"Nona, Tuan Colin memanggil anda untuk segera menemuinya di ruang kerjanya," Silfester sang kepala pelayan dengan sopan memberitahukan pada Maureen.
Maureen yang sedang mengelap pedangnya menghentikan aktivitasnya. Dahinya mengeryit, ini sudah hampir tengah malam, ada apa pamannya ingin menemuinya.
Dengan segera dia meletakkan pedang dan membereskan beberapa alat tempurnya. Tanpa memandang Silfester, Maureen berkata, "Sampaikan pada paman, aku akan segera ke sana.""Baik," Silfester segera undur diri.
Maureen membereskan peralatannya yang sedikit berantakan. Kemudian dia segera menuju ke ruang kerja pamannya.
"Tok... Tok... Tok...."
"Paman ini aku.""Masuk!" terdengar perintah dari dalam.
Maureen masuk, dia melihat pamannya duduk di kursi sambil memegang sebuah surat.
"Duduklah, ada yang ingin aku katakan padamu!"
Maureen berjalan masuk dan duduk di hadapan pamannya.
Dia memindai wajah pamannya, terlihat jelas raut wajah khawatir dan kebingungan di wajahnya."Bacalah surat ini!"
"Ini surat dari ayahmu." Colin menyerahkan surat yang tadi di pegangnya kepada keponakannya.Pupil mata Maureen bergetar saat tau surat itu dari siapa.
Maureen menerimanya, dengan teliti dia membaca dengan seksama, berusaha memahami maksud isi surat.Tangannya mengepal, matanya memancarkan kemarahan yang tertahan.
Dia berusaha menahan gejolak kemarahan yang ada dalam hatinya. Setelah membaca surat tersebut, dia memahami arti surat itu.Melihat perubahan raut Maureen, Colin tau jika keponakannya sedang menahan amarah yang hampir meledak.
"Tahan dulu amarahmu, kau tau maksud ayahmu mengirim surat itu kan?""Ya, disini tertulis dengan jelas paman."
"Dia memintaku menggantikan Mattew, sampai Mattew membaik.""Ya, kau diperintahkan oleh Kaisar Kerajaan Starian yang juga adalah ayahmu untuk menggantikan posisi adikmu untuk sementara."
"Kau tidak dapat menyangkal dan menolak, karena dalam dirimu masih ada darah keluarga kerajaan."
Colin mencoba memberi pengertian. Dia hanya tidak mau Maureen berfikir buruk tentang orang tuanya."Jadi intinya aku harus secepatnya pergi ke Ibukota Herda kan?"
"Aku akan bersiap paman, agar besok aku bisa segera pergi ke sana." Maureen berusaha bersikap tenang mesti kemarahan tertahan di hatinya. Dia tidak mau kemarahan menguasainya."Maafkan paman yang tidak bisa membantu banyak Maureen, paman hanya ingin yang terbaik untukmu," rasa bersalah Colin muncul.
Pasalnya dulu Maureen dititipkan padanya saat masih bayi. Ibu Maureen adalah adiknya, dan dia tidak bisa menolak. Terlebih lagi hanya itu jalan satu - satunya untuk menyelamatkan Maureen."Aku tau paman melakukan yang terbaik untukku."
"Jangan terlalu merasa bersalah paman, takdirku aku yang memutuskan." Kemudian Maureen bangkit dan bersiap untuk meninggalkan ruang kerja. Sampai didepan pintu, dia berhenti. "Paman, kapan surat itu sampai?""Surat ini baru saja tiba. Roland yang mengantarkannya. Sekarang dia sedang istirahat di paviliun samping."
Tubuh Maureen menenggang.
"Roland?" dia bergumam.Setelahnya dia bisa menguasai dirinya kembali.
"Aku permisi dulu paman." Maureen berbalik dan segera menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, dia segera menyiapkan keperluannya untuk segera berangkat ke kota Herda. Kota Herda adalah ibukota kerajaan Starian. Maureen sebenarnya adalah keturunan dari kerajaan Starian. Hanya karena peraturan konyol leluhur, dia sampai harus disembunyikan dari seluruh dunia. Maureen tidak pernah marah pada orangtuanya, karena dia tau orangtuanya pun terpaksa melakukannya.#flashback on
18 tahun yang lalu sang Ratu kerajaan Starian melahirkan bayi kembar.
