Home / Horor / SANTET / BAB 4

Share

BAB 4

Author: Nana Shamsy
last update Last Updated: 2023-12-01 23:38:15

SANTET  CE  LA  NA  DALAM  4

PINDAHKAN JEMURAN KE DALAM RUMAH SEBELUM MALAM, TERUTAMA PAKAIAN DALAM!

                                 ***Nana Shamsy***

Aji tertegun mendengar kata-kata Galih. Ia pun jatuh lemas ambruk ke tanah.

"Mas!" Yasmin langsung berhambur memeluknya dengan erat, mereka berdua menangis di halaman rumah disaksikan oleh berpuluh mata.

"Mas, kendalikan emosimu, jangan main hakim sendiri. Kalau terjadi apa-apa denganmu, bagaimana nasibku dan anak yanh ada dalam kandunganku ini, Mas? Aku tahu Mas Aji sedih, aku jugaa sedih. Nining bukan hanya adik iparku, tetapi ia sudah kuanggab sebagai adik kandungku sendiri. Apa yang Mas rasakan juga aku rasakan, Mas." Yasmin masih mengomel, ia benci dengan keadaan yang harus mereka hadapi.

"Maaf." Hanya itu kata yang mampu keluar dari mulut Aji.

Semua orang pun diam, membiarkan mereka meluapkan isi hatinya, setelah keduanya tenang, barulah Sumi mengajak Aji dan yasmin masuk. Kemudian mewakili Aji meminta maaf kepada semua orang karena sudah membuat keributan. Semua orang pun bubar. Kasus Nining menjadi semakin panjang karena menyeret nama Galih.

"Minum dulu, Le kamu juga Yas." Bude Sum mengambilkan dua gelas air putih untuk mereka. Kemudian mereka pun duduk di ruang tamu untuk menenangkan diri.

"Apa yang dikatakan Galih ada benarnya. Buat apa dia membuat Nining menjadi gila, lebih baik dia mengirim pelet kepada Nining." Danang membuka percakapan.

"Aku juga sangat yakin kalau bukan Galih pelakunya. Dia itu lelaki baik, sopan dan santun. Galih juga rajin beribadah, terbukti ia sering salat subuh  berjamaah bersama kamu kan, Mas. Jujur aku suka sekali dengan Galih andai Nining tidak memiliki Arkan," terang Yasmin membela Galih.

"Tapi, ciri-ciri yang disebutkan Mbah Harjo mengarah kepada Galih."

"Itu hanya perasaanmu saja. Banyak yang memiliki ciri-ciri seperti itu, Le," tukas Danang, lagi pula Mbah Harjo tidak menyebutkannya secara gamblang siapa pelakunya. Mbah Harjo hanya bilang si pelaku masih satu desa, bekulit sawo matang, rambutnya cepak, guna-guna itu di kirim dari arah timur. Hanya itu. Sedangkan yang memiliki ciri seperti itu tentu saja bukan hanya Galih.

"Mas, Mas Aji?" Tetiba terdengar suara Nining dari dalam kamar. Ia mengetuk pintu kamarnya sambil memanggil Aji.

"Mas! Mas Aji! Tolong buka pintunya, aku kekunci di dalam!"

"Nining?" Mereka bertiga pun saling pandang. Terdengar suara handle pintu yang ditarik ke atas dan ke bawah.

"Le, Nining sepertinya sudah sadar," kata Sumini. Terdengar nada lembut suara Nining seperti biasanya. Mereka pun langsung ke menuju ke kamar Nining.

Aji memutar anak kunci ke arah kiri, kemudian Nining muncul dari dalam kamar dengan pakain sopan lengkap dengan kerudung panjangnya.

"Ning," seru Aji tak percaya.

"Iya, Mas Aji. Kenapa Mas Aji kelihatan bingung? Mbak Yasmin, Mbak Yasmin kapan pulang?" Nining meraih tangan Yasmin dan menciumnya.

