang?” Lagi, Elkan kembali menggendikkan bahunya membuat Haniya makin kesal dan tak percaya.

“Silahkan kalau kamu gak percaya, tapi memang itu kenyataannya Haniyah. Perempuan yang dipilih Mbak Raisa itu kamu, bukan Calista.” Haniyah menggeleng.

“Atas dasar apa?”

“Karena menurut Mbak Raisa kamu perempuan yang baik. Mbak Raisa bilang kamu pernah menyelamatkan Rumi, anaknya. Kalau waktu itu kamu gak ada mungkin Rumi sudah ketabrak mobil yang lewat.”

“Iya betul, tapi itu bukan alasan untuk melamar aku kan?” Elkan kembali menggendikkan bahunya.

“Kamu sudah tahu alasanku kemarin kenapa ingin menikah secepatnya, lalu kamu juga tahu kalau perempuan yang dipilih keluargaku memang kamu. Sekarang, pilihan dan keputusannya ada padamu.”

Haniya berpikir sejenak, dia tidak ingin salah langkah. Saat menerima lamaran Aryo kemarin dia tidak berpikir panjang hingga akhirnya kecewa. Sekarang, saat Elkan dan keluarganya ada di hadapannya, dia mulai dilanda gelombang ragu yang besar.

“Kamu ragu sama aku?” Haniya mengangguk pelan. “Kamu takut aku memanfaatkan kamu?” sekali lagi Haniya mengangguk. “Kamu bisa kasi syarat apapun yang bisa mengikatku untuk tidak melakukan hal yang kamu takutkan.” Haniyah kembali berpikir.

“Kamu sangat ingin menikah dan keluar dari rumah kakakmu?” Elkan mengangguk.

“Sejak kecil aku hidup dengan Nenek, tiga tahun lalu Nenek meninggal dan aku diminta pindah ke Jakarta. Aku tinggal berpindah dari rumah Mas Satriya ke rumah Kak Arifin, lalu kembali ke rumah Mas Satriya. Di dua rumah itu aku diperlakukan sangat baik, tapi aku kurang nyaman. Aku mau tinggal di rumah sendiri, tapi mereka tidak mengizinkan kecuali aku sudah menikah.”

“Kamu tinggal disana saja bisa nggak nyaman, gimana kalau kamu tinggal di neraka seperti aku.” Lirih Haniyah.

“Ya?” Haniyah menggeleng cepat.

“Gak kok gak kenapa-napa.” ucap Haniyah cepat.

Keduanya lalu bersitatap dalam diam. Haniya sedang ribut dengan isi kepalanya sendiri, dia tidak tahu harus menanggapi apa pada situasi ini.

“Apa yang memberatkanmu sebenarnya?” Tanya Elkan. “Kamu benar-benar takut aku permainkan? Atau sebenarnya kamu takut jatuh miskin karena menikah dengan orang biasa?” Kesal sekali Haniyah mendengar kalimat itu.

“Kamu pikir aku hidup jadi putri raja dalam rumah ini?” Ketus Haniyah. “Rumah ini terlihat seperti istana untuk orang lain, tapi untukku dan Ibu rumah ini adalah neraka.” Lanjut Haniyah.

“Kalau begitu, terima lamaranku dan kalian bisa hidup denganku.” Potong Elkan.

“Aku tidak akan memanfaatkan kalian untuk kepentingan pribadiku. Aku masih punya Tuhan, aku tidak akan mempermainkan sebuah ikatan pernikahan.” Haniyah menatap Elkan lekat mencoba mencari jujur lewat matanya.

‘Apa aku bisa mempercayaimu Kan?’

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Alikha Haren12
Semangat nulisnya Um
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • SANG PEWARIS    RAPAT PEMEGANG SAHAM

    Danu pulang dari Cosmo group tanpa mendapat kepastian, apakah Haniyah akan datang atau tidak ke rapat pemegang saham berikutnya atau tidak. Hal itu membuatnya makin frustasi dan kebingungan. Dia tidak ingin kehilangan Wiryawan Corp, ini satu-satunya sumber penghasilannya. Kalau perusahaan ini harus hancur, setidaknya dia harus mendapat keuntungan dari perusahaan ini. Dia tidak ingin habis-habisan sendiri.Seminggu berlalu.Rahangnya pria itu mengeras, beberapa kali ia mendengus kesal dengan kepalan tangan yang mengerat. Hari ini rapat pemegang saham akan dilaksanakan. Beberapa orang sudah hadir dalam ruang rapat itu, tapi Haniyah masih juga belum muncul.Dia tidak bisa menghubungi nomor Haniyah, karena sepertinya nomornya diblok Haniyah. Sementara Elkan? Pria itu tidak menjawab semua panggilan tak terjawab darinya. Hal itu tentu membuatnya makin stress.“Kalau Haniyah tidak datang, apa itu artinya kita akan kehilangan perusahaan ini Dan?” Elvina yang juga masuk dalam jajaran pemegang

  • SANG PEWARIS    KEDATANGAN DANU

    Danu melangkah keluar dari ruang rapat dengan wajah mengeras, langkah kakinya menghentak keras, napasnya terengah, amarah memuncak di dadanya. Tangannya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.“Persetan!” geramnya pelan, namun cukup keras untuk membuat salah satu karyawan yang melintas berpapasan dengannya melihat dengan tatapan was-was. Danu mengabaikannya. Ia terus berjalan menuju ruang pribadinya, menahan diri agar tidak menendang sesuatu.Danu menjatuhkan diri ke kursi kerjanya, mengusap wajahnya dengan kasar. Ia menggeleng keras, berusaha menolak mati-matian keberadaan surat itu.Beberapa waktu terakhir ini dia memang sering bermasalah dengan Mahesa. Dari dia yang memergoki banyaknya pengeluaran yang keluar dari perusahaan ke rekening milik Elvina, lalu karena tidak ingin memperpanjang dia a

