Share

7. Liburan

Akhirnya mereka tiba di rumah nenek Ranti, neneknya Wina yang kini sudah berusia 65 tahun, nenek Ranti tinggal bertiga dengan Wenti yang adalah adik papahnya Wina, yang sudah menjanda.  Suaminya telah meninggal karena sakit dan di karuniai satu anak laki - laki yang masih SD. Nenek Ranti walau sudah berumur, kondisi badannya masih bugar, karena nenek Ranti selalu menjaga pola makannya dan sering berolahraga.

Malam semakin dingin, mengalahkan dinginnya Kota Bandung, itu karena kediaman Nenek Ranti memang dekat pegunungan, yang memang terkenal cuaca dinginnya, dengan kesejukan dan keindahan alamnya, sementara Sari dan Wina memilih beristirahat dikamar, agar besok bisa bangun pagi dan jalan - jalan berkeliling disetiap tempat yang bagus pemandangannya, yang tidak terlalu jauh dari kediaman nenek Ranti.

Keesokan harinya, Wina dan Sari setelah sarapan meminta ijin kepada orangtua Wina dan nenek Ranti, untuk bersepeda, menikmati udara sejuk pagi hari dan keindahan alam yang terbentang mempesona.

Mereka berdua sangat menikmati disetiap perjalanan, mengayuh sepeda masing - masing dan sesekali berhenti untuk berselfie ria dengan spot yang mereka fikir sangat bagus.

Terdengar teriakan Wina, saat melihat sepeda yang dikendarai Sari akan menabrak seekor kambing yang melintas tanpa terduga. "Sari! Awas, itu kambing!"

Mendengar teriakan Wina membuat Sari dengan cepat menekan rem ditangannya.

Wina berseru menghampiri Sari dengan sepedanya, "Jangan melamun, Non."

"Siapa juga, yang melamun, kambingnya muncul tiba - tiba gitu, untung remnya tokcer," dengan Napas yang masih terengah - engah menahan kaget.

"Ngeles aja nih, nona cantik."

"Win, kita mau kemana lagi, nih?"

"Gunung batu jonggol, pemandangan disana sangat mengagumkan,dengan ketinggian 875 mdpl, kita dapat melihat kemegahan gunung pangrango, itupun kalau kita sampai dipuncaknya, mau coba."

"Masa sih, ya udah, ayo kesana..." tukas Sari dengan manja.

"Ayoo..." balas Wina penuh semangat.

Merekapun segera mengayuh sepeda mereka, tidak berapa lama, mereka sudah berada disana, setelah menitipkan sepeda kepada pemilik warung yang berada disekitaran situ, mereka berjalan menuju puncak, untungnya Wina sudah mempersiapkan membawa minuman dan snack, karena tahu perjalanan menuju puncak gunung lumayan terjal dan jauh, pasti akan terasa dahaga dan lapar.

"SubhanAllah, Cantik sekali pemandangan disini, sungguh memanjakan mataku." ungkap Sari penuh kekaguman.

"Kita selfie yuk, kapan lagi punya spot sebagus ini," tukas Wina.

Merekapun menghabiskan waktu di gunung batu jonggol dengan menikmati pemandangan gunung pangrango, dengan riang dan gembira, tiada hentinya bercanda.

"Pulang yuk, takut Nenek kuatir kita kelamaan diluar." ucap Wina.

"Masih betah, Wina..."

"Mau nginep disini? tuh, kan ga mau pulang, ya sudah aku pulang duluan nih," balas Wina sembari tersenyum meledek Sari.

Sari tertawa geli melihat respon Wina "Ih ga mau lah, ngapain nginep disini, nanti ada yang nyulik lagi."

Merekapun kembali kerumah Nenek Ranti, menikmati kembali pemandangan disepanjang perjalanan pulang, mereka melupakan sejenak proposal yang belum kelar, terutama bagi Sari, persoalan - persoalan yang kemarin membuatnya terluka karena kisah cintanya yang kandas, seketika benar - benar terlupa.

