Share

BAB 4

Author: Alva_R
last update Last Updated: 2025-02-26 19:47:59

Di Saung Wong Deso milik Mafida.

Tepatnya diruang kerja Mafida.

"El, hari ini kamu handle ya semuanya, awasi kerjaan semuanya, aku mau pulang dulu kepala ku tiba-tiba pusing, yang di cabang biar dihandle Herlis," ujar Mafida yang udah bersiap-siap untuk pulang.

"Siap bu, tapi apakah ibu tidak apa-apa bawa mobil sendiri," tanya Elisa dengan rasa kwatir.

"Aku naik taksi aja El, nanti mobilnya suruh anter Pak Wahid kerumah ya," titah Mafida sambil beranjak pergi dari hadapan Elisa.

"Siap Bu hati2 ya," jawab Elisa asistennya.

"Oke, makasih ya El," ucap Mafida.

"sama-sama Bu, sudah menjadi tugas saya sebagai asisten ibu," jawab Elisa dengan tersenyum lembut.

Mafida akhirnya berlalu meninggalkan Restonya.

***

Sesampainya di rumah jam masih menunjukkan jam satu siang, Mafida heran karena melihat motor suaminya ada dirumahnya. Pasalnya ini masih jam kerja.

"Loh Mas Imam kok, ada dirumah, tadi kan berangkat kerja. Ini juga masih jam satu siang. Kok tumben sekali Mas Imam pulang tanpa kasih kabar," gumam Mafida.

Keheran Mafida semakin menjadi, saat melihat sepatu Anna diteras rumah.

"Lah Anna juga, kok dirumah, kan katanya dia ada jadwal kuliah hari ini," gumam Mafida lagi.

Hati Mafida bergejolak melihat keanehan dirumahnya saat ini.

Mafida masuk rumah setelah mengucapkan salam, tapi tidak ada yang menjawab salamnya. Langkahnya ia tujukan dimana kamarnya berada.

Samar-samar dia mendengar suara desahan, erangan yang berasal dari kamarnya. Pikiran buruk mulai merasukinya.

Semakin dekat langkah kakinya, semakin jelas suara desahan dan erangan itu.

"Aaah massss lebih cepat, ini nikmat sekali mass," racau Anna.

"Yes baby, aaah kenapa punyamu legit sekali, I love you baby," racau Imam.

Jantung Mafida seakan berpacu begitu cepat. Dia hapal betul dengan pemilik dua suara itu. Tubuhnya bergetar, pikiran buruknya semakin menguasainya.

Perlahan dan pelan tangannya mulai meraih gagang pintu kamarnya dengan tangan yang gemetaran. Lalu ia membukanya sedikit untuk memastikan sesuatu yang ada dalam pikirannya dan yang dia dengar salah.

Deg ! Bagai disambar petir disiang bolong, kedua tangan mafida langsung membekap mulutnya sendiri. Mafida begitu syik syak syok dan tidak menyangka apa yang telah dilihatnya.

Ia melihat adiknya sendiri melakukan hubungan terlarang dengan suaminya. Buliran bening membasahi pipinya.

Dengan tangan yang masih bergetar dan berlinangan air mata, Mafida mengambil handphone yang ada didalam tasnya.

Sakit kepala yang ia rasakan diabaikannya. Lalu ia pun lekas membuka aplikasi kamera untuk mengabadikan tindakan tak senonoh keduanya.

Setelah dirasa cukup ia merekam adegan kedua insan itu, dengan sempoyongan dan tergesa-gesa Mafida keluar dari rumahnya.

Mak Sri dan Mak Ulin yang kebetulan ada di sebrang rumah Mafida, melihat sesuatu yang tidak beres kepada Mafida yang keluar rumah dengan sempoyongan bahkan sempat terjatuh.

Dengan langkah yang sedikit berlari, mereka menghampiri Mafida yang terlihat pucat dan berlinangan air mata.

Gegas Mak Sri dan Mak Ulin meraih tangan Mafida untuk berdiri.

"Jeng Fida, apakah baik-baik saja, kenapa wajah Jeng Fida pucat," tanya Mak Ulin dengan rasa khawatir.

Mafida lalu menoleh ke arah dua perempuan tetangganya itu.

Isakan tangis masih terdengar dari bibir Mafida.

Mak Sri akhirnya memahami yang terjadi kepada Fida, Mak Sri bisa menebak, bahwasanya Mafida telah melihat sesuatu yang tak semestinya.

