"Ada hubungan apa kamu dengan Naka?" Dewa menyergap tubuh Dinda yang baru saja masuk ke dalam ruangannya, mendorong tubuh gadis itu hingga mentok ke dinding.Dinda yang diminta datang oleh Dewa ke ruangannya, tidak menyangka kalau tujuan pria itu untuk menginterogasinya, dia pikir untuk membahas soal pekerjaan."P-ak...," rintihnya lirih. Lengannya terasa sakit dicengkeram. Kulitnya yang putih berubah jadi memerah. Pria buas itu benar-benar sangat marah saat ini.Semua beralasan. Sedikitpun dia tidak menyangka kalau bisa tersulut emosi seperti ini. Semalaman dia tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang dilakukan Naka dan Dinda. bahkan keberadaan Helen yang tanpa busana di dalam kamar mereka tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Dinda. Tiap embusan napasnya, hanya berkutat seputar Dinda. Dia sudah pernah menduga kalau Naka punya keinginan mendekati Dinda, tapi yang tidak diprediksi Dewa, Dinda akan menyambut ajakan Naka. Apa gadis itu tidak ingat kalau saat ini hanya dirinya yang
"Kapan lu sampai di sini? Kenapa tidak memberitahu gue?"Dewa memeluk sahabatnya bernama Rizal. Sudah hampir enam tahun lebih mereka tidak bertemu. Terakhir, saat Rizal dan teman-teman mereka yang lain mengadakan pesta bujang untuk Dewa. Mengingat malam itu, ada denyut sakit di dadanya. Dosa pertamanya hingga membuat hidupnya tidak tenang hingga saat ini."Kenapa jadi bengong?""Gak. Gue cuma terlihat sesuatu. Udah lupain aja.""Ingat cewek itu? Masih belum berhasil melupakannya?" Senyum Rizal melengkung. Dia tak habis pikir dengan sahabatnya itu. Lima tahun sudah, tapi rasa penasarannya masih setia di dalam hatinya.Tidak ada yang perlu disembunyikan dari Rizal, sahabatnya itu tahu semua tentang dirinya, bahkan yang tidak diketahui Helen. Rizal adalah sahabat rasa saudara yang paling mengerti dirinya.Bahkan saat memutuskan untuk menjauhi Helen karena mendapati kenyataan bahwa gadis itu sudah berbohong padanya, Dewa juga membahas dengan sahabatnya itu.Sepanjang hidupnya, tidak ada
"Omaaaaaa..." Leon berteriak setelah keluar dari mobil Dewa. Sejak masuk ke gang rumah mereka yang ada di pinggiran kota, perumahan subsidi pemerintah, Leon sudah tidak sabar ingin sampai segera turun saja dan memilih berlari ke rumah, tapi Dewa melarang dan berkata dia yang akan mengantar hingga bertemu keluarga Leon."Astaghfirullah, ya Gusti, akhirnya kamu pulang, Leon. Kamu dari mana aja, Oma hampir mati, ketakutan mencarimu kesana kemari tapi gak nemu," jawab wanita paruh baya itu memeluk cucunya yang sejak siang dia cari.Setelah satu jam berlalu dari jam biasanya Leon pulang, tapi anak itu tidak muncul juga, dia jadi gelisah. Mencoba mencari cucunya ke tiap gang di komplek perumahan itu, tapi nihil. Bu Diana sudah menanyai teman-teman Leon, mencari ke tempat biasa Leon bermain, tapi mereka bilang tidak tahu keberadaan anak itu."Kenapa, sih, kamu buat Oma cemas? Kamu mau ya, Oma mati berdiri, karena kehilangan kamu?" tangis Diana menganak sungai. Kalau sampai Leon tidak pulang
Dewa hanya bisa memendam amarahnya saat Naka mengajak Dinda ke acara pesta ulang ulang tahun pernikahan ayah dan ibunya. Dia hanya bisa melihat kedekatan keduanya dalam diam. Yang paling membuat kesal, Dinda tampil begitu cantik malam ini. Gaun dipakainya membuat wanita satu anak ini terlihat sangat mempesona."Aku gak menyangka kau akan datang bersama Naka," bisik Dewa setelah berjam lamanya memperhatikan Dinda. Dia sengaja mendekat ke arah gadis itu dengan alasan mengambil champagne. "Maaf, Pak. Apa kehadiran saya menganggu kenyamanan Bapak? Kalau iya, saya akan pulang saja." Dinda sudah menolak untuk ikut, tapi Naka memohon kepadanya, dan pria itu jugalah yang mendandaninya hingga tampil seperti wanita yang berada dari kalangan mereka. Tapi, Naka terus memohon, hingga dia tidak enak menolak. Lagi pula, ini hari Sabtu, dia tidak terikat dengan Dewa, jadi bebas saja mau pergi dengan siapa."Dan membuat ibuku bertanya-tanya kemana kau pergi?" ejek Dewa. "Di sini kamu rupanya, aku
