Share

Kecurigaan Eliza

Karan segera mengenakan pakain dengan malas, terpaksa dia harus turun ke bawah untuk menyantap makan malamnya. Sepertinya, Eliza juga tidak bersedia untuk memenuhi keinginannya saat ini. Karan harus menunggu, setidaknya sampai makan malam usai.

“Oh, ayolah! Kenapa wajahmu muram sekali? Tersenyumlah sedikit, Karan.”

“Aku sebenarnya tidak begitu lapar, tapi kamu juga harus mengisi perutmu. Aku tidak ingin kamu pingsan lagi seperti tadi.”

“Tenanglah, aku baik-baik saja. Setelah ini aku akan baik-baik saja, ayolah kita turun sekarang!”

Eliza menarik tangan Karan setelah usai menggunakan pakaian. Karan mengikutinya dari belakang. Demi bidadari yang dicintainya, tentu saja dia akan melakukan apapun.

Bidadari? Benar hanya Eliza yang dicintai oleh Karan? Lalu, siapa yang mengirimkan pesan begitu mesra itu kepadanya? Ah, sial. Karan terlalu baik untuk dikatakan lelaki brengsek. Siapa yang akan mengira Karan akan melakukan pengkhianatan. Tidak!

Karan baru saja akan meninggalkan kamar sebelum akhirnya ponsel dia berdering. Sekali, Karan mengabaikan deringnya. Eliza juga memberikan isyarat agar Karan mengabaikan panggilan tersebut. Dering kedua, Karan ingin beranjak. Namun, Eliza kembali menahannya.

“Karan, ini hari pernikahan kita. Malam ini untuk pertama kalinya kita duduk berdua di meja makan sebagai sepasang suami istri. Bisakah kamu meninggalkan ponselmu sebentar? Aku tidak meminta apapun, hanya ingin kamu menemani aku.”

“Tapi, El. Kamu tahu pekerjaanku sangat banyak, pasti itu dari kantor atau klan. Aku akan bicara sebentar, nanti aku menyusul.”

“Tidak! Aku lebih baik tidak turun daripada kamu lebih mementingkan panggilan itu daripada aku. Jika di malam pertama saja kamu dapat mengabaikan aku, bagaimana dengan malam-malam berikutnya, Karan? Apakah kamu akan selalu meninggalkan aku seoarang diri? Keterlaluan!’’

“Tidak, El. Bukan begitu. Baiklah, kita turun sekarang.

Sekali lagi, Karan mengabaikan panggilan ketiga kalinya. Dia memilih untuk mengikuti Eliza, percuma saja jika Eliza tetap di sana. Dia tidak dapat menerima panggilan tersebut. Terlalu rahasia memang, dan sepertinya bukan dari klan atau urusan pekerjaan.

Karan dan Eliza akhirnya benar-benar turun, keduanya duduk di meja makan mewah. Meskipun hal seperti ini sudah sering dilakukan oleh keduanya di restoran mahal, tapi bagi Eliza malam ini berbeda. Dia terlihat sangat menyukai hidangan makan malam ditemani oleh Karan.

“Kamu benar-benar menyiapkan ini untuk aku, Karan?”

“Iya, apalagi yang bisa aku lakukan? Aku sangat bahagia menikahimu, semua akan aku berikan untuk membuatmu bahagia.”

“Owh, Karan. Kamu benar-benar manis sekali, sejak kita menjalin hubungan kamu memang penuh kejutan.”

Karan hanya memberikan senyuman terbaiknya kepada Eliza. Gadis ini benar-benar lugu, keluguan Eliza ini justru dimanfaatkan oleh Karan.

Keduanya nampak menikmati hidangan, tampak jelas dari wajah Eliza, dia sangat bahagia. Bahagia menikahi Karan dan tentu saja bahagia dengan semua kejutan yang diberikan Karan kepadanya. Apalagi mengingat hari ini sangat lelah, rasanya lelah ini terbayarkan oleh kebaikan Karan padanya.

“Karan, boleh aku tanyakan sesuatu kepadamu?”

“Hmm, iya. Apa yang ingin kamu tanyakan, aku pasti akan menjawabnya.”

“Kamu tidak menyesal menikahiku?”

Karan terperangah, seketika dia terdiam dengan pertanyaan yang diberikan Eliza kepadanya. Bagaimana mungkin dia mempertanyakan sesuatu yang terdengar seperti pengakuan. Bukankah pernikahan keduanya sudah terjadi? Tentu saja rasa sesal itu tidak boleh terjadi.

“Kita sudah menikah, kenapa kamu mempertanyakan hal konyol ini, Eliza?”

“Kenapa aku merasa, cintamu sudah bukan untukku lagi?”

