Karan tidak peduli dengan Eliza yang mencoba mencegahnya untuk pergi. Dia tetap meninggalkan rumahnya begitu saja di malam pengantin mereka. Tidak ada malam pertama yang indah, hanya ada rasa sakit dan kekecewaan bagi Eliza.
Eliza bangkit dari ranjang seraya menahan rasa sakit dan pedih di bagian bawahnya. Karan memang gila, dia bahkan tidak memberikan jeda dari satu posisi ke posisi lainnya. Tidak peduli Eliza berteriak ataupun merintih kesakitan.Perlahan, Eliza bereskan sprai di ranjangnya dan mengganti dengan sprai baru. Terpaksa, Eliza harus berjalan menuruni tangga untuk menurunkan cucian.“Bu, kenapa tidak memanggil saya untuk mengambil cuciannya?” ujar Bi Tuti seraya membantu Eliza membawakan cuciannya.“Tidak apa-apa, Bi. Ini sudah terlalu malam, Bibi juga sedang istirahat.”“Saya bisa dimarahin Tuan kalau melihat semua ini.”Eliza tersenyum, “jangan berlebihan, Tuan tidak ada di rumah. Baru saja pergi keluar, entahlah mau ke mana malam-malam begini.”Nada suara Eliza terdengar sendu. Meskipun dia berpura-pura tesenyum kepada Bi Tuti, tetap saja itu tidak dapat menyembunyikan rasa sakit yang dia rasakan.Bukan hanya bagian intim saja yang sakit, hatinya sangat sakit. Karan tidak menjadikan malam ini sebagai malam istimewa untuk keduanya. Pada mereka baru saja merayakan hari bahagia.Karan tidak memberikan hal indah di malam pengantin mereka, justru dia membuat Eliza merasa tidak berguna menjadi istrinya. Hanya dijadikan sebagai pelampiasan birahi semata. Bajingan, dia berkedok lelaki baik untuk memperbudak Eliza.“Ibu, baik-baik saja?” tanya Bi Tuti menyakan keadaan Eliza saat melihat majikan barunya meringis kesakitan.Eliza mengangguk perlahan, “iya, Bi. Saya baik-baik saja,” ujarnya berbohong.Tidak ada gunanya Eliza menceritakan apa yang terjadi kepada Bi Tuti, dia tidak akan membantunya. Memang Karan yang harusnya bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Hanya saja, lelaki itu benar-benar tidak peduli.“Hanya sedikit rasa sakit saja, Bi. Mungkin sakitnya akan segera pulih nanti,” lanjut Eliza.Bi Tuti hanya mengangguk kecil, sebenarnya dia sudah tahu apa yang terjadi kepada Eliza. Teriakan Eliza cukup kencang saat sedang bermain dengan Karan. Namun, Eliza tidak tahu mengapa rasa sakitnya benar-benar berbeda. Bukan hanya robekan saja, tetapi nyeri panggul akibat dorongan Karan seperti merapuhkan seluruh persendiannya.Setelah memberikan cucian dari kamarnya, Eliza ke kamar untuk istirahat. Dia tidak ingin Karan kembali dan melihtnya meratapi kepedihan. Eliza tidak mau terlihat lemah di mata suami kejamnya.Sementara itu, Karan pergi ke sebuah club malam untuk menemui Ryn. Gadis itu sudah mengamuk sejak tadi siang dan memaksanya untuk bertemu. Tidak hanya jatah uang saja yang dia minta dari Karan, dia selalu meminta jatah kenikmatan dari kehebatan milik Karan.“Hai sayang, dari mana saja kamu? Jangan katakan jika malam ini kamu bersenang-senang dengan gadis itu, lalu melupakan aku begitu saja,” ujar Ryn seraya mengecup manja bibi Karan.“Kenapa? Kamu cemburu Ryn? Dia istriku, sayang sekali jika tidak kunikmati tubuhnya walaupun sebentar saja.”“Oh, shittt!! Sebentar katamu? Tidak, ini sudah melewati batas. Pokoknya aku juga meminta jatahku malam ini.”Tanpa diminta, Karan sudah pasti akan memberikannya. Dia lelak beruntung, bisa bermain dengan dua orang wanita malam ini. Setidaknya, Ryn lebih berpengalaman dalam memuaskan Karan di atas ranjang.“Sepertinya, Eliza perlu belajar bagaimana caranya memuaskanku di atas ranjang,” goda Karan seraya mencolek dagu kekasihnya.Senyum menggoda Ryn membuat jantung Karan semakin tergoda, apalagi setelah gadis itu meneguk wine miliknya. Basah dan merah bibir kekasihnya membuat Karan tidak bisa menaha diri lagi.