"Pakde, Bude, kalian semua ngapain berdiri di depan kamar Nining. Terus kenapa tadi kamar Nining dikunci dari luar segala. Ini kan sudah sore, Nining sudah telat mengajar ngaji anak-anak," ucapnya panik.

Sesaat mereka semua membisu, "Kenapa diam?" tanya Nining membuyarkan kebisuan.

"Ha-hari ini anak-anak Mas liburkan Ning," jawab Aji sedikit gagap, dengan cepat ia membuat alibi.

"Lho, kenapa?" protes Nining.

Aji diam mencari jawaban. "Kamu tadi kelihatan nggak sehat, wajah kamu pucat banget. Mangkanya Mas Aji menjemput Mbak Yas pulang dan anak-anak mengajinya Mas Aji liburkan,"  jawab Yasmin cepat.

"Tapi, Nining baik-baik saja. Hanya ... Iya, sih, badan Nining memang terasa sedikit sakit. Ya, sudah, nggak papa ngajinya libur sehari saja  Nining mau mandi dulu, badan Nining rasanya lengket dan bau," ucapnya seraya berlalu.

Aji, Yasmin, Sumini, dan Danang pun saling pandang beberapa saat.

"Apa Nining sudah sadar?" tanya  Yasmin.

"Kalau memang Nining sudah sadar, kita harus menjaganya, jangan sampai Nining tahu akan kejadian yang menimpa dirinya hari ini. Tahu sendiri semua orang sudah menyebarkan vidio Nining lewat ponsel. Jaga Nining, sembuyikan HP nya," pesan Bude Sum.

Aji baru sadar, HP Nining ada di kamarnya. Untungnya setelah Aji memeriksa ponselnya, tak ada hal yang aneh-aneh di ponsel Nining. Mungkin semua teman-temannya mengatur privasi ke nomornya untuk menjaga perasaan Nining.

"Sukurlah semua sudah baik-baik saja," gumam Danang. Yasmin juga merasa lega.

"Kalau begitu Bude pulang dulu," pamit Sumini. "Ayo, Mas." Danang mengekor di belakangnya.

                                            ***KBM***

Darsih yang mendengar kabar kalau Galih dipukuli oleh Aji pun merasa sangat gelisah. Sedangkan ia sendiri tak bisa meninggalkan lapak jualannya begitu saja.

"Galih, kamu nggak papa?" tanya Darsih, ia langsung menelfon adiknya.

"Aku nggak papa, Mbak, sudahlah Mbak jangan kawatir. Aku bisa jaga diri, kok."

"Sudah Mbak bilang kan, jangan ke sana. Sebenarnya Mbak sudah menduga hal ini bakal terjadi karena Nining gila setelah kamu melamarnya. Betul firasatku, ini pastu terjadi."

"Pokoknya Mbak nggak perlu kawatir. Aku baik-baik saja, kok," jawab Galih yang langsung mematikan ponselnya.

Ia dibantu Raga dan Erna mengompres luka lebam ya.

"Kamu itu nekad banget sih, Gal. Udah tahu Mas Aji lagi emosi malah dilawan," gerutu Erna.

"Siapa yang melawan, aku malah pasrah aja dipukulin. Kalau aku melawan yang ada kalian malah taruhan."

"Ck, ngeselin banget sih. Bukan begitu maksudnya, harusnya kamu itu pergi dari sana. Bukan malah nantangin." Erna menekan luka lebam Galih dengan sedikit keras sehingga membuat pemuda itu mengaduh.

"Auw, pelan-pelan donk. Nggak ikhlas banget kayaknya."

"Ngeselin banget sih, temen kamu ini, Ga!" Erna cemberut, ia tidak ikut apa-apa malah dia yang mesti dibuat repot.

"Tahu, ini Galih. Tapi, keren sih, tadi. Apalagi adegan terakhirnya, udah kayak film india."

"Bodoh amat!"

"Bukan begitu Er. Kalau aku lari, justru itu membuktikan kalau aku bersalah. Aku yakin, sekarang Mas akan berpikir ulang."

"Ya, ya."