“Pertanyaan macam apa itu? Apakah yang aku lakukan ini tidak cukup memberikan kamu kepercayaann bahwa aku benar-benar mencintaimu?”

Eliza terdiam, dia memang tidak memilik jawaban atas pertanyaan Karan. Semua yang dilakukan Karan sangat special dan indah. Tentu saja setiap wanita yang mendapatkan kejutan seperti ini akan merasakan bahagia dalam hidupnya.

Berbeda dengan Eliza, semakin hari kepercayaannya kepada Karan memudar. Apalagi beberapa waktu terakhir sebelum pernikahan, Eliza melihat Karan lebih banyak menghabiskan waktu di kantor daripada menemaninya. Selalu saja pelayan Karan yang menemani Eliza.

“Apakah Ryn benar-benar bekerja untukmu di kantor, Karan?”

“Uhuk!!” Karan terbatuk mendengar pertanyaan Eliza kali ini.

“Kenapa kamu tiba-tiba bertanya begitu? Ryn tentu saja bekerja menggantikanmu di kantor, apalagi pekerjaan?”

“Benarkah dia hanya bekerja denganmu di kantor? Ataukah dia juga menggantikan posisiku dalam hidupmu? Dia tidak hanya membantumu di kantor, tetapi juga menemanmu di atas ranjang,” batin Eliza.

Persetan. Mengapa pertanyaan semacam itu muncul di kepalanya? Bukankan hal itu bentuk dari ketidakpercayaan? Lantas, apa makna pernikahan yang dijalani? Bukankah pernikahan berlandaskan saling percaya?

Bukan tidak mungkin, pertanyaan itu muncul dalam benak Eliza. Mengingat Karan memang cukup tampan dan menjadi incaran setiap gadis. Dia sukses secara finansial dan usahanya berkembang hingga ke luar negeri.

Gadis mana yang tidak tertarik? Bukankah pejabat tinggi semakin naik jabatan simpanannya semakin banyak? Atau mungkin seperti kasus pelayar yang memiliki wanita di setiap dermaga tempatnya berlabuh? Sial. Bajingan. Jika itu yang terjadi, dia benar-benar brengsek.

“Eliza, sudah tiba di mana lamunanmu itu? Aku bertanya, kenapa kamu diam saja? Apa yang kamu pikirkan?”

“Tidak ada, aku hanya...”

“Hanya apa?” Karan memotongnya.

Apa yang ada dalam benak Eliza barang kali sudah terbaca oleh Karan. Akan tetapi, gadis itu tidak akan membiarkan dikalahkan pikiran buruknya. Dia harus menyakinkan diri bahwa Karan benar-benar setia. Dia bukan lelaki bajingan seperti yang dipikirkannya.

“Tidak ada, aku sudah selesai. Bolehkan aku naik lebih awal?”

“Kamu mau ke mana? Makananmu masih banyak, tadi kamu yang mengajakku makan? Kenapa sekarang kamu mendadak tidak nafsu makan?”

“Aku sudah kenyang.”

Eliza berusaha membuang jauh pikiran buruk tantang Karan. Dia hanya ingin hidup tenang tanpa curiga kepada suaminya. Namun, sikap Karan yang terlihat aneh dan lebih sibuk dengan gedget-nya beberapa hari terakhir membuat Eliza tidak berhenti menaruh rasa curiga.

Setiap wanita akan merasakan apa yang dirasakan oleh Eliza, apalagi setelah menikah. Tidak mudah baginya untuk tidak mencurigai. Apalagi Karan bekerja di luar tanpa dirinya, segala hal akan terjadi begitu saja. Dia lelaki normal, bukan hal mustahil akan tertarik kepada gadis lain.

“Oh ayolah, El. Buang semua pikiran burukmu. Karan tidak melakukan pengkhiatan apapun, dia akan selalu setia kepadamu.”

Eliza terus bersiteru dengan dirinya sendiri. Padahal selama ini, dia tidak pernah berpikir hal demikian terhadap Karan. Dia selalu percaya, sebab Karan selalu bersamanya.

Berbeda setelah Karan memintanya istirahat sebelum hari pernikahan, Eliza tidak tahu lagi apa yang dilakukan Karan di luar sana. Dia hanya tahu Karan bekerja, entah apa yang terjadi di luar kantor.

Lampu mendadak mati, setelah mendengar suara pintu kamar terkunci. Entah kapan Karan masuk kamar, Eliza terlalu sibuk dengan lamunannya hingga tidak menyadari hal itu.

“Karan, kenapa lampunya mati?”

“Kenapa masih bertanya? Ini malam pertama kita, apalagi jika bukan...”

“Karan!!”

BERSAMBUNG...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status