Singkat cerita, liburan merekapun sudah berakhir, dan jiarah kemakan kakeknya Wina sudah dilaksanakan, sehingga malam ini, mereka semua prepare untuk besok pagi kembali ke Kota Bandung.

Didalam kamar, Sari membuka pembicaraan kepada Wina, " Win, aku sampai lupa, ingin menghubungi Angkasa."

"Telpon Rama sekarang, mumpung belum terlalu malam."

"Tapi...kamu yang ngomong, aslinya, aku ga enak, baru telpon langsung nanya soal Angkasa, sebenarnya kalau ga penting - penting amet, aku males telpon Rama, takut salah arti."

"Okey, tapi kata - katanya, gimna aku aja ya, jelasin jangan soal yang terjadi?"

"Jelasin aja," sembari memberikan HP kepada Wina, untuk menelpon Rama.

"Hallo Ram, sorry ganggu malam - malam."

"Iya, sorry, siapa ya?"

"Ini Wina temannya Sari."

"Sari, mana ya?"

"Permatasari Nugraha."

Rama menjawab dengan gugup, mendengar nama wanita idamannya. "Oh...eh..iya, kamu, temannya yang waktu itu duduk bareng Sari dikantin, bukan?"

"Iya, tuh apal." balas Wina."

Rama mendadak bersemangat merespon telephon Wina, fikirnya, karena Wina temannya Sari, siapa tahu bisa membantunya untuk dekat dengan Sari. "Ngomong - ngomong, Wina ada perlu apa, ya? kalau Rama bisa bantu pasti akan Rama bantu dengan senang hati."

"Pasti bisalah, bantuan yang sangat mudah, kok."

"Apa?" balas Rama dengan penasaran.

"Rama, aku boleh minta nomornya Angkasa? soalnya ada perlu."

"Boleh, nanti aku kirim, ya."

"Makasih, Rama, jangan lupa kirim sekarang nomornya, ya."

"Iya, pasti, ngomong - ngomong, kamu teman dekatnya Sari, ya, tolong sampaikan salam dari aku, ya."

"Iya, nanti aku sampaikan salam dari kamu."

"Makasih, Wina."

"Iya, sama - sama, ya sudah kalau begitu, sekali lagi makasih ya."

Rama berseru dengan cepat, karena takut telponnya keburu dimatikan. "Win, ini nomor kamu, kan, aku save, ya? boleh apa tidak?

Wina melirik kearah Sari, sekan meminta jawaban atas pertanyaan Rama, Sari yang mendengar pertanyaan Rama, karena memang telponnya di loudspeaker, berbisik ke Wina. "Bilang saja ini nomor kamu, ya, kalau dia nanya lagi."

Rama kembali bertanya, karena merasa tidak ada jawaban dari Wina, dan merasa aneh kenapa harus lama menjawabnya, Rama berasumsi positif saja, mungkin Wina keberatan nomornya dia save. "Kalau tidak boleh, tidak apa - apa, setelah ini akan aku hapus nomornya."

"Iya boleh, kok, ya sudah dulu, ya, sudah malam mau tidur, jangan lupa nomor Angkasa kirim."

"Okey, tunggu saja."

Setelah menutup telephonnya, tidak berapa lama, Rama sudah mengirim nomor Angkasa.

Sari langsung menelpon Angkasa, karena kalau dinanti - nanti takutnya keburu malam.

"Hallo, ini benar Angkasa?"

"Iya, maaf ini siapa, ya?"

"ini, Sari."

"Sari, yang waktu itu dikantin kampus, bukan?"

"Iya, betul, maaf Angkasa aku ganggu nggak?"

"Nggak kok, ngomong - ngomong kok tau nomor aku?"

"Dapet dari Rama."

"Sari, ada perlu apa, ya, apa ini soal Rama?"