"Ayo Jeng istirahat dulu kerumah ku, aku tahu apa yang terjadi dengan Jeng Fida," ajak Mak Sri.

Mafida tampak ragu, tapi ia tidak punya pilihan karena tubuhnya begitu lelah dan kepalanya seperti dihantam balok.

Dengan hati-hati Mak Sri dan Mak Ulin memapah Mafida masuk ke dalam rumah Mak Sri.

"Duduklah dulu Jeng, tenangkan hati dan pikiran Jeng Fida dulu, setelah tenang nanti kita ingin berbicara sesuatu ke Jeng Fida tentang suami dan adik Jeng Fida," ujar Mak Sri panjang kali tinggi selangit.

"Iya Jeng, tarik nafas dulu hembuskan tarik nafas lagi jangan ditahan Jeng nanti kecirit ups," cerocos Mak Ulin.

Setelah meneguk air putih segelas, yang diberikan Mak Sri, Mafida mulai perlahan tenang.

"Mak Ulin dan Mak Sri mau ngomongin apa ke saya," tanya Mafida.

"Begini Jeng tadi itu aku dan Mak Ulin rencana mau datangin Jeng Fida setelah melihat Jeng Fida turun dari taksi," jelas Mak Sri mulai bercerita.

"Aku pernah melihat adik dan suami Jeng masuk hotel," ucap Mak Sri dengan pelan-pelan dan hati-hati.

Sontak saja Mafida melotot setelah mendengar penjabaran Mak Sri.

Isak tangis kembali terdengar dari bibir Mafida.

"Jeng Fida barusan pasti usai melihat sesuatu yang tak semestinya kan Jeng," tebak Mak Ulin blak-blakan.

Tangisan Mafida semakin menjadi-jadi.

Bagaimana bisa dua orang yang ia sayangi mampu menusuknya dari belakang.

Hancur hatinya berkeping-keping. Saat tangisan Mafida belum berhenti, dia kembali disuguhi beberapa lembar foto adik dan suaminya sedang makan berdua di restoran Solarita.

"Foto ini kami dapat, karena Mak Siti kan kerja di sana," ujar Mak Ulin.

"Kurang apa aku Bu, selama ini. Aku begitu perhatian ke Mas Imam walopun aku sibuk dengan Resto ku, tapi aku selalu mengutamakan suamiku," curhat Mafida dengan sesegukan.

"Emang dasar merekanya aja yang kurang ajar Jeng, ga ada akhlak, hati mereka udah ketutup nafsu bejat, pikiran mereka udah konslet," cerocos Mak Sri panjang dan tinggi.

"Sabar ya Jeng, namanya juga ujian hidup. Dan itu tandanya Allah SWT juga masih sayang Jeng Fida karna itu Allah menunjukkan tabiat busuk mereka dan untungnya Jeng Fida juga belum punya anak jadi misal Jeng Fida mau cerei, bisa cerei tanpa ada beban," ujar Mak Ulin dengan mengelus punggung Mafida seraya menenangkan dan memberikan solusi.

"Tapi Jeng Fida jangan langsung cerei dulu, Jeng harus main cantik, kasih pelajaran mereka biar mereka menyesal telah menyakiti Jeng Fida," Ujar Mak Ulin antusias.

"Kalau perlu mereka tuh kasih miskin kayak di nopel-nopel gitu jeng, biar kapok, biar tahu rasa," cerocos Mak Sri dengan semangat empat lima seperti kemerdekaan.

Pikiran Mafida masih belum bisa mencerna semua omongan bahkan nasehat ataupun saran dari kedua wanita itu. Dia butuh menenangkan diri untuk sementara ini.

Yah, lebih baik untuk sementara ini ia menginap dihotel dulu, karena dia sendiri belum sanggup jika langsung bertemu dengan adiknya maupun Imam. Dia belum tahu harus bagaimana saat bersikap didepan mereka.

Mafida lalu meraih handphonenya menghubungi assistennya.

"El, bilangin ke Pak Wahid ya, mobilnya tidak usah dianter kerumah ya," pinta Mafida.

"Baik Bu nanti saya sampaikan ke pak Wahid," jawab Elisa dari seberang telpon.

Mak Sri dan Mak Ulin masih setia ada disamping Mafida menemani Mafida.

