Share

BAB 3

Sudah jam 16.30, wajah tampan Bang Kay kusayang belum juga terlihat. Sedangkan aku sudah hampir satu jam duduk termenung, memikirkan jawaban mengapa Bang Kay tidak berani melakukan hal itu denganku istrinya sendiri. Dan menyayangkan nasib yang malang ini. Tidak sekali dua kali aku terfikir dan tergoda untuk memilih melakukan hal yang terlarang. Selingkuh misalnya, namun ku tahan sebisa mungkin, karena aku sendiri yang memilih bertahan.

"Assalamualaikum Maya, Abang pulang." Akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga.

"Waalaikumsalam." jawabku pelan tanpa beranjak menyambutnya.

"Loh ... Maya Abang kok cemberut?" tanya Bang Kay.

Hening, aku hanya ingin menatap lurus kedepan, memberi kode bahwa aku sedang bad mood kepada Bang Kay. Kemudian aku ngeloyor meninggalkanya beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Mungkin dengan menyirami kepalaku dengan air bisa membuat rilex diriku.

Setelah mandi, kulihat Bang Kay duduk di sofa empuk dengan satu kaki dinaikkan ke atas meja. Matanya merem melek menikmati sesuatu. Apalagi kalau bukan kebiasaannya. Mencungkil lubang telinga.

“Braaaaaaaak.” ku banting pintu kamar dengan sangat keras supaya Bang Kay sadar istrinya sedang merajuk.

"Maya kenapa? Ada masalah? cerita sama Abang!"Bang Kay langsung bertindak peduli. Seperti harapanku, dia datang bergegas setelah mendengar hantaman pintu.

"Maya mau cerai sama Abang!" ucapku setengah melengking.

Aku tidak tahan lagi jika harus memendam terlalu lama. Kali ini tidak akan kubiarkan Bang Kaylani semena-mena akan cintaku. Tidak akan kubiarkan dia bungkam. Jika Bang Kaylani mencintaiku, pasti dia tidak akan mau menceraikanku. Jika kuberi pilihan antara cerai dan menceritakan masalahnya. Pasti Bang Kay akan memilih menceritakan masalahnya. Itupun jika Bang Kay benar-benar cinta.

"Kenapa Maya? Kenapa kok tumben Maya Abang minta cerai?."

"Maya tak kuat lagi Bang, Maya di nikahi tapi nafkah bathin Maya diabaikan dan Abang tidak mau menceritakan masalah Abang kenapa sampai sekarang abang tidak mampu menyentuh Maya, Abang tidak mau mencintai Maya dengan sesungguhnya. Apakah ada yang kurang dari diri Maya sampai Abang tidak mau menghamili Maya? Pokoknya Maya mau cerai." ucapku yakin.

"Astagafirullah Maya, berdosa kamu minta cerai dan bicara dengan nada tinggi sama suami seperti itu."

"Lha, emangnya Abang nggak berdosa nganggurin Maya setelah menikah selama hampir satu tahun? Maya udah capek Bang ngerayu Abang setiap malam, tapi Abang ngehindar terus dari Maya. Apa Abang tidak tau kalau seringkali karena Abang yang tidak berterus terang membuat Maya sering menyalahkan diri Maya sendiri. Maya sering berfikir apakah Abang meragukan kesucian Maya sehingga enggan mencintai Maya sepenuhnya. Biar sajalah Bang jika Maya harus menanggung dosa karena keputusan ini. Maya tidak mau membiarkan Abang menanggung dosa sendirian."

"Bentar lagi ya Dek, yang sabar. Bentar lagi Abang hamilin Dek Maya. Tapi kasih Abang waktu sedikit lagi."

"Ngga mau pokoknya! Kalau Enggak Abang yang nyeraikan Maya, Maya yang akan gugat Abang di pengadilan agamaa." balasku penuh emosi sambil mengenakan pakaian.

"Dek .. Jangan ginilah sayang, Abang sangat mencintaimu. Kalau kita cerai, siapa lagi nanti yang akan menjadi penyemangat hidup Abang, teman Abang dalam suka dan duka? " ucap Bang Kay mengiba.

"Beli aja patung Bang, pandangin puas- puas! Toh Adek disini juga dianggap patung kok. Manekin aja disentuh sama pemiliknya. Kok aku manusia malah diabaikan. Ga sanggup Maya Bang. Maya butuh nafkah lahir dan bathin."