"Bukan soal Rama, aku ada perlu aja sih, sama kamu"

"Kirain mau bahas soal Rama, perlu apa, ya?"

"Angkasa, Terimakasih karena kamu sudah menyelamatkanku kemarin, sebagai ucapan terimakasihku, aku ingin mentraktirmu makan, kamu besok malam ada acara tidak?

"Kamu tidak perlu segitunya, kemarin aku tidak sengaja saja menolong kamu, kebetulan saat itu aku yang dekat dibelakang kamu."

"Tolong jangan menolak tawaranku, Angkasa."

"Baiklah kalau kamu memaksa, aku boleh tidak, ngajak Rama?"

"Iya boleh, nanti aku kabarin lagi, besok sore, karena sekarang aku masih di Bogor, rencana besok pagi - pagi pulang, takutnya kejebak macet dijalan ga enak sudah buat janji, takutnya batal atau kemaleman."

"Kamu lagi di Bogor, emang ga cape, langsung ketemuan malamnya, kalau tidak sempat besok malam, ga apa - apa, lain waktu saja."

"Gak cape kok, orang cuma tinggal duduk, yang nyetirkan bukan aku."

Angkasa tersenyum mendengar ucapan Sari, sepolos itu. "Iya, ok, sampai ketemu besok malam, ya."

Telephonpun dimatikan, Sari menghela napas lega, seakan beban fikirannya telah terangkat, setidaknya sudah berterimakasih kepada orang yang sudah menyelamatkannya.

Wina yang memperhatikan daritadi, melihat Sari sudah menutup telephonnya, langsung bertanya.

"Bagaimana respon Angkasa?"

"Ya gitu deh, baik kok orangnya dan enak diajak bicara, aku jadi merasa lega, walau awalnya aku takut dia ga merespon."

"Syukurlah, setidaknya, sahabatku sudah tidak kefikiran terus, soal bagaimna ya, harus gimana ya, cuma untuk bilang makasih.

Semalaman mereka mengobrol, apa saja jadi bahan obrolan, namanya wanita segudang pembahasan, kalau belum cape ngomong terus saja tiada jeda mengobrol, sesekali melihat foto mereka yang di ambil di puncak emerlad memilah - milah yang tercantik untuk di pasang di sosial media mereka, tak terasa malam semakin larut, merekapun akhirnya tertidur.

Ayam telah berkokok, menandakan pagi sudah menjemput, meninggalkan malam dengan gelapnya, untuk menyapa sang pagi yang cerah, Wina dan Sari telah bersiap - siap untuk kembali ke Bandung, setelah dirasa semuanya rapi dan tidak ada yang tertinggal, merekpun berpamitan kepada nenek Ranti dan tante Wenti.

Kali ini diperjalanan, mereka berdua tidak tertidur, asik bercanda dan melihat semua hal disepanjang jalan.

Mobil mereka berhenti sejenak, di tempat pusat oleh - oleh kota Bogor, karena Wina yang meminta kepada orangtuanya, untuk berbelanja oleh - oleh, pesanan teman - temannya, Sari ikut membeli oleh - oleh untuk orangtuanya, ingat kalau ibunya sangat suka manisan Bogor, dan kue brownise talas.

Oleh - olehpun sudah dibeli, mereka melanjutkan perjalanan.

"Oh iya Win, aku lupa bilang, kalau malam sekarang, aku mengundang Angkasa makan dicafe biasa kita nongkrong."

"Oh, ya...terus Angkasa mau?"

"Mau, tapi katanya mau ngajak Rama juga, kamu ikut ya, Win?"

"Pasti ikutlah, apalagi ada yang mau traktir makanan," seru Wina dengan semangat.

Pukul sebelas siang, mereka sudah tiba di Bandung, setelah mengantarkan Sari, Wina kembali kerumahnya untuk istirahat karena nanti malam harus menemani Sari ketemu Angkasa dan Rama.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status