Share

Malam Pertama Kelabu

Bukan hanya lampu kamar yang dimatikan oleh Karan, seketika dia menarik tubuh Eliza ke atas ranjangnya. Tak memberikan aba-aba, tidak peduli Eliza akan menyetujuinya ataupun tidak. Karan benar-benar malayangkan aksinya.

“Karan, apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku!”

“Diamlah! Bukankah kita sudah menikah? Tidak ada yang dapat melarang apapun yang dapat kulakukan kepadamu.”

“Iya, tapi... Karan...”

Karan tidak mengindahkan teriakan Eliza. Dia terus melakukan aksinya, memberikan sentuhan pada tubuh Elizaa. Tidak peduli, Eliza memberikan penolakan.

Malam ini benar-benar sudah tidak ada lagi toleransi bagi Karan untuk tidak menyelesaikan keinginannya kepada Eliza.

“Kamu tidak percaya padaku, jika aku bekerja di luar bukan? Kamu takut melakukan pengkhianatan bukan? Akan aku buktikan kepadamu malam ini, bahwa aku benar-benar mencintaimu dan tidak pernah melakukan hal buruk di luar sana.”

“Karan, aku percaya padamu, tapi bukan dengan cara ini kamu membuktikannya.”

“Emph!!! Ka...”

Karan tidak membiarkan Eliza bicara, dia menyumpal mulut Eliza dengan mulutnya. Lalu, dengan kasar, dia melumat bibir Eliza. Tidak peduli Eliza menolak, dia terus melakukan itu.

Bukan menikmati, Eliza justru menahan rasa sakit dan menangis dibuatnya. Karan tidak hanya memaksakan mulutnya menyentuh bibir Eliza, dia langsung melepaskan pakain yang dikenakan Eliza dengan paksa.

“Karan, jangan! Aku mohon! Jangan sekarang! Aku tidak siap melakukannya.”

“Apa yang kamu pikirkan? Aku suamimu? Kamu tidak boleh menolaknya.”

Eliza meneteskan air mata, tetapi Karan sepertinya tidak peduli dengan hal itu. Dia terus melakukan sesuai keinginannya. Karan memaksa masuk tanpa persetujuan Eliza, Eliza merintih kesakitan.

“Owh! Karan! Sakit sekali, kumohon hentikan Karan. Pedih sekali rasanya.”

“Tenanglah sayang, kamu tidak perlu khawatir. Aku akan menggantikan rasa pedihnya dengan kenikmatan yang belum pernah kamu rasakan sebelumnya. Ini hanya sebentar, nanti pedihnya akan hilang.”

Bukan menikmati, Eliza terus merintih kesakitan. Ini menjadi malam pertama yang paling buruk baginya. Kenapa rasanya bukan nikmat, justru rasa sakit pedih. Sesuatu yang besar dan panjang menerobos masuk memasuki lubang kenikmatannya dan merobek selaput dara milik Eliza.

Selama ini Eliza tidak pernah tahu volume maupun ukuran milik Karan, tapi sudah nampak jelas gundukan bagian bawah terlihat lebih besar dari ukuran orang lain. Entah apa itu, Eliz tidak peduli.

Hanya saja, malam ini menjadi mimpi buruk baginya. Tidak ada malam pertama yang indah, justru sebaliknya. Tubuh Eliza terasa ingin retak saat Karan benar-benar memaksanya menikmati rasa sakit itu.

“Berbaliklah!”

“Apalagi yang akan kamu lakukan, Karan? Sudah cukup, aku tidak kuat lagi!”

“Diamlah, lebarkan kakimu!”

“Karan, tidak!! Jangan! Lepaskan aku, Karan! Aku mohon, sakit sekali.”

Karan benar-benar tidak mengindahkan semua permintaan Eliza. Dia terus saja beraksi sesuai keinginannya. Semakin kencang teriakan Eliza, Karan justru semakin gila mengoyangkan tubuhnya.

BRUK!!!

Eliza terhempas disebelah Karan, tetapi Karan tidak membiarkan wanita disebelahnya usai sampai di sana. Karan kembali menaiki tubuh Eliza.

“Bukalah mulutmu!”

“Emph, uhuk!!”

Eliza tersedak, sesuatu memenuhi mulutnya dan mengentak tenggorokan. Eliza berusaha menolak, tetapi Karan enggan berhenti. Hingga dia benar-benar merasakan sesuatu akan keluar dari sana.

“Uhuk!”

Eliza kembali terbatuk, Karan benar-benar gila. Dia semprotkan sepuasnya di mulut Eliza dan memaksa Eliza menelannya. Uwek! Rasanya aneh.

“Arrrgghh!!!” Karan melenguh seraya menjatuhkan tubuhnya di sebelah Eliza.

Dia sudah benar-benar puas, tapi tidak pernah dia pikirkan Eliza justru tidak menikmati permainan gilanya. Dia masih meringis kesakitan, punggungnya terasa sakit dan begitu juga panggulnya.