  • SANG PEWARIS    LANGKAH PERTAMA

    Mahesa mulai menjalankan rencana pertama beberapa hari kemudian. Rapat ini sebenarnya bukan atas inisiasinya, tetapi memang sudah menjadi jadwal rutin bulanan, apalagi setelah sebelumnya ia membongkar kalau dibawah kepemimpinan Danu, banyak uang perusahaan yang mengalir ke rekening Elvina tanpa alasan yang jelas.Ruang rapat lantai atas dipenuhi suasana tegang. Para pemegang saham duduk melingkar dengan wajah serius, sebagian sibuk membuka berkas-berkas di depan mereka. Sebagian lain hanya diam menikmati pemaparan yang diberikan Danu dan timnya.Pemaparan yang dari bulan ke bulan tidak mengalami kemajuan menurut mereka.Sementara itu Mahesa terlihat lebih tenang, jas hitamnya rapi, sorot matanya penuh wibawa. Ia sudah bersiap untuk menyela sidang yang akan diakhiri oleh Danu.“Sebelum rapat ini diakhiri, boleh saya bicara dulu?” ucapnya.Sebagai salah satu pemegang saham terbesar, jelas suaranya akan didengar. Danu menatapnya tajam, entah kenapa perasaannya jadi tidak enak.Dengan sik

  • SANG PEWARIS    SEBUAH JALAN

    “Mahesa sudah saya siapkan untuk memimpin Adiguna, kalau dia harus memimpin Wiryawan Corp—” Teguh menggelengkan kepalanya. “Saya tidak setuju.”Mahesa menghela nafas, ayahnya benar. Dia telah dipersiapkan dengan baik untuk memimpin perusahaan Adiguna, dia satu-satunya orang yang mampu untuk saat itu. Karena itu, beliau pasti berat melepaskan Mahesa ke perusahaan lain.“Begini saja…” Teguh mulai menyampaikan pendapat dan idenya untuk membantu menyelesaikan masalah ini.Sementara semua orang sedang mendengarkan dengan seksama rencana dan ide Teguh. Mereka mengangguk pelan, sesekali mengerutkan keningnya tapi pada akhirnya seutas senyum hadir di wajah mereka.“Jadi dengan begitu, Haniyah tidak akan berurusan secara langsung dengan Danu di perusahaan. Tapi dia tetap bisa memantau perkembangan di Wiryawan Corp. Pada saatnya nanti dia bisa memilih apakah akan memimpin perusahaan atau menyiapkan seseorang untuk menggantikan posisinya, sementara dia duduk tenang di rumah.”Penjelasan Teguh sa

  • SANG PEWARIS    SURAT LAIN

    Setelah lelah menangis, Haniyah mulai mengatur nafasnya. Ia keluarkan kertas yang dia dapat dari peti, lalu dengan tenang ia berkata, “bantu aku mengalihkan semua harta warisan Kakek Om, aku gak mau menerima sepeserpun.”Rusli belum sempat membantah, Haniyah kembali bicara.“Om tahu kan gimana susahnya aku selama tinggal di sana? Om juga pasti ingat gimana susahnya aku keluar dari rumahnya, gimana jahatnya mereka sama aku dan Ibu. dan gimana ambisinya mereka dengan semua harta itu.”Rusli menghela nafas, dia tidak bisa memaksa Haniyah, tapi… “Dalam surat itu kamu hanya bisa menyerahkan 50% Han, gak boleh lebih dari itu.”Haniyah memasang wajah kesal.“Nggak ada cara lain Om?” Elkan buka suara.Rusli menggenggam tangannya sendiri sambil menunduk, berpikir keras mencari cara apakah bisa mengabaikan surat wasiat itu atau tidak.“Saya gak tahu apa yang membuat kamu menolak semua harta warisan dari Kakekmu Han, tapi menyerahkannya pada Danu, Elvina dan Calista, menurut saya juga gak baik.

  • SANG PEWARIS    SURAT DARI KAKEK

    Rusli mencoba menghubungi keluarga Adiguna yang dia kenal, dari semua nomor yang dia miliki, ada satu orang yang berhasil di hubungi dan kebetulan sekali dia adalah Teguh, ayah dari Mahesa Adiguna.Teguh dan Mahesa berjanji akan datang ke Baswara. Karena itu, Haniyah dan Elkan memilih menunggu di kantor Baswara sambil berbincang singkat tentang masa lalu, termasuk tentang hubungan Adiguna dan Wiryawan.“Jadi, mereka berteman sejak muda?” tanya Haniyah.“Iya, yang Om tahu begitu. Kakekmu dan Pak Adiguna sama-sama merintis dari bawah. Sejak mereka kuliah. Perusahaan Adiguna jauh lebih berkembang diawal, sementara perusahaan milik Kakek masih merangkak karenanya terbatas. Adiguna akhirnya memberikan bantuan dana, dengan kesepakatan 50% aset perusahaan Wiryawan akan menjadi milik Adiguna Company.&rdquo

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status