“Opssttt!!! Tidak sekarang, kita minum dulu. Nikmati saja dulu minuman ini, sebelum akhirnya kita menikmati peluh masing-masing,” goda Ryn seraya mengedipkan sebelah matanya.Karan meneguk gelas bir yang diberikan Ryn kepadanya. Tidak sadar, entah berapa teguk yang sudah dia habiskan malam itu. Ryn terus menambah isi gelas milik Karan setelah lelaki itu habi meneguknya.Malam ini, Karan benar-benar mabuk. Bukan hanya malam ini saja, memang. Hampir setiap malam Karan menghabiskan malamnya dengan banyak wanita di club malam. Entah berapa pula simpanannya itu, Karan tidak peduli uang miliknya habis hanya untuk membayar setiap lubang yang berhasil dia masuki. Apalagi, Eliza tidak berguna bagi dirinya. Dia tidak mau melakukan apapun untuk memberikan kepuasan untuk Karan.“Karan, apakah kamu baik-baik saja?” tanya Ryn saat dia jatuh dalam pelukannya.Namun, sepertinya memang lelaki itu sudah benar-benar mabuk. Sehingga, Karan mulai meracau tidak jelas lagi.Ryn membawa Karan ke lantai atas, dia sudah menyiapkan kamar untuknya bersama Karan malam ini. Baik dalam keadaan mabuk maupun sadar, Karan tidak akan menolaknya. Akan tetapi, malam ini Ryn memiliki tujuan lain. Dia tidak hanya akan menghabiskan malam dengan Karan, tetapi Ryn membuat sebuah rencana jahat yang tidak disadari oleh Karan.Setelah Ryn menutup pintu kamar, dia segera membuka pakaiannya. Tak ada sehelai bajupun, kecuali lingeria tipis yang menampakkan seluruh tubuh dirinya.“Sayang, apakah kamu tidak tertarik padaku?” goda Ryn seraya berdiri di hadapan Karan.Tanpa basa-basi, Karan segera menangkap tubuh Ryn meskipun jalannya sempoyongan. Akan tetapi, Ryn tidak serta merta menyerahkan begitu saja tubuh miliknya kepada Karan.“Tunggu dulu, sayang. Aku akan memberikan segalanya pada, seperti biasanya. Tapi kali ini, aku punya syarat untuk itu.”“Apa? Uang?”Karan meraba saku bajunya, dia mengeluarkan lembaran berwarna merah. Lalu, dia menaburkannya di tubuh Ryn.Saat Karan kembali akan menyentuhnya, Ryn menghentikan sejenak. “Tidak, sebelum kamu membubuhkan tanda tangan di atas kertas ini,” ujar Ryn seraya membuka map berisi sebuah kertas untuk ditandatangani.Karan tidak menaruh curiga apapun, dia juga dalam pengaruh minuman yang membuat dirinya mabuk berat. Sehingga Karan tidak mampu membaca isi tulisan dalam surat tersebut. Dia hanya mengambil pena dari tangan Ryn dan membubuhkan tanda tangan di sana.“Fine, aku sudah melakukannya. Sekarang, mari berikan aku kepuasan sayangku.”“Tentu saja sayang.”Ryn mendekat, tanpa diminta dia sudah melumat habis mulut Karan. Keduanya bermain di dalam, sangat dalam hingga berbunyi cukup keras. Karan juga tidak membiarkan dada dan bagian tubuh Ryn lainnya menganggur.Tangan Karan mulai bermain cukup kasar menggerayangi tubuh kekasihnya. Sementara Ryn mendesah nikmat merasakan sesuatu yang luar biasa dari lelaki ini. Benar yang dikatakan Karan, setiap wanita selalu merasa puas bermain dengannya.“Lebih dalam lagi, Karan. Yeah, di sana. Kamu benar-benar lelaki perkasa, teruskanlah. Berikan aku kenikmatin, tidak akan usai sampai kita bermandikan peluh,” ceracau Ryn.Mendapatkan persetujuan dari wanita yang dia nikmati, Karan semakin liar memainkan lidahnya di setiap ujung tubuh Ryn.“Teruskan Karan, teruskan saja. Aku tidak hanya mendapatkan tubuhmu, aku juga mendapatkan bayaran yang cukup mahal untuk memberikan tubuhku kepadamu. Sebentar lagi, Karan. Hidupmu akan hancur,” batin Ryn.BERSAMBUNG...BRAK!!!!Pintu kamar mendadak terbuka secara paksa. Eliza baru saja keluar dari kamar mandi seraya mengeringkan rambutnya yang basa. Melihat istrinya hanya menggunakan handuk saja, Karan segera menangkap tubuhnya.“Tidak! K-karan, emph... Karan,” teriak Eliza.Karan tidak peduli dengan penolakan Eliza, dia tetap melancarkan aksinya. Melanjutkan sisa pembantaian semalam. Sebagai istri, Eliza tidak memiliki hak untuk menolaknya dan penolakan itu hanya akan membuat Karan semakin liar.