Galih membuang napas berat. "Aku hanya nggak habis pikir, siapa yang tega berbuat seperti itu pada Nining. Kita harus berbuat sesuatu untuk Nining."

Erna dan Raga berpikir sejenak.

"Kita harus apa?" Erna melempar tanya.

"Mencari Kiyai atau apa gitu? Tapi, siapa dan di mana?" tanya Raga.

"Entahlah."

                                           ***KBM***

Usai mandi, Nining berniat membersihkan halaman rumahnya. Seperti biasanya, Nining akan menyapu halaman di sore hari.

"Lho, Mbak, kenapa halaman rumah kita begitu berantakan?" tanya Nining keheranan.

"I-itu tadi ada sapi milik tetangga lepas."

"Oh." Nining pun berjalan ke halaman rumahnya sambil membawa sapu ijuk. Aji terus memperhatikan adiknya, pun juga Yasmin. Ia terus mengikuti setiap langkah Nining.

"Mbak Yas duduk aja. Biar aku yang merapikan halaman," kata Nining.

Beberapa tetangga yang melihat Nining di halaman pun berbisik-bisik dari rumah mereka. Tampak mereka sangat penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Nining. Sesekali mata Yasmin menangkap tatapan para tetangga, Yasmin melempar sedikiy senyum kepada mereka.

"Heran, ada sapi mengamuk sampai seperti ini dan aku nggak dengar apa-apa," ucap Nining.

"Ini, sampai berdarah, ya?" tanyanya.

"Ning, ini udah mau surup, masuk yuk, biarin aja besok pagi kita rapikan halaman rumahnya," ajak Yasmin.

"Iya, lagian Mbak sedang hamil. Nggak baik kalau di luar rumaj jam-jam segini," jawab Nining. Ia pun menyuruh Yasmin masuk duluan, tak lama kemudian Nining menyusulnya.

Azan magrib berkumandang. Nining bersiap salat berjamaah di musola, tetapi Aji melarangnya.

"Mulai sekarang kamu salat di rumah saja," kata Aji.

"Tapi, kenapa, Mas?" tanya Nining tak mengerti, ia sudah siap dengan mukenannya.

"Mbak Yasmin sering sakit perut. Kamu temenin Mbak Yasmin di rumah saja, ya. Mas takut terjadi apa-apa sama Mbak Yasmin," ucap Aji membuat alibi.

"Oh, begitu. Baik Mas, kalau begitu Nining salat di rumah saja," katanya menurut.

"Maafin Mbak Yasmin ya, Dek."

"Nggak papa Mbak, tapi Mbak Yas sudah periksa?" tanya Nining kawatir.

"Iya."

"Lalu?"

"Calon keponakanmu ini terlalu aktif, suka banget nendang perut Ibunya." Yasmin dan Aji pun tertawa palsu.

"Aku jadi nggak sabar nungguin si dedek launching. Mbak Yasmin istirahat aja kalau begitu, biar Nining yang masak buat makan malam nanti. Kalau begitu Nining salat dulu, Mas Aji juga sana buruan ke musola," usirnya.

"Oh, i-iya," jawab Aji sedikit gelagapan.

                                           ***KBM***

Seperti malam kemarin, Nining membuat nasi goreng untuk mereka makan bertiga malam itu. Aji terus memperhatikan adiknya, pun juga Yasmin.

"Mas Aji sama Mbak Yas kenapa sih, gitu amat lihatin Nining," gerutunya.

"Nggak papa, kamu cantik," puji Aji.

"Dari dulu," jawab Nining asal ceplos seperti biasanya.

Mereka  makan sambil sesekali melempar canda. Nining juga bersikap normal.

Sampai tiba-tiba saja ada seekor cecak terjatuh di atas meja makan tak jauh dari piring Nining. Mata Nining nyalang, tawa di bibirnya tiba-tiba menghilang. Dengan gerakan cepat Nining menancapkan garbu tepat di perut cecak tersebut sehingga membuat Yasmin terkejut.

"Astaqfirulahaladzim, Nining!" teriaknya.