Dikarenakan bayi kembar di percaya membawa bencana maka Kaisar dan Ratu menyembunyikan salah satu anaknya.
Ya, anak itu adalah Maureen, yang seharusnya menjadi pewaris tahta karna terlahir lebih dulu.
Akan tetapi, tidak ada dalam silsilah Kerajaan di pimpin oleh seorang Ratu, hingga akhirnya Maureen lah yang di sembunyikan dan di titipkan kepada kakak kandung Ratu, Tuan Colin Taro di perbatasan timur.
Dan sang adiklah yang berjenis kelamin laki - laki yang di tinggal di istana.
Demi menjaga dan melindungi anak perempuannya, Kaisar memerintahkan pengawal khusus untuk menjaganya sampai di perbatasan timur, di rumah keluarga Taro.
Mesti tidak rela tapi mereka harus mengikhlaskan anak perempuannya hidup jauh demi kehidupan yang lebih baik untuk anak perempuannya.
# flashback off
......
Hari masih gelap.
Terlihat dua orang menunggangi kuda dengan kecepatan tinggi melewati pesisir pantai timur. Dengan tidak sabar, salah satunya mencambuk kudanya dengan sangat keras. Berharap kudanya dapat berlari lebih cepat."Maureen...! Jangan terlalu keras mencambuk kudamu..! Dia bisa mati kalau kau cambuk seperti itu..."
Roland yang berada di belakang Maureen meneriakinya."Kalau kau tidak bisa cepat, aku akan meninggalkanmu..!!!"
Tanpa perasaan Maureen berkata dengan kejam.Roland mengeryit, dia bahkan belum beristirahat cukup lama setelah datang, dan sekarang dia harus kembali ke kota Herda dengan terburu - buru.
Maureen benar - benar tidak punya hati, dia benar - benar meninggalkan Roland.
Akhirnya mau tidak mau Roland berusaha mengejarnya.Jarak antara perbatasan timur dan kota Herda adalah empat hari perjalanan.
Jika Roland saat membawa pesan datang semalam, itu berarti sudah hampir lima hari adiknya dalam keadaan koma karena racun. Maureen sangat mengkhawatirkan adiknya, Mattew. Meskipun dibesarkan secara terpisah, baik Maureen ataupun Mattew akan selalu memiliki cara untuk saling bertemu. Terkadang Maureen yang datang ke kota Herda ataupun Mattew yang datang menemui Maureen. Dia tidak bisa membuang waktu sedetikpun. Masa depan kerajaan Starian dipertaruhkan. Jika sampai keadaan koma Putra Mahkota di ketahui oleh banyak orang, maka akan sangat berbahaya. Akan terjadi kekacauan bahkan pemberontakan. Bahkan bisa jadi akan terjadi perebutan kekuasaan oleh Pangeran Andrew, saudara tiri Maureen. Memikirkan itu semua membuat tatapan Maureen semakin suram. Dia sudah menerima nasibnya hidup di luar keluarga Kerajaan, dia sudah senang melihat Mattew dalam keadaan baik.Tapi sekarang, ada yang berani bermain - main dengan nyawa adiknya, itulah yang tidak bisa diterima oleh Maureen.
Dia harus melindungi tahta adiknya sampai adiknya sehat kembali."Hiyaa.... Hiya.....!!! "
Dengan keras Maureen terus mencambuk kudanya.Saat pagi mereka sudah sampai di desa Malka. Desa Malka berada di sebelah barat perbatasan timur.
Maureen dan Roland menaruh kudanya di tiang penyangga di samping rumah makan.Tak lupa mereka memberi makan kudanya. Kuda juga butuh makan bukan.