Setelah usai menghubungi sang asisten. Mafida memesan taksi melalui aplikasi online.

"Terimakasih Mak Sri dan Mak Ulin, atas semuanya saya pamit mau istirahat dihotel dulu untuk sementara," pamit Fida.

"Baiklah Jeng hati-hati ya jaga kesehatan," jawab Mak Sri.

"Ho'oh Jeng hati-hati, kalau ada perlu bantuan atau apa jangan sungkan hubungi kami," jelas Mak Ulin.

Begitu mobil taksi online datang, Mafida lekas memasuki mobil tersebut.

"Tujuan sesuai aplikasi ya Bu,"tanya sang supir.

"Iya Pak," jawab Fida pasti.

"Baik Bu, silahkan gunakan sabuk pengamannya," imbuh sang supir taksi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Alva_R
iya donk Alhamdulillah
goodnovel comment avatar
Alva_R
iya dong Alhamdulillah
goodnovel comment avatar
Alva_R
wkwkkwkw akurat pula cctv nya...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SCANDAL    Bab 43

    Setelah pesta digelar dengan meriah nan megah. Kini sepasang pengantin baru itu, memasuki kamar pengantin yang sudah dihias begitu cantik dengan taburan bunga mawar diatas kasur dan sepasang angsa yang terbuat dari handuk."Apa kamu siap untuk malam ini sayang," bisik Hanan ditelinga Mafida, saat sudah duduk dipinggir kasur.Mafida hanya bisa menunduk, menyembunyikan rona merah jambunya."Aku mandi dulu Mas," pamit Mafida, lalu hendak berdiri."Apa mau kutemani sayang," goda Hanan dengan mengedipkan sebelah matanya.Mafida hanya terkekeh dan sedikit berlari menuju kamar mandi.Setelah mandi, Mafida berdandan dan memakai gaun dinasnya yang berwarna merah maroon. Warna yang begitu kontras dengan warna kulit tubuhnya.Seakan semakin memancarkan aura kecantikannya dan keseksiannya.Mafida keluar dari kamar mandi dengan begitu cantik dan sexy. Jantungnya berdetak kencang, walaupun ini bukan pengalaman pertamanya. Tapi rasanya tetap membuat jantungnya berpacu cepat. Hanan yang melihat itu

  • SCANDAL    Bab 43

    Mafida tertegun sesaat saat melihat penampilan Imam yang terlihat tidak terurus."Masuklah," ucap Mafida yang merasa iba melihat penampilan Imam saat ini.Sedangkan Ibunya, dia terpaksa ikut Imam kerumah Mafida karena dipaksa Imam."Silahkan duduk," Imam dan ibunya pun mulai duduk disofa yang begitu empuk. Mata ibunya Imam menelisik setiap sudut ruangan apartemen milik Mafida, seakan ia begitu takjub dan iri."Wah, gila gede sekali apartemen mu,’seru Ibunya Imam."Ada apa?" tanya Mafida."Eh Maaf, tawarin minum dulu lah atau makan dulu lah. Pelit amat jadi orang," protes ibunya Imam."Disini bukan warung," sahut Anna."Dasar pelit,""Bu," panggil Imam seraya memberikan kode supaya ibunya tidak berulah."Maf, aku disini ingin meminta maaf atas sikapku yang dulu padamu," kata Imam dengan tulus."Jika maksud mu hanya ingin kembali dengan putriku, itu tidak mungkin. Karena Mafida besok akan menikah," timpal Bu Vita"Tenang saja Bu, aku sadar diri, aku tidak mungkin pantas mengharapkan Ma

  • SCANDAL    Bab 42

    Lima bulan kemudian Imam yang uang pesangonnya udah menipis ia mulai dilanda kecemasan. Selama ini ia sudah melamar pekerjaan dimana-mana tapi sayang, dari semua lamarannya tak satupun ia mendapatkan panggilan kerja, bahkan sekedar interview pun tidak ada.Dia mencoba membuka usaha berjualan bakso, tapi saat ada kasus kecoa yang ditemukan pelanggan di mangkoknya, usahanya langsung sepi dan gulung tikar. Imam sendiri sempat berjualan sate ayam tapi lagi, ia fitnah memakai daging tikus.Ia frustasi dengan musibah yang menimpanya beberapa bulan ini."Apa ini karmaku saat aku menyakiti Mafida?" lirih Imam saat duduk dibawah pohon depan rumah ibunya dengan tatapan kosong.Rumahnya yang ia cicil tidak bisa ia bayar dan akhirnya rumah itu ditarik kembali oleh developer.Kini ia tinggal dengan Ibunya."Duh kamu ini, malah melamun cari kerja sana. Cari duit, bukannya malah melamun. Emangnha duit bisa jatuh dari langit jika kamu hanya melamun begitu," cerocos Ibunya Imam saat pulang dari arisa