"Sabar ya Dek, bentar lagi Abang tunaikan kewajiban Abang."

"Kurang sabar apa Maya Bang? Sampai kapan? setidaknya Abang beri Maya kepastian."

"Sayang, ga baik gini. Jangan terlalu emosional ya ... Abang janji akan hamilin Dek Maya."

"Maya emosional begini karena Abang Bang. Maya perlu dikasih nafkah lahir bathin supaya tetap bisa normal. Setidaknya Abang beritau dulu ke Maya, apa alasan Abang tidak mau menghamili Maya! Kalau alasan Abang bisa Maya terima, kita ga jadi cerai. Tapi, kalau Abang tetap ga mau ngasih tau Maya apa masalah Abang, Maya memilih cerai aja. Maya mau nikah sama orang yang betul-betul mencintai Maya sepenuh jiwa dan raga! Maya mau punya Bayi Bang! Pengen kembar lagi. Tapi kalau Abang tidak pernah mau menghamili Maya, keinginan itu mustahil Bang." ucapku, sambil berpura-pura mengusap air mata.

"Baik Dek, mungkin memang sudah waktunya Abang katakan padamu. Abang kira Abang bisa menyelesaikan masalah ini sendiri. Karena mencintaimulah Dek Abang tahan diri Abang untuk tidak menyentuhmu. Karena ... Maharmu belum Abang bayar."

"Apa Bang?" mataku membulat, mulutku menganga, aku tidak percaya bahwa tembok penghalang antara aku dan Bang Kay adalah mahar yang belum dibayar.

"B ... b bagaimana ceritanya mahar Maya belum dibayar Bang? Terus, Kalung 5 emas , peralatan rumah, pakaian, dan kosmetik itu?"

"Selain kalung 5 emas itu semuanya bukan mahar tapi hantaran Dek."

"Kalung 5 emas itu maharkan Bang? Udah kebayar itu maharnya."

"Masih ada Dek yang belum dibayar. Pernikahan kita sebenarnya sudah sah, cuma sebelum maharmu di bayar sepenuhnya, Abang merasa belum berhak mereguk indahnya surga darimu. Abang teringat suri tauladan kita, Beliau belum membayar maharnya. Jangankan tidur bersama, tinggal serumah saja Beliau tidak mau. Abang tidak ingin berada dalam keraguan, abang ingin mengikuti sunnahNya."ucap Bang Kay menjelaskan.

Penjelasannya bagaikan tetes air yang perlahan-lahan meredupkan hati yang marah menyala. Luluh, aku luluh dengan penjelasannya. hanya saja aku penasaran apa mahar yang belum terbayar. Karena yang kutau mahar Bang Kay hanyalah 5 emas. Aku butuh penjelasan yang lebih .

"Oh, itu alasannya. Baik kalau begitu aku akan berfikir lagi untuk bercerai darimu Bang. Ternyata alasanmu so sweet sekali. Kalau itu alasanmu tidak apa-apa Bang, malah Maya senang, Abang pengen ngajak Maya taat bareng-bareng." ucapku sembari menyusul Bang Kay. Semua rasa kesal itu telah menguap pergi.

Kulingkarkan tanganku di pundaknya. Ku kerjap-kerjapkan mataku supaya nampak imut. Bang Kay tersenyum padaku. Bibir Bang Kay tampak sexy, merah dan basah seperti memakai lipstik, ingin rasanya ku pelintir dengan bibirku. Tapi aku khawatir jika geloraku ditolak Bang Kay lagi.

"Syukurlah kalau Maya mengerti." Bang Kay menatap mataku dengan tatapan penuh arti, tatapannya kubalas dengan kerlingan. Kami saling tersenyum.

"Tapi, apa mahar yang belum Abang Bayar? Bagaimana ceritanya mahar Maya belum dibayar."tanyaku penasaran.

"Karena maharmu sulit di dapatkan Dek, harganya juga sangat mahal. Abang sudah menabung sampai 1 tahun tapi belum juga terbeli, sedikit lagi Sayang, begitu uangnya cukup segera akan abang beli mahar, dan Abang berikan padamu." ucap Bang Kay membelai rambutku. Pelukan suamiku terasa menenangkan dan menghanyutkan. Aku sampai lupa bahwa Bang Kay belum mengatakan mahar apa yang belum dia bayar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status