Mereka akan mengisi perut dulu sebelum kembali melanjutkan perjalanan ke kota Herda. Maureen memesan sedikit makanan karena tidak memiliki nafsu makan, pikirannya melayang membayangkan bagaimana kondisi adiknya. Sedangkan Roland, dia memesan banyak makanan, di samping dia sangat lapar karena semalam juga belum makan, dia juga butuh tenaga untuk mengikuti kecepatan Maureen. Maureen memang memiliki stamina yang sangat kuat. Sejak kecil dia dilatih langsung oleh pamannya dan juga kakak sepupunya Justine. Tak heran dia memiliki fisik dan seni bela diri yang kuat dan bagus. Dulu saat Roland berkunjung bersama Mattew ke perbatasan timur, dia melihat Maureen yang sudah bisa mengalahkan anak laki - laki yang bahkan usianya berada di atasnya. Roland benar - benar mengagumi bakat Maureen. Hanya saja, Maureen memiliki sifat yang cuek dan terlihat dingin. Pertama kali Roland berkenalan dengannya bahkan Maureen tidak mau balik menyapa. Dia bahkan mengabaikan dan meninggalkan Roland yang mengajaknya berjabat tangan. Saat itu Mattew mamberi tahu bahka kakaknya punya sifat yang dingin, tetapi hatinya lembut. Tapi sejauh ini hanya sifat kejam dan dingin yang selalu Maureen tunjukkan di hadapannya. Roland bahkan ragu apakah Maureen benar - benar seorang wanita, melihat penampilannya yang sepanjang waktu memakai baju laki - laki.Hampir Fajar. Setelah perjalanan selama empat hari. Maureen dan Roland tiba di pintu gerbang kota Herda. Pintu gerbang besar dan menjulang tinggi dengan megah berdiri kokoh seakan dibangun untuk melindungi kota Herda dari serangan - serangan luar. Roland berjalan lebih dulu dan menunjukkan plakat miliknya kepada petugas pemeriksaan. Setelah petugas melihat plakat milik Roland, mereka langsung hormat, dan mempersilahkan Roland masuk. "Dia bersamaku."Tunjuk Roland pada Maureen.Para petugas memberikan jalan pada Roland dan juga Maureen. Jarak antara pintu gerbang kota dan Istana tidaklah jauh. Roland menyejajarkan posisinya kudanya disamping Maureen. "Kita akan masuk melalui gerbang samping, akan terlalu mencolok jika kita masuk melalui gerbang depan!"Roland memberi instruksi. Maureen hanya mengangguk, tidak ada emosi di wajahnya. Dia hanya fokus ke depan. Gerbang Istana bagian samping. Saat hari masih gelap .Para penjaga Istana melihat dua orang menunggangi kuda menuj
"Siapa tadi kau bilang?" Kaisar bertanya pada kasim Yassa. "Tadi pagi, pelayan Ratu memberi tahu, jika Kaisar sudah bangun, Ratu menunggu anda di Kediaman Putra Mahkota." Kasim Yassa yang membantu Kaisar berpakaian memberitahukan bahwa tadi Ratu menyampaikan pesan melalui pelayannya. "Lebih cepat sedikit, setelahnya kita sarapan di Kediaman Putra Mahkota!!" Kaisar memberi perintah.Langkah Kaisar semakin bergegas, sedikit kekhawatiran muncul diraut wajahnya. Apakah Ratu mencarinya karena kondisi Mattew? Semakin memikirkannya, samakin dia merasa gelisah. "Ayo lebih cepat!!"Kaisar langsung masuk aula dalam begitu sampai di kediaman Putra Mahkota. Di luar pintu dia melihat Roland sedang berjaga. Tampang Roland benar - benar mengenaskan, dengan kantung mata yang hitam dan wajah tampak kuyu. "Roland..." "Tampangmu buruk sekali." Roland melihat Kaisar datang dan menyapanya, dia pun memberikan hormat. "Hamba memberi hormat pada Kaisar," ucapnya sambil menundukkan kepala.