Nining mendelik ke arah Yasmin dan Aji bergantian. Sebelum menatap cecak itu kembali, sambil menyerigai Nining tanpa ragu memasukkan cecak itu ke dalam mulutnya dengan sekali hap.

                            ***bersambung***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SANTET    Bab 48

    SANTET CELANA DALAM 48Di dalam mobil, Nining tak henti berdoa agar Galih baik-baik saja. "Tenang Ning. Galih pasti akan baik-baik saja," kata Erna. "Mbak Darsih juga tenang, ya. Sebaiknya kita semua berdoa untuk Galih," ujar Erna lagi. Meski ia juga sangat kawatir akan keadaan Galih, tetapi Erna tetap berusaha tenang.Keluarga Ustad Ilham pun turut serta di belakang mobil Arkan. Sesampainya di rumah sakit, Galih langsung dilarikan ke ruang UGD. Mereka semua menunggu di luar dengan perasaan cemas. Aji sejak tadi mondar-mandir berjalan ke kiri dan ke kanan.Yasmin terus berusaha menenangkan Darsih. Sementara itu, Erna dan Nazwa mengapit Nining yang terus menangis sejak tadi.Begitu pintu ruang UGD dibuka. Darsih segera bangkit dan berlari menghampiri Sang Dokter. "Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" "Adik Anda baik-baik saja, tapi ia mengalami luka bakar yang cukup serius. Kemungkinan besar separuh wajah adik Anda akan rusak akibat luka bakar tersebut. Ini saja yang bisa kami sampai

  • SANTET    Bab 47

    Santet Celana dalam 47"Galih?" "Iya," tegas Erna."Kamu jangan bercanda Er. Ini tidak mungkin." "Kalau tidak percaya, kamu bisa lihat sendiri," tentang Erna. Nining pun bangkit dari duduknya. Ia berjalan cepat dan mengintip ke arah ruang tamu. Terlihat Galih duduk di depan Pak Penghulu. Ia menjawab pertanyaan dari Abbah Udin dengan tenang. Namun, tiba-tiba tatapan mata mereka bertemu. "Dia sangat cantik, dia baik, dia tabah menghadapi takdir hidupnya yang pahit. Dia wanita paling kuat dan sederhana yang pernah ku kenal, Bah." "Galih ...." ucap Nining lirih. Di sebelahnya Arkan duduk dengan santainya sambil tersenyum ke arah Nining."Arkan." "Arkan tak mau mengambil kebahagianmu, Ning." Yasmin tiba-tiba muncul di belakang Nining memegang pundak kirinya.."Bagaimana ini bisa terjadi?" "Aku memberitahukan semuanya kepada Bu Aya dan Pak Ismu. Aku memang berjanji tak akan memberitahukan perihal kesalahpahaman itu kepada Galih dan Arkan, tapi aku nggak berjanji untuk diam kepada ke

  • SANTET    Bab 46

    SANTET CELANA DALAM 46"Mas. Kita harus bicara," kata Yasmin setelah keluarga Arkan pergi dan Budenya pulang. "Mbak Yas, sudah nggak papa," ucap Nining. Ia menarik lengan tangan kakaknya mengiba. "Ning.""Mbak Yas, sudahlah." "Ada apa?" tanya Aji tak mengerti melihat sikap adik dan istrinya. Yasmin melihat ke arah luar. Mobil Arkan sudah melaju pergi. "Mas, sebenarnya apa yang terjadi. Mas bilang sudah mendengar semua percakapanku dengan Nining. Kenapa Mas bisa salah begini?" protes Yasmin."Salah? Apanya yang salah?""Nining memilih Galih, bukan Arkan." Akhirnya Yasmin mengatakannya juga. Nining memejamkan matanya mencoba mengambil napas dalam-dalam lalu ia hembuskan perlahan. Nining takut akan terjadi masalah besar. "Bukankah kamu bilang kalau Arkan pasti akan senang dengan keputusan Nining. Dia sudah lama menunggu jawaban ini dari Nining?" ungkap Aji. "Iya, memang benar Arkan sudah menunggu lama jawaban dari Nining. Tapi apa Mas tahu apa jawaban Nining?!" "Arkan, kan?" "B

