Sesuai kesepakatan, setelah selesai berbelanja, Ayu dan Bayu akan memadu kasih di hotel yang telah mereka booking. Bayu memarkirkan mobilnya di basement. Sementara Ayu diturunkan di depan hotel agar mereka masuk ke dalam kamar hotel secara sendiri-sendiriKetika itu, ada anggota geng motor yang waktu lalu bertemu Rafri di jalanan. Mereka sedang mengintai anggota geng motor lain yang berani memancing keributan dengan anggotanya. Kribo dan gengnya saat itu sedang nongkrong di warung depan hotel Bale Asri. Tidak disangka, ternyata salah satu dari mereka, tidak sengaja melihat Ayu berada di depan hotel. ***Pada saat malam setelah mereka mengantar Rafri yang sedang mabuk beberapa hari lalu, Si Kribo berbincang dengan Andi."Hai...Kamu? Berambut kribo."Andi terlihat serius mendekati Kribo. Kribo mengira jika Andi akan mengajaknya berkelahi setelah mengantar Rafri ke rumahnya."Woey. Ada apa?"Kribo seperti menantang Andi."Saya punya tugas buat kamu."Andi merangkul Kribo serta mengelua
Rafri pergi meninggalkan ruang perpustakaan dan mulai berjalan menuju halaman kampus. Dia berjalan secara terburu-buru menyusuri koridor, di sana terlihat sepi dan hanya ada beberapa mahasiswa saja.Di tengah perjalanan, Rafri menghentikan langkahnya dan memikirkan sesuatu kenapa dia antusias sekali ingin menemui Ayu.'Kenapa aku seperti ini? Dia sudah menyakitiku. Haruskah aku menemuinya? Tidak. Ini hanya menyia-nyiakan waktuku saja. Lebih baik aku pulang dan mengerjakan revisi di rumah.'Kali ini Rafri berjalan dengan santai. Dia mengeluarkan ponsel dan memesan taksi online untuk pulang ke rumah, karena mobil dan atm sudah disita oleh papanya. Hanya atmnya sendiri yang masih tersisa uang untuk kebutuhannya selama beberapa bulan ke depan.Semua keluarga Rafri tidak pernah tahu jika Rafri pernah bekerja keras di sebuah mini market selama beberapa bulan hanya untuk menabung demi membeli cincin berlian untuk Ayu. Dia juga bekerja sebagai waiters di sebuah cafe. Selain menjadi waiters, di
'Rafri? Benarkah itu Rafri?'Bayu mengernyitkan mata sambil bergumam dalam hati saat melihat seseorang yang mirip dengan Rafri. Bayu mulai curiga jika itu adalah adiknya yang sengaja mencari Ayu.Bayu segera mengeluarkan ponselnya dan mulai menelpon Ayu untuk memberitahu jika dia melihat seseorang yang mirip Rafri masuk ke dalam lift menuju lantai 2."Halo sayang?"Dari balik telepon, Ayu terlihat tenang dan manja kepada Bayu. Berbeda dengan Bayu yang terlihat sangat panik."Ayu, cepat keluar dari kamar. Rafri sudah tahu keberadaan kamu saat ini."Bayu menelpon sambil berjalan menuju resepsionis untuk memastikan dan menanyakan kepada petugas, apakah orang yang mirip adiknya itu adalah benar Rafri atau orang lain."Sayang, jangan bercanda dong. Mana mungkin-""Sudah cepat keluar Yu. Jangan banyak bertanya-tanya lagi."Bayu memotong pembicaraan Ayu, dia takut jika Ayu tidak segera pergi, Rafri akan mengetahui keberadaan Ayu dan tabiatnya sebentar lagi akan terbongkar."Iya. Aku keluar se
"Ayu?"Di lobby hotel, Hafis bertemu dengan Ayu yang terlihat panik dan terlihat mencari seseorang."Kak Hafis!"Ayu merasa lega karena bertemu dengan Hafis. Dia tidak tahu lagi akan bersembunyi di mana tanpa Bayu di sampingnya."Kamu sedang apa Yu? Sepertinya sedang mencari seseorang?""Eeh..Tidak. Aku hanya bingung saja akan pergi ke mana. Hotel ini terlalu mewah buatku yang hanya berjalan sendirian."Bukan hanya kepada Bayu saja Ayu menunjukkan sikap menggodanya. Dia juga memberikan senyuman dan sedikit godaan pada Hafis.Hafis membalas senyuman Ayu dan langsung menundukkan pandangannya. Hafis dari dulu memang seorang yang pemalu, namun tidak dengan penampilannya yang sekarang. Hafis sekarang sudah berbeda. Dia semakin tampan dan mapan."Memangnya teman kamu kemana?""Temanku tadi sedang keluar bersama pacarnya. Sambil menunggu waktu kuliah, aku ingin berjalan-jalan terlebih dahulu di hotel ini."Kedua pasangan selingkuhan antara Ayu dan Bayu memang pandai sekali berbohong pada semu