Hari sudah semakin terang. Kaisar harus meninggalkan mereka untuk rapat dengan para menteri. Sebelum pergi, tadi dia meminta Maureen untuk membersihkan diri dan mengenakan pakaian Mattew. Kaisar ingin Ratu mengajak Maureen berkeliling, selain untuk memperkenalkan Maureen pada tempat - tempat di Istana, itu juga bertujuan untuk mberi tahu semua orang bahwa Putra Mahkota sudah sehat. Sehingga dia bisa mencegah para menteri yang meminta Mattew turun tahta. Seseorang pelayan wanita masuk ke kamar Putra Mahkota. "Dia adalah Mulan, dia akan melayanimu saat kau ada dalam kamarmu.""Sedangkan kasim Haris, hanya melayanimu sebagai formalitas dimata orang luar, "Ratu Calista menjelaskan. "Untuk sementara kamu akan menempati kamar sebelah." "Setelah Mattew dibawa keluar Istana, kau bisa menempati kamarnya." "Kamu tenang saja, aku dan ayahmu sudah mengganti semua pelayan dan pengawal di Kediaman ini dengan orang - orang kepercayaan kami."Maureen yang awalnya khawatir dengan identita
Kediaman Ibu Suri."Yang Mulia Ibu Suri, Yang Mulia Ratu dan Putra Mahkota meminta ijin untuk menemui anda," ucap pelayan. Ibu Suri yang hendak meminum teh menghentikan aktivitasnya. Dia menatap dayang pengasuhnya, bibi Nanik dengan bingung. "Bukankah kondisi Putra Mahkota sedang koma? Kenapa dia bisa berada di sini? Dia sudah sembuh?""Maaf, hamba juga tidak tau Yang Mulia," bibi Nanik dengan bingung menjawab pertanyaan Ibu Suri. "Suruh mereka masuk!!!" Ibu Suri memberi perintah. Setelah mendapat ijin dari Ibu Suri, Ratu Calista masuk lebih dulu diikuti oleh Maureen. "Hamba memberi hormat pada Ibu." Dengan lembut Ratu memberi hormat pada Ibu Suri. "Hamba memberi hormat pada nenek," Maureen yang berada di sebelah Ratu juga melakukan penghormatan. "Bangunlah kalian!!""Pelayan, siapkan teh untuk Ratu dan Putra Mahkota!!" Ibu Suri memberi perintah. Ratu segera menolak. "Maaf Ibu, kami hanya mampir sebentar." "Kami mampir hanya ingin menyapa anda, dan memberitahu kalau kea
"Dia sudah bangun?"Tangan Pengeran Andrew yang hendak makan tiba - tiba terhenti karena menerima kabar ini. "Keberuntungan benar - benar berada di dekatnya." Jika di pikir - pikir nasib Putra Mahkota benar - benar beruntung. Dia yang terkena racun mematikan dan masuk dalam kondisi vegetatif bisa bangun bahkan belum ada sebulan. Bukankah sesuatu yang sangat ajaib. Pangeran Andrew yang mendengar laporan bawahannya hanya bisa tersenyum sinis. Rasa iri yang terlihat jelas muncul diwajahnya. Seandainya....... Ah..Semakin dia memikirkannya, semakin dia membenci dirinya sendiri.Pangeran Andrew adalah anak Kaisar dari selir Jeslin. Selir yang seharusnya menjadi Ratu. Tetapi karena Kaisar lebih memilih Calista menjadi Ratunya, menyebabkan Jeslin harus menerima dia hanya menjadi seorang selir. "Roy... !!!" "Kita ke arena pacuan kuda.""Baik, pangeran..." Roy yang mendapatkan perintah langsung menyiapkan pakaian berkuda Pangeran Andrew. Pangeran Andrew dan Roy kasimnya, men
Angin bertiup dengan pelan, membawa beterbangan daun - daun berwarna kuning yang sudah jatuh dari ranting - ranting pohon.Sebuah hutan yang cukup jauh dari kerajaan.Hutan yang jarang terkena sinar matahari, membuat tanahnya lembab dan basah.Banyak hewan -hewan berbisa hidup di dalam hutan tersebut.Terdapat sebuat tempat di sisi hutan tersebut.Terlihat seperti lubang goa yang sempit, padahal jika di masuki goa itu menyimpan ruangan yang cukup besar di dalamnya.Dalam sebuah ruangan rahasia, sebuah goa yang cukup besar di dalamnya terdapat seorang wanita tua sedang menyiapkan sebuah ramuan di dalam kuali yang ada di atas tungku .Mulutnya tak henti - henti tertawa karena merasa rencananya sudah berhasil.Sambil terus mengaduk - aduk kuali tersebut dia menambahkan bahan - bahan ke dalamnya.Suhu kuali yang sangat panas, tidak menghilangkan bau busuk dan lembab yang ada di dalam goa. Terlebih lagi, bangkai tikus dan burung yang berserakan menambah bau tidak sedap dalam goa itu.kSeak