“Karan, pedih sekali. Kenapa kamu melakukan ini kepadaku?” Eliza menangis.

“Kenapa kamu menangis, pedihnya sebentar. Kamu akan terbiasa, seharusnya banggu memiliki suami sepertiku?”

Bukan bersimpati. Karan hanya tertawa, tidak peduli Eliza meringis kesakitan. Selain itu, Eliza juga dikejutkan dengan sprai berwarna putih itu berubah warna. Bercak merah keluar dari bagian bawah Eliza dan merembes di atas sprai.

“Apa yang aku harus banggakan? Kamu sudah melukaiku. Lihatlah! Kenapa keluar darah?”

“Jangan panik, baguslah kamu keluar darah. Itu artinya kamu masih perawan. Dengar! aku lelaki yang jantan. Kenapa kamu justru menolaknya, selama ini aku selalu dipuji oleh banyak wanita dengan kejantananku ini.”

“Hah! Apa katamu?”

Eliza semakin terisak tangis mendengar jawaban Karan. Jika banyak wanita yang sudah menikmatinya, artinya Karan sudah tidak perjaka lagi. Sungguh keterlaluan, dia bahkan tidak mengatakan hal ini kepadanya sebelum menikah.

Ini curang, jika dirinya haruslah menjadi wanita suci sebelum menikah. Lantas, dengan santai Karan merasa tidak bersalah bahwa dirinya sudah pernah menikmati banyak wanita.

“Berhentilah menangis! Lebih baik kamu bereskan sprai ini, aromanya sudah tidak enak lagi.”

“Kenapa kamu melakukan ini kepadaku Karan?”

“Apa yang kamu pikirkan? Mereka menyukainya dan aku juga menikmati service mereka. Tidak seperti kamu yang tidak memiliki inisiatif apapun. Bahkan hanya mengulum saja  kamu tidak mampu.”

Pikiran apa yang ada dibenak Karan saat ini. Bagaimana bisa Eliza berinisiatif melakukan sesuatu, sementara Karan mendominasinya. Dia bahkan tidak memberikan jeda bagi Eliza bernapas barang sebentar saja.

Seolah, Karan hanya ingin menuntaskan keinginannya tanpa berpikir tentang Eliza. Dia tidak peduli istrinya menolak dan merintih kesakitan, yang ada dalam pikirannya hanya kepuasaan untuk dirinya sendiri bukan kepuasaan bersama.

Ini namanya pemerkosaan, bukan hubungan suami istri suka sama suka. Dari kejadian ini, Eliza tahu Karan lelaki kasar. Kelembutannya ditunjukkan hanya untuk menarik simpati, bukan melakukan dengan tulus.

“Pergilah! Kenapa masih tetap diam di sana?”

“Apa kesalahanku, Karan? Hingga kamu melakukan ini kepadaku?”

“Apa yang aku lakukan? Tidak ada salahnya, kita sudah menikah dan aku berhak atas dirimu. Apalagi? Kamu merasa aku telah melecehkanmu? Tidak Eliza, aku suamimu.”

“Kamu memang suamiku, tapi semua yang kamu lakukan ini tidaklah benar. Kamu sudah melukaiku? Bukankah kita bisa melakukannya perlahan? Tapi kamu...”

Karan mulai muak dengan tangisan Eliza, dia beranjak dari ranjang. Lalu mengganti bajunya. Melihat Karan bersiap menggunakan pakaian yang lebih rapi membuat Eliza bertambah curiga.

Ke mana Karan akan pergi selarut ini? Bagaimana bisa dia meninggalkan Eliza di malam pertamanya? Bukan berusaha menenangkan Eliza, Karan justru memakinnya.

“Karan, kenapa kamu menggunakan pakaian rapi?”

“Kenapa? Pertanyaan macam apa itu? Apa tugasmu sebagai istriku hanya mencurigaiku saja? Lebih baik kamu selesaikan pekerjaanmu saja. Tidak perlu kamu ikut campur urusanku.”

“Sebagai istrimu, aku berhak tahu ke mana kamu pergi dan apa yang akan kamu lakukan malam-malam begini?”

BRUK!!!

Bukan memberikan penjelasan, Karan justru mendorong tubuh Eliza. Dia tampak ketakutan, apa yang sudah dilakukan Karan beberapa menit lalu sudah membuatnya sakit. Eliza tidak ingin mengulangi rasa sakitnya.

“Jangan ikut campur urusanku! Kamu hanyalah pelayanku, lakukan apa yang aku mau. Jika tidak, aku akan...”

“Tidak Karan! Jangan lakukan apapun kepadaku, baiklah! Aku akan mengikuti maumu.”

“Bagus!”

Karan menyingkirkan tubuh Eliza dari hadapannya, lalu dia meninggalkan kamar. Sementara, Eliza hanya menangis sesegukan, meratapi nasibnya. Menikahi lelaki hypesex yang ganas dalam permainan ranjangnya.

“Bukan pernikahan seperti ini yang aku harapkan, Karan,” tangis Eliza.

BERSAMBUNG...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status