Minuman yang sejak tadi dia konsumsi berhasil membuat tubuhnya terasa panas dan kepala sedikit berputar. Belum lagi melihat kedekatan Naka dan Dinda, semakin membuatnya terbakar cemburu."Sayang, udah cukup minumnya. Ingat apa kata dokter, kamu harus bisa mengontrol pola makan dan minum mu. Jangan minum alkohol, kita mau punya anak, kan?" Helen sudah berada di dekat Dewa. Sementara mata pria itu masih menatap marah tangan Naka yang menyentuh punggung telanjang Dinda saat keduanya berdansa.Saat ini mereka ada dalam ruangan danda. Hanya ada beberapa tamu undangan khusus di sana, termasuk kedua orang tua Dewa dan juga kedua mertuanya.Dewa terpaksa mau diseret ke sana karena diminta untuk berdansa dengan Reni. Tetap saja, saat berdansa pun, ibunya mengingatkan dirinya untuk bersikap lembut dan perhatian pada Helen karena Soraya sudah mengeluhkan sikap Dewa yang terlihat menyia-nyiakan putrinya."Iya, Ma. Aku tahu." Hanya itu jawaban Reni. Setelah satu putaran lagu selesai, Dewa tidak ber
Helen tidak percaya apa yang dihadapkan padanya. Setelah beberapa lama mereka tidak bercinta, kenyataan pahit menamparnya. Dewa tidak sanggup bercinta lagi dengannya. Helen hampir tidak percaya atas apa yang terjadi.Helen hanya kini duduk di sudut kamar menangis terisak-isak, sementara Dewa hanya bisa duduk di tepi ranjang dengan perasaan bersalah. Ini bukan dibuat-buat, miliknya memang tidak bisa hidup untuk Helen.Dewa yang dihinggapi rasa malu mendekati istrinya. Dia pun bingung harus bilang apa. "Aku minta maaf, Helen," ucap Dewa lirih. Dia juga tidak menyangka akan begini. Jelas Minggu lalu dia baru bercinta dengan Dinda dengan begitu dahsyatnya di apartemennya. Lantas, kenapa dengan Helen dia tidak berselera?"Apa yang salah, Dewa? Kenapa bisa begini?" Helen menoleh pada Dewa, ingin meminta penjelasan pada suaminya. Hal yang paling menyakitkan bagi seorang istri adalah saat suami tidak lagi bergairah pada istrinya."Aku juga gak tahu, Len. Aku minta maaf," ucap Dewa menjatuhka
"Jadi, gimana keadaan suami saya, Dok?" tanya Helen penuh antusias. Setelah memaksa dengan tangisnya bahkan mengancam pada Reni, akhirnya Dewa setuju untuk melakukan pemeriksaan.Dia pasrah mengikuti apapun perkataan istrinya itu. Dia juga penasaran kenapa miliknya tidak bisa bangun lagi saat berhubungan dengan Helen kemarin. Mendapati keadaan malam itu, Dewa juga sempat down, rasa percaya dirinya hilang. Dia takut kalian nanti akan berhubungan dengan Dinda, miliknya juga tidak berfungsi. Kan, dia bisa malu.Selama ini tidak ada yang meragukan keperkasaan Dewa. Meski sepanjang hidupnya hanya ada Helen, tapi wanita itu selalu merasa puas bahkan ketagihan pada permainan pria itu."Hasilnya akan keluar Minggu depan. Tapi, dari pemeriksaan, semua tampak bagus. Warna dan kekentalan cairan sp*rma yang dikeluarkan juga tidak ada masalah. Tapi, lebih bagus lagi, kita tunggu hasil lab Minggu depan."Mendengar keterangan dokter itu, perasaan Dewa sedikit lega. Hanya sedikit. Sebelum membuktika
"Maaf, ya kalau aku terus aja nyusahin kamu." Senyum Helen melengkung di bibirnya. Dind yang melihat hanya bisa membalas tersenyum dengan kaku. Kali ini apa lagi yang akan disampaikan wanita itu?"Ada apa, Bu? Kalau soal Pak Dewa, bukankah beliau sudah pulang ke rumah tiap hari?" tanya Dinda, gadis itu ingat kalau dulu yang dia curhat soal Dewa yang tidak mau pulang ke rumah.Helen menarik napas panjang sebelum buka suara. Masing menimbang apa benar tindakannya ini? Membuka aib suaminya di depan orang lain? Tapi dia perlu teman untuk mendengar kegelisahan di hatinya. Dia sudah menganggap Dinda sahabat, jadi rasanya sah saja kalau cerita, lagi pula dia yakin kalau gadis itu bisa menyimpan rahasia, ketimbang teman sosialitanya."Iya, sih, Din. Tapi, ada masalah lain dan aku perlu pendapat kamu.""Saya, Bu? Apa yang bisa saya bantu?" Perasaan Dinda mulai gak tenang. Setiap Helen mencarinya saja dia sudah gelisah, apalagi kalau sudah berhadapan begini. Dinda merasa jadi manusia paling mun