Dua hari berlalu, Maureen sudah bisa menghafal letak, nama dan kegunaan bangunan - bangunan yang ada di Istana. Dia juga sudah mengawasi Rumah Lebah Es yang berada di taman tengah. Nanti malam adalah saat dimana Mattew akan dikirim keluar untuk menjalani pengobatan khusus. Kaisar bahkan sudah menyiapkan pengawal khusus yang akan melindungi Mattew. Tiba - tiba pengawal meminta ijin untuk melapor pada Maureen yang sedang belajar di aula dalam kediaman Putra Mahkota. "Kau bilang tadi siapa?" Maureen yang sedang membaca buku, mau tidak mau meletakkan bukunya. "Ada seseorang di gerbang depan yang mengaku sebagai teman anda Yang Mulia." "Dia berkata dari keluarga Shilan."Maureen sedikit memijit pelipisnya. Ternyata rasa kedutan yang dia rasakan dua hari ini berasal dari kedatangan Bryan. Bagaimana orang itu bisa sampai berada disini? "Suruh dia masuk, dan langsung bawa ke kediamanku..!""Baik Yang Mulia." Pengawal itu langsung keluar dan pergi menuju gerbang depan. Bryan de
Setelah kepergian Bryan, Maureen dengan langkah cepat pergi ke ruang kerja Istana. Saat tengah hari biasanya Kaisar akan berada di sana untuk memeriksa laporan dari para menteri. Haris yang mengikuti dibelakangnya terpaksa harus sedikit berlari untuk mengimbangi langkah Maureen. "Apa Kaisar ada didalam?" Maureen melihat kasim Luo yang berdiri didepan pintu ruang kerja. "Hormat pada Yang Mulia Putra Mahkota." "Menjawab Putra Mahkota." "Kaisar ada didalam, apakah anda ingin menemuinya?""Ya..,aku ingin menemuinya," jawab Maureen. "Sebentar, akan hamba sampaikan kedatangan anda pada Kaisar." "Mohon anda tunggu sebentar." Kasim Luo berbalik dan masuk ke dalam ruang kerja. Maureen menunggu dengan tidak sabaran. Dia terus meremas kedua tangannya tanda tak sabar."Putra Mahkota?" "Ada apa dia kesini?""Hamba tidak tau Kaisar, tadi Putra Mahkota hanya berkata ingin menemui anda." Kasim Luo memberitahukan. "Suruh dia masuk!""Baik Kaisar.""Yang Mulia..." "Kaisar mengijinkan a
Kali mereka pergi secara bersama, menelusuri goa. Terlebih dulu Maureen mengambil tanaman Teratai Hijau. Mereka sepakat akan mengambil batu hijau saat kembali nanti. Perjalanan yang dilalui tidaklah terlalu sulit. Jalannya hanya dipenuhi oleh batu hijau, tetapi semakin ke dalam, batu hijau itu makin berkurang. Bahkan tidak ada cahaya yang masuk. Roland memutuskan untuk menyalakan obor yang dibawanya untuk penerangan. Sedikit bau amis tercium saat semakin masuk ke dalam goa. "Amis sekali," Bryan tak tahan untuk berkata. Maureen menyerahkan sapu tangannya untuk menutup hidung Bryan. "Semakin gelap, apakah akan kita lanjutkan?" tanya Roland. "Kita akan coba masuk sampai obor ini habis.""Bagaimana menurut kalian?" Maureen meminta pendapat. "Aku setuju, sudah sampai disini, sebaiknya lanjutkan saja," Bryan berpendapat. "Sebaiknya kita kembali dulu dan membuat persiapan yang lebih baik," Roland memberi saran. "Tidak bisa, terlalu lama dan memakan waktu.""Kita sudah kehabisan
Ketiga terpana, terlebih Maureen merasa bangga. Pasalnya tanaman Teratai Hijau muncul hanya seratus tahun sekali. Dan lagi, ini bisa menjadi bahan untuk menguatkan tubuh Mattew jika sudah sembuh dari racun Kupu Kupu Cahaya. "Kalian coba batu - batu berwarna hijau ini." Maureen menyodorkan beberapa batu kepada Roland dan Bryan. Keduanya mengambil dengan was - was. Maureen melihat reaksi mereka tak bisa untuk tidak tertawa. "Ha.. ha... ha... " "Kalian tenang saja, batu ini coba kalian sesap, rasanya manis dan itu mengandung cairan untuk memulihkan energi." "Aku tadi sudah menyesap beberapa." "Batu ini?" tanya Roland tidak percaya. Reaksi Bryan lebih parah. Dia mengendus, menjilat lalu menyesapnya. "Rasanya seperti memakan manisan mint." "Lumayan untuk dijadikan kudapan." "Apa kubilang..., enak kan?"