"Hahahahhaa....."Tiba-tiba saja Ayu tertawa yang membuat Hafis mengerutkan dahinya karena kebingungan."Ya ampun kak Hafis, jika aku bertanya seperti itu padamu bagaimana?"Ayu membalikkan badan dan melangkahkan kakinya agar lebih dekat dengan Hafis."Aku berbicara soal kamu Yu, bukan soal aku."Hafis tersenyum menatap Ayu lekat. Ayu sendiri tidak bisa menebak apa arti dari tatapan Hafis. Kali ini Ayu tersenyum dan juga menatap Hafis. Namun tatapan itu hanyalah tatapan kagum."Aku juga bicara soal aku kak, Rasa itu tidak pernah hilang sedikit pun. Tapi kamu tidak pernah mengertiku, kamu hanya menganggapku sebagai sahabat dan adik kelasmu. Bahkan setelah kelulusanmu, kamu tidak pernah menghubungiku lagi. Jadi, kak Hafis bisa menebak sendiri bagaimana hubunganku."'Aku sadar siapa aku Yu, aku tidak pantas denganmu setelah papamu menemuiku. Rasaku juga masih sama denganmu. Tapi kasta yang membedakan kita.'Hafis hanya tersenyum dan berbicara dalam hati tentang perasaannya pada Ayu. Hafis
"Ma, kenapa mama tidak percaya dengan Bayu? Bayu sungguh meeting ma. Rafri juga ada di sana saat Bayu bertemu clien Bayu."Bayu membela dirinya dan melihat ke arah Rafri yang masih berhenti di tangga. Mamanya yang sedari tadi fokus terhadap Bayu, kini juga mendongak melihat Rafri."Benar apa yang dikatakan kakakmu?"mama dari kedua pria tampan itu, merasa bimbang untuk percaya pada putra pertamanya atau tidak.Rafri yang mengetahui semuanya, dia hanya tersenyum simpul kepada mamanya, lalu melangkahkan kakinya lagi hingga menuju lantai atas.Wanita paruh baya itu mengernyitkan matanya tidak bisa menebak jawaban dari putra bungsunya itu.Sementara Bayu, mulutnya menganga dan matanya melebar ketika melihat tingkah adiknya yang tak menyangkal ataupun mengiyakan pertanyaan dari mama mereka. Dia kemudian berpikir, sebenarnya apa yang saat ini ada di benak Rafri?"Kamu lihat kan? Adik kamu saja tidak menjawab mama."Seketika, mama tidak percaya lagi dengan apa yang dikatakan putra pertamanya
"Tidak den! Bibi tidak mau. Bibi ingin den Rafri menyimpannya untuk istri den Rafri nanti.""Cincin mahal kok dibuang."Wanita berumur sekitar 45 tahun itu memukul lengan majikannya, membuat Rafri mengaduh kesakitan."Aduuuh! Bibi. Kok aku dipukul sih. Apa! Apa bi? Apa tadi? Untuk istriku?"Rafri memajukan badannya serta memiringkan kepalanya seolah tidak mendengar apa yang bi Ijah katakan."Iya. Untuk istri den Rafri. Pokoknya bibi tidak mau mengambilnya. Ini harus disimpan."Bibi mengambil cincin di meja dan diberikan ke tangan Rafri dengan sedikit paksaan."Jika bibi tahu cincin ini dibuang, den Rafri akan mendapatkan dosa dari Allah.""Hii...Apaan sih bi, ngeri banget."Rafri bergidik sambil menyilangkan kedua tangan ke dadanya. "Makanya harus disimpan. Tidak boleh dibuang. Ya sudah bibi keluar dulu den."Rafri melihat kotak cincin yang saat ini berada di tangannya."Iya bi. Akan Rafri simpan."Akhirnya Rafri menuruti semua perintah bibinya. Dengan bibi, kali ini hati Rafri sudah
"Silahkan! Silahkan kak Bayu memberitahu semuanya pada mama dan papa."Rafri terlihat menantang kakaknya. Kedua tangannya seolah mempersilahkan kakaknya untuk berbuat semaunya.Urat leher Bayu menonjol menunjukkan betapa emosi nya lelaki itu sekarang. Namun Rafri berusaha tenang. Dia tidak ingin terpancing emosi dari kakaknya."KAMU...!"Bayu berteriak dan mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah adiknya yang santai. Telunjuk dan urat lehernya benar-benar bergetar di hadapan Rafri."Sudah...sudah...Ayo den keluar saja."Bi Ijah menggandeng tangan Bayu untuk menyuruhnya keluar bersama dari kamar Rafri."DIAMLAH BI!"Bayu berteriak dan melepas kasar gandengan tangan bi Ijah. Seketika, tangan bi Ijah terlepas dan gemetaran karena takut pada teriakan Bayu."KAK BAYU YANG SEHARUSNYA DIAM! Jangan pernah sekali-kali membentak orang tua. Apalagi Bi Ijah."Rafri melihat bi Ijah ketakutan karena kakaknya, spontan saja matanya terbelalak dan gigi yang menggertak hingga otot kepalanya juga men