“Diamlah! Ikuti saja permainanku ini, nanti juga kamu akan menikmatinya.”Karan melepaskan ikat pinggangnya, Eliza semakin ketakutan melihat perilaku Karan yang semakin liar. Dia benar-benar sudah tidak waras lagi dalam permainan ranjangnya.PLAK! PLAK! PLAK!!!Ikat pinggang terbuat dari kulit itu dilayangkan Karan tepat di bokong istrinya. Tanda merah itu sudah tidak dapat dihindari lagi. Selepas Karan mengerayangi istrinya, melepaskan kain handuk yang menutupi tubuh sang istri.Karan tidak membiarkan tubu
Eliza sengaja tidak melanjutkan perdebatannya dengan Karan. Dia tidak mau Karan mengetahui bahwa dirinya sudah mengentahui skandal Karan dengan sang sekretaris. Untuk memastikan kebenarannya, Eliza diam-diam akan datang ke kantor.Setelah Karan berpamitan selepas sarapan pagi, Eliza hanya pura-pura melanjutkan aktivitas di kamarnya. Melihat Karan sudah berlalu menggunakan mobilnya, Eliza mengganti pakaian.“Bi, tolong bantu saya untuk membereskan meja makan. Saya mau pergi sebentar,” ucap Eliza seraya melangkah perlahan meninggalkan rumah.Bi Tuti tahu, Eliza berusaha menahan rasa sakit saat berjalan. Memang, Eliza mengalami pembekakan akibat hubungan intimnya dengan Karan. Tetapi, dia tidak menggubris rasa sakitnya. Akan jauh lebih baik, jika Eliza tahu apa yang sebenarnya terjadi antara suami dengan sekretarisnya.“Lihat saja Karan, aku tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja dari tanganku. Kamu berpikir bahwa aku benar-benar akan mempercayaimu begitu saja? Tidak Karan, tidak akan
KRING!!!!!Ponsel Karan berdering sangat kencang membuatny menghentikan aktivitas. Tetapi tangannya tetap tidak terlepas dari Eliza. Justru semakin dalam memasukan jarinya. Sementara Eliza pun tidak menolaknya, dia menikmati sentuhan dan semakin melebarkan keduanya. Agar Karan lebih leluasa bermain di sana, semakin dalam dan semakin merdu derap napasnya.“Ssshhhttt! Sean, apa yang terjadi di bawah sana? Kenapa rasanya nikmat sekali?” lenguh Eliza sambil menggigit bibir bawahnya.Tetapi sepertinya, Karan masih sibuk bicara melalui panggilan telepon. Dia tidak menjawab, tetapi tangannya tidak terhenti hingga dia kembali menyimpan ponselnya.“Sean, lakukan sesuatu. Rasanya aku buang air kecill saat ini.”Eliza terus meracau tidak karuan, mendengar itu seperti membangunkan sesuatu yang sejak tadi sedang tertidur. Sean tidak ingin melewatkan kesempatan ini, dia sudah tidak tahan lagi untuk membiarkan bibir teman wanitanya menganggur.Tanpa meminta persetujuan dari Eliza, Sean langsung saj
Hampir saja Karan menabarak sesuatu di hadapannya, sejak tadi Eliza mengganggu Karan berkonsentrasi membawa mobil. Gadis ini beracau tidak karuan, saking terlalu sakit pendarahan yang terjadi kepadanya.Sepanjang perjalanan, dia terus meringis kesakitan. Dia terus menyalahkan Karan atas apa yang terjadi padanya. Rasa sakit akibat hubungan seksual yang tidak sehat dan sakit hatinya atas pengkhianatan yang dia lakukan.“Aku baik-baik saja, jangan bawa aku ke rumah sakit. Kita pulang saja, Karan.”“Tapi kamu pendarahan, jangan kamu...”Puk!Eliza melayangkan tangannya tepat di lengan kekar Karan. Sebelum Karan mengutarakan kalimat dan tuduhan gila, Eliza sudah memakinya lebih dulu.“Apa yang kamu pikirkan? Pendarahan karena keperawanan aku sudah berhasil kamu ambil? Dasar lelaki gila, tidak waras.”“Kenapa kamu terus mengatakan aku gila dan tidak waras. Jelas-jelas aku dalam keadaan warasa saat aku menikahimu, Eliza.”“Jika kamu lelaki yang sedang waras, tentu saja kamu tidak akan membia