Bab 28"Benar - benar seperti manisan, enak sekali," Maureen berkata lirih. Tanpa sengaja matanya menangkap sesuatu yang terang di arah dalam goa. Dia segera memakai pakaiannya yang hampir kering. Kemudian segera menuju ke arah dalam goa dan memeriksa cahaya terang itu. Cahaya warna hijau tua terang yang berada di tengan sebuah batu. Maureen terkejut!! "Itu kan.....""Aku benar - benar beruntung," Maureen berteriak gembira. Itu adalah tanaman Teratai Hijau. Teratai Hijau adalah tanaman yang bisa disebut seperti tanaman mitos. Sangat berguna untuk mengembalikan stamina dan bahkan bisa membuat orang yang sudah renta menjadi sangat kuat. Kabarnya dalam seribu tahun sekali tanaman itu muncul. Dan tempat munculnya pun tidak menentu. Tergantung dari benih yang terbawa oleh angin. Maureen pernah melihat gambar Teratai Hijau dalam lukisan. Dan sekarang, dia benar - benar melihatn
Morgan segera beranjak dari duduknya. Dia keluar dan memanjat pohon. Dia duduk di atas pohon dan memandang hamparan langit malam yang berhiaskan kerlap kerlip bintang. "Setidaknya langit tidak pernah meninggalkanku." "Dia selalu mengirimkan bintang yang indah untukku." Tenggelam dalam keheningan dan kedamaian yang dia ciptakan sendiri. Morgan seolah tidak mau kembali ke kenyataan tentang siapa dirinya dan apa yang sedang dia lakukan. Bayang - bayang tentang masa lalunya yang buruk ingin sekali dilupakannya, tapi sedikit demi sedikit muncul kembali. "Kenapa harus aku?" "Ada begitu banyak manusia tapi kenapa harus aku?" Setetes air mata kembali jatuh. Morgan sebenarnya memiliki hati yang lembut. Kalau saja bukan karena ibunya, dia tidak akan bertindak sejauh ini.
