Brata mengumpulkan Satriya, Arifin dan Elkan di satu ruangan yang sama sebelum mengadakan pertemuan terbuka dengan para pemegang saham. Brata menyampaikan keinginan Ronald untuk memiliki saham kembali di Cosmo dan menunggu respon dari mereka bertiga.“Sebenarnya saya gak masalah Om kalau Pak Ronald mau kembali menjadi pemilik saham, asal memang dia melakukannya sesuai prosedur tanpa memaksakan kehendaknya pada pemilik saham yang lain,” tukas Satriya.“Tapi Om khawatir kalau dia ada maksud lain, karena tiba-tiba saja dia datang dan ingin memiliki setidaknya satu persen dari tiap lini, itu artinya dia akan memiliki tiga persen saham di Cosmo Group,” balas Brata.“Tapi Pak Ronald gak pernah bikin ulah kan sebelumnya?” tanya Arifin.
Pertemuan Carol dan ayahnya tidak berlangsung lama, dia hanya sekedar menyampaikan keinginannya untuk kembali bekerja sama dengan Cosmo, apapun caranya. Dia ingin kembali berada di dekat Elkan, dia yakin dengan lebih sering bertemu dengannya, lelaki itu akan kembali luluh padanya dan Elkan akan kembali dalam pelukannya.Permintaan itu sesungguhnya sulit untuk dipenuhi Ronald, kedua perusahaan itu tidak memiliki koneksi apapun sejak awal. Sejak dulu Ronald berada di Cosmo sebagai salah satu pemegang saham setelah dulu pernah membantu Harly, ayah Elkan. Tapi setelah Elkan mengambil alih Cosmo F&B, saham miliknya telah dibeli dan diambil alih Elkan.Rasanya Ronald tidak punya cara untuk mendekati Elkan atau keluarganya lagi. Tapi demi putrinya dia akan mencoba cara lain.“Pagi Pak Ronald, sudah lama sekali kita tidak bertemu,” sapa Brata saat menerima kehadiran Ronald di ruangannya.“Iya, kita sudah lama sekali tidak bertemu. Bagaimana perkembangan Cosmo? Sepertinya anak-anak Harly benar
Carol mendengus kesal setelah mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Elkan. Wajahnya terpaku, mata merah, dan napasnya berat. Dia merasa kesal, marah, dan kecewa. Mengapa Elkan begitu tidak menghargainya? Jangankan menghargainya, menerima kehadirannya saja tidak.Carol menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Lalu dengan tenang dia meletakkan buket dan paper bag ditangannya ke atas meja Fathur.“Sampaikan pada Elkan aku minta maaf kalau kedatanganku kemari hanya mengganggu. Tapi aku datang dengan tangan terbuka, turut bersimpati dengan apa yang menimpa istrinya,” jelas Carol. “Aku gak menyangka kalau dia akan menanggapi seburuk ini,” lanjutnya.Fathur tidak menanggapi sama sekali, bahkan barang yang diletakkan di mejanya itu dibiarkan begitu saja.“Permisi.” Carol melangkahkan kakinya meninggalkan lantai lima, kembali ke parkiran dan masuk ke mobilnya.Tidak bisa dipungkiri kalau dia datang hanya untuk mencari kesempatan mendekati Elkan, tapi mendapati perlakuan Elkan
Carol membaca berita di kanal berita online saat dia sedang berada di ruang kerjanya. Tangannya mengepal, sesekali menggebrak meja kerjanya.“Bodoh! Kenapa bisa gagal sih? Padahal dia satu-satunya orang yang bisa aku manfaatkan untuk memisahkan Elkan dan istrinya.”Kalimat itu keluar dari mulut Carol disertai geraman karena kesal. Otaknya berputar, kalau Bara tidak berhasil dia harus cari cara lain untuk memisahkan sepasang suami istri itu, tapi apa?“Kalau aku tidak bisa memisahkan mereka, bagaimana kalau aku mendekati mereka saja?” Carol mulai berpikir licik.“Tapi gimana caranya aku deketin mereka?” tanyanya pada diri sendiri.Carol berdiri, melihat ke luar jendela sa
Haniyah sedang tertidur saat Elkan datang dan duduk di samping brankarnya. Matanya menelisik wajah Haniyah, ada luka kecil di pelipis dan sudut bibirnya, pipinya memar kebiruan. Elkan menyentuh tangan Haniyah pelan, mengusap lalu menggenggamnya.Gerakan itu sepertinya membuat Haniyah terbangun. Kelopak matanya perlahan terbuka, senyum tipis hadir di wajahnya saat netra mereka berjumpa.Tangan kanan Elkan terangkat, mengusap kepala Haniyah yang tertutup bergo putih.“Sudah enakan?” tanya Elkan.“Sudah, alhamdulillah.” Elkan mencium punggung tangan Haniyah dan menempelkannya ke pipinya.“Maaf ya, karena aku kamu jadi ngalamin hal buruk begini.” Haniyah tersenyum tipis dan menggeleng.
Kamila dan Haniyah dilarikan ke rumah sakit saat Bara dibawa ke kantor polisi. Kondisi Kamila tidak lebih baik dari Haniyah, mungkin tidak secara fisik. Karena Bara tidak menyentuhnya kecuali untuk mengikat tangan dan kakinya, serta menutup mata dan mulutnya.Tapi secara psikis Kamila begitu terpukul. Dia tidak pernah membayangkan sebelumnya kalau Bara yang terlihat baik di hadapannya ternyata memanfaatkan dirinya untuk mendekati Haniyah. Rasa takut, cemas, bingung, marah dan juga rasa bersalah menelusup ke hatinya.Ibunya baru saja datang setelah dijemput Zaliyah dan Aura. Beliau nampak begitu khawatir saat itu, tapi Aura dan Zaliyah memberi pengertian dan mencoba menenangkan hingga Beliau terlihat lebih tenang saat menjenguk Kamila di rumah sakit.“Bagaimana kondisi Haniyah?” tanya Kamila.Dia mungkin marah dan takut karena telah dimanfaatkan untuk menjebak Haniyah, tapi diatas semua rasa itu dia jauh lebih merasa bersalah pada Haniyah. Andaikan dia tidak membuka diri dan tidak meng