Karan berbicara seolah dia tidak melakukan kasalahan apapun kepada Eliza. Dia tidak peduli meskipun istrinya akan marah terhadapnya atas kejujuran Karan tersebut. Dia juga sudah muak dengan kepalsuan hubungannya bersama Ryn.Meskipun Karan menyadari bahwa sebenarnya, dia akan menyakiti hari Eliza. Setelah Eliza mengetahui bahwa Karan memiliki hubungan denga Ryn, bukan hanya rekan kerja saja. Melainkan hubungan sepasang kekasih.Eliza mengagkat kepalanya, kali ini dia benar-benar memberanikan diri menghadap Karan dan menatapnya tajam. Dari sudut mata itu, Karan melihat kekecewaan dan kemarahan serta kepedihan yang ditunjukkan istrinya.“Karan, apa yang kamu katakan itu benar atau kamu hanya menguji perasaanku?”“Baiklah, El. Aku memang harus jujur padamu, bahwa aku dengan Ryn sudah menjalin hubungan satu bulan sebelum pernikahan kita. Aku menikah denganmu karena memang kita sudah menetapkan pernikahan. Jika aku membatalkannya, itu akan membuat reputasiku hancur, baik sebagai pengusaha
“Arrgghhhtttt!!!” pekik Eliza seraya menyentuh pelipisnya. Kepalanya terasa sakit setelah tertidur sejak sore tadi. Eliza tidak hentinya menangis, hingga dia tertidur. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Karan belum juga kembali setelah pertikan dengannya tadi siang.Ingin sekali Eliza tidak peduli pada keadaan Karan saat ini. Akan tetapi, hati kecilnya masih terus mengkhawatirkan dirinya. Meskipun Karan meminta agar Eliza tidak peduli ke mana kepergiannya, tetap saja Eliza takut terjadi sesuatu dengannya.“Ke mana dia? Jam segini belum juga kembali. Apakah dia akan menghabiskan waktu hingga pagi seperti hari-hari sebelumnya? Sial. Kenapa aku begitu peduli pada lelaki yang jelas tidak peduli padaku.”Eliza menepis bayangan Karan, dia memilih untuk beranjak dari tempat tidur untuk mengambil air minum ke lantai bawah. Eliza berjalan ke dapur perlahan, masih terasa begitu sakit luka dibagian organ intimnya itu.Saat Eliza sedang meneguk air segelas air minum, suara pintu diketuk
Hari-hari Eliza semakin tidak waras, dia bukan hanya harus menangis rasa sakit hati dan juga sakit akibat perbuatan Karan di atas ranjang. Kesehatan mental Eliza juga semakin terganggu. Dia harus menanggung banyak rasa yang tidak dipajami oleh orang lain.Setelah menikah, dunia Eliza hanyalah memenuhi hasrat suaminya tanpa penolakan. Namun, sejak malam itu Karan tidak lagi melampiaskan hasrat kepada Eliza. Entah apa yang terjadi, sehingga Karan membiarkan istrinya tanpa disentuh.“Apakah Karan masih melakukan tindakan seperti yang sering dia lakukan sebelumnya?” tanya Zoe siang itu saat keduanya menghabiskan waktu di sebuah kafe.Eliza mengangkat bahunya, “sudah lama dia tidak menyentuhku, entalah. Akan tetapi, itu sudah jauh lebih baik daripada aku menanggung rasa sakit akibat perbuatannya itu.”“Sudah kuduga, Eliza. Karan bukan lelaki baik, setiap ucapannya itu hanya sebuah kepalsuan untuk menarik simpatimu saja.”Zoe benar, Eliza sudah berhasil terpedaya oleh kebaikan Karan yang ny
Karan mengangkat semua barang-barang milik Eliza dan memasukan ke bagasi mobilnya. Sudah tidak ada lagi toleransi untuk Eliza, pernikahan ini harus benar-benar hancur. Meskipun berat hatinya meninggalkan rumah sang suami, terutama meninggalkan kenangan bersamanya. Akan tetapi, Eliza juga tidak ingin memaksakan Karan untuk tetap menampungnya di rumah itu. Padahal sudah jelas, bahwa Karan tidak menginginkan lagi istrinya. “Haruskah dengan cara begini hancurnya pernikahan kita, Karan? Apakah kita tidak bisa menyelesaikannya dengan baik-baik, Karan?” “Sejak awal sudah kukatakan bahwa aku ini menikahimu hanya untuk memenuhi janjiku padamu. Jika kamu tidak bisa bertahan dengan sikapku sekarang, lebih baik kamu pergi saja. Itu lebih baik daripada aku harus mendengarkan banyak tuntutan darimu." “Apa selama ini aku tidak pernah mengurusi dirimu atau tidak memenuhi kebutuhanmu, Karan? Aku lakukan semuanya meskipun aku sendiri enggan melakukan hal itu." “Tapi kamu lebih sibuk dengan duniamu