  • SANTET    Bab 45

    SANTET CELANA DALAM PART 45"Galih." "Galih?" "Iya, Galih. Menurutku ... dia yang lebih pantas menjadi ayahnya Gilang. Galih tanpa pamrih menjagaku selama ini meskipun aku pernah menolaknya. Ia juga tak pernah memaksakan kehendaknya padaku. Aku rasa, tak ada kata yang bisa kuungkapkan untuk mengambarkan bagaimana kebaikan Galih dan selain itu juga aku punya alasan lain." Nining pun tertunduk malu. "Apa itu?" "Kurasa ... aku mencintai Galih, Mbak," ucap Nining kemudian. Yasmin pun tersenyum, kemudian memeluk adik iparnya itu dengan gemas. "Mbak Bahagia banget mendengar keputusanmu ini, Ning. Aku yakin kamu akan bahagia bersamanya." "Benarkah, Mbak?" "Ya, Arkan pasti akan senang dengan keputusanmu ini. Mbak bahagia akhirnya kamu mau menikah juga. Dia sudah tak sabar menunggu jawaban darimu," ucap Yasmin. Di saat itulah secara tak sengaja Aji mendengar ucapan Yasmin ketika hendak kembali ke belakang usai mengambil dedak di samping rumah untuk campuran minum ternak kambing merek

  • SANTET    Bab 44

    SANTET CELANA DALAM PART 44Nining dirujuk ke rumah sakit bersama dengan bayinya. Hari bahagia itu seketika menjadi petaka. Entah apa yang terjadi mereka belum tahu pasti. Yang jelas detak jantung Nining semakin lemah. Sudah hampir satu jam Nining berada di dalam ruangan UGD. Yasmin menggendong putra Nining yang bahkan belum memiliki nama. Mereka semua menunggu kabar dari dokter dengan cemas. Begitu pintu dibuka. Aji langsung menghampiri Sang Dokter."Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" "Maaf, kami sudah berusaha." "Apa?! Apa maksud dokter dengan meminta maaf?" bentak Aji."Pasien sudah tiada, kami sudah melakukan segala upaya, tapi Tuhan berkehendak lain." Bagai disambar petir. Aji terpaku di depan ruang UGD. Ia berjalan pelan menuju pintu, lalu melonggok ke dalam. Kain putih sudah menutupi seluruh tubuh Nining. Yasmin membekab mulutnya. Ia menangis tanpa suara. Bayi yang ada dalam gendongannya pun menangis, seakan ia ikut merasakan apa yang terjadi. Betapa malang nasibnya, ia

  • SANTET    Bab 43

    SANTET CELANA DALAM PART 43Tak mendapatkan jawaban yang pasti dari Nining, Arkan pun tak ingin memaksanya. Dari tempat Dokter, Nining diajak Arkan ke baby shop. Begitu masuk, mereka disuguhkan berbagai macam keperluan bayi.. Mulai dari baju, sepatu, sampai acsesoris. Nining berjalan ke deratan baju-baju bayi bermotif otomotif, lalu mengambil setelan baju anak bergambar pesawat terbang berwarna biru. "Lucu, ya?" tanyanya pada Arkan."Ya." Nining pun memasukannya ke dalam keranjang belanja. Pertama satu, hingga tanpa sadar keranjang belanja itu mulai penuh. "Ini bagus, ya?" "Iya," jawab Arkan. Ia terus memandangi Nining dan buru-buru memalingkan wajah ketika Nining memandangnya. Seperti pasangan suami istri, Arkan dengan sabar menemaninya. Sepatu-sepatu lucu turut masuk ke dalam keranjang, topi, kaos kaki, sampai mainan. "Total semuanya empat juta tiga ratus enam puluh dua, Mas," kata Mbak Kasir. "Hah, yang benar? Coba hitung lagi, Mbak. Siapa tahu salah," ucap Nining kaget

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status