Keakraban yang membuat Roland cemburu. Tanpa memperdulikan Maureen dan Bryan, dengan cekatan Roland menancapkan pegangan pada dinding - dinding tebing. Meskipun susah bagi Roland untuk masuk di pembicaraan Maureen dan juga Bryan, dia mengalihkan perhatiannya pada alat - alat yang dia pasang. Dengan cekatan dia hampir menyelesaikan semuanya. Maureen dan Bryan bahkan tidak percaya jika Roland mampu menyelesaikannya. "Bagaimana kau bisa melakukan semuanya?" Maureen berjalan mendekati Roland dan bertanya. Raut wajah ingin tau tergambar jelas di wajahnya. "Aku hanya melakukan apa yang aku bisa." "Setidaknya ini akan cukup berguna nantinya." Ketiganya memasang tali dan mengaitkannya dengan pegangan itu agar tubuh mereka tidak terjatuh. Sampai ditengah ketinggian, pemandangan yang menakjubkan tersajikan untuk mereka bertiga. Unt
Di depan sebuah gubuk kecil. Seorang berpakaian hitam berdiri sambil bersandar di dahan pohon. Wajahnya tampan dengan mata tegas dan aura dingin menyelimutinya. Dia sedang mengawasi sekitarnya, matanya yang tajam bagaikan mata elang, memandang ke depan seolah akan menguliti mangsanya. "Tuan...," seseorang yang berpakaian hitam juga muncul dari dalam gubuk dan menyapanya. Dia menoleh dengan acuh tak acuh. "Ada apa?" tanyanya. "Gadis itu sangat berisik, apa sebaiknya kita sumpal saja mulutnya?" tanya seorang berpakaian hitam yang baru saja keluar. "Biarkan saja." "Nanti kalau dia capek, dia akan berhenti sendiri," katanya sambil menatap tajam di kejauhan. Menyadari tuannya sedang menatap sesuatu, anak buahnya merasa cemas.
Di tempat lain. Maira merasakan nyeri di belakang kepalanya. Pandangannya gelap karena matanya ditutup menggunakan kain hitam. Tangannya diikat di belakang tubuhnya. Sedangkan tubuhnya diikat di tiang. Samar - samar, Maira masih bisa mendengar suara seseorang sedang menyesap minumannya. Bau arak bercampur sesuatu ramuan tercium jelas di hidungnya. "Siapa kau!!" teriaknya. Untung saja mulut Meira tidak disekap, jadi dia bisa berteriak melampiaskan kekesalannya. Tidak mendapat jawaban Maira menggeliat berusaha melepaskan ikatan di tubuhnya. Tapi usahanya sia - sia. "Sialan..!!!" umpatnya. "Diamlah gadis kecil, sekeras apapun kau berteriak dan berusaha melepaskan talinya, itu sudah tidak berguna." "Jadi diamlah dan simpan tenagamu." Suara itu... Itu suara laki - laki. Maira terdiam, meski tidak terlalu pandai bela diri, dia bisa menebak jika orang yang menyekapnya bukan orang sembarangan. Yang perlu dia lakukan sekarang adalah diam mengamat
Dengan nafas yang tersenggal - senggal, seorang pria dengan baju basah kuyup masuk kedalam sebuah penginapan. Para pelayan melihatnya dengan terkejut. Tampangnya mengenaskan, dengan banyak noda lumpur yang menempel di wajahnya. Dia bergegas masuk dan bertanya ke meja penjaga. "Apakah sekitar kemarin ada dua orang laki - laki yang menginap disini?" Kemudian pria itu mengatakan ciri - ciri mereka. Penjaga penginapan itu mengingat - ingat, dan tersadar. "Ah...ada..., kemarin ada dua orang pria yang memesan dua kamar tidur." "Mereka bilang sedang menunggu teman mereka." Penjaga penginapan menelisik wajah yang ada dihadapannya. "Apakah kau salah satu dari mereka?" "Kau yang mereka tunggu...?" tanyanya dengan ragu - ragu.
Tidak ada jawaban pasti yang diterima oleh Maira. Bahkan ayahnya seperti menyembunyikan sesuatu. Rasa cinta yang dia rasakan selama 5 tahun ini seperti sia - sia. Bahkan kak Bryan juga tidak menemuinya. Bukankah seharusnya kak Bryan menyapanya dan sekedar menanyakan kabarnya. Tapi sama sekali dia tidak perduli. "Ayah....," Maira dengan terisak - isak memanggil ayahnya. Tuan Mahesa Huang, ayah Maira hanya bisa diam saja. "Jangan seperti anak kecil Maira, kau sudah dewasa, maka bersikaplah seperti orang dewasa," ayahnya berkata. Mendapat jawaban yang tidak memuaskan dari ayahnya, Maira menjadi lebih sakit hati. Dia seperti dipermainkan. "Silahkan kalian istirahat di kamar tamu, aku sudah menyiapkannya, " Jimmy Shilan berkata. "Maaf sudah merepotkan anda tuan Shilan," ayah Maira tidak enak dengan kebaikan tuan Shilan.