  • SCANDAL    Bab 41

    Suasana hening dan tegang terjadi di apartemen Mafida, yang saat ini sedang bersitegang dengan adiknya. "Kak, aku minta maaf atas khilaf ku," ucap Anna dengan tulus. "Setelah semuanya seperti ini?" cibir Mafida. "Lalu aku harus bagaimana kak, untuk mendapatkan maafmu," "Jangan tinggal disini, aku akan kasih kamu modal untuk usaha supaya kamu mandiri, biar kamu bertanggung jawab dengan dirimu sendiri," ujar Mafida dengan dingin. "Tapi kan kak," "Kamu pilih, mau menerima uang modal dariku atau tidak, jika tidak maka aku pun tidak akan Sudi menerima mu disini," Anna yang tidak punya pilihan akhirnya dengan berat hati menerima tawaran dari kakaknya. Sedangkan Bu Vita menatap wajah anaknya yang selama ini ia sia-siakan dengan tatapan sendu. Bu Vita, menghampiri Mafida. Duduk disebelahnya. "Maf," panggil Bu Vita. Mafida menengok kesamping. Lalu Bu Vita meraih tangan Mafida dan menggenggamnya. "Maafkan Ibu Maf, selama ini ibu sudah pilih kasih kepadamu. Sudah menyia-

  • SCANDAL    Bab 40

    Anna tiba sampai di kos-kosan dengan perasaan kesal, dilemparkannya tasnya ke sembarang tempat. Lalu dihempaskannya tubuhnya diatas sofa. Bu Vita yang melihat sikap Anna hanya bisa melihatnya dengan perasaan yang susah untuk dijelaskan. Lalu Anna mengeluarkan handphonenya daru dalam tas. Kali ini ia mencoba menghubungi Erik. Tapi hasilnya nihil, nomernya seakan tidak tersampaikan. "Kemana se Mas Erik begini, tadi dikampus saat aku datang keruangannya, ga ada. Dihubungin pun sulit,"ucap Anna dengan gelisah. "Mana uang di ATM sekarat pula, cepat atau lambat pasti habis," imbuh ya. *** Imam sendiri mendapatkan surat pemecatan dan pesangon dirinya. sekitar lima puluh juta pesangon yang di dapatnya, karena kontrak diperbarui kontrak setiap setahun sekali."Uang pesangon segini, mana cukup buat ngelunasin cicilan rumah," gerutunya."Ah, ga tahu ah. Aku mau tidur dulu," ucapnya."Sebaiknya kita ke rumah mbakmu," saran Bu Vita."Kenapa harus kesana mbak,"tanyanya."Minta maaf lah karena

  • SCANDAL    Bab 39

    Imam semakin dibuat frustasi dengan kejadian demi kejadian yang menimpanya. Semenjak ia cerai dengan Mafida, hidupnya sering apes. "Mana dua hari lagi waktunya bayar cicilan rumah," gumam Imam saat meninggalkan kantor bank dengan perasaan kesal. Ia pun berangkat kerja menggunakan ojek online. Saat ia hendak masuk ke ruangannya, tiba-tiba sekertaris atasanya memanggilnya. "Pak Imam, disuruh menghadap ke Bu Erin," ujarnya. "Apalgi ini pagi-pagi dah disuruh menghadap," gerutunya. "Masuk," titah Bu Erin saat mendengar pintunya diketuk. "Bu, ada apa ya manggil saya," tanya Imam saat sampai diruangan Bu Erin. "Duduk," titahnya dengan tegas tanpa ekspresi. "Apa benar berita yang viral itu kamu," tanya Bu Erin dengan sorot mata yang tajam. Imam terkejut, saat atasannya menanyakan video itu. Jantungnya berdetak kencang, ia khawatir video tersebut akan berimbas pada pekerjaannya saat ini. "i-i itu editan bu," bohongnya, dengan gugub. "Cih editan katamu, kamu pikir aku bisa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status