Share

BAB 4 - MAHAR ISTIMEWA

“Maafkan kesalahan Abang yang tidak berterus terang. Yang Abang yakini pondasi rumah tangga adalah kepercayaan. Kamu hebat sayang, bisa bertahan dan percaya selama 1 tahun belakangan walau mungkin hari ini hatimu goyah.” ucap Bang Kaylani dengan suara lemah lembut. Begitu layak Bang Kay dikagumi, diluar sana, mana ada laki-laki yang mau meminta maaf duluan. Padahal sudah jelas kesalahannya. Berbeda dengan Bang Kay ku sayang, Dia mau meminta maaf dan mau membujukku hingga hatiku luluh lantah.

“Bang, maafkan Maya juga ya, kalau tadi Adek ngomongnya kasar, marah-marah, sampai banting pintu. Maya tidak tahan Bang, tiap hari Maya ke warung ada aja orang yang nanya, kenapa Maya belum hamil. Teman-teman Maya juga gitu, selalu nanyain Maya kapan Hamil. Kata mereka, ga sabar gendong ponakan.” ucapku lembut. Aku ingin mencari simpati suamiku lagi, karena kenyataannya, dia tidak bisa melakukan kewajibannya adalah semata-mata karena alasan taat. Tidak seperti apa yang kuduga selama ini. Homo, punya penyakit kelamin, punya kelainan, atau meragukan kesucianku.

“Seharusnya, Abang tidak menikahimu Maya. Padahal Abang tau bahwa Abang tidak membayar maharmu tunai. mestinya Abang mengukur kemampuan, Abang fikir semua bisa dicari setelah kita menikah nanti. Tetapi tanpa sadar nyatanya Abang justeru membuat dirimu tersiksa bathin. Tanpa sadar Abang dzhalim padamu Sayang, semua itu tidak lain tidak bukan karena egoisnya Abang, Abang takut kamu lebih dulu dilamar orang, makanya Abang berusaha menyalip supaya bisa memilikimu.” ucap Bang Kay tergugu.

Betapa nikmatnya pemandangan ini. Seumur hidup, aku tidak pernah melihat laki-laki dewasa menangis. Namun malam ini, aku melihatnya. Aku melihat kekasihku menangis, menangis karena merasa bersalah, dan menangis karena terlalu cinta.

“Yasudahlah Bang, sudah terjadi, tidak perlu disesali. Waktu itu memang banyak yang melamar Maya, tapi Maya juga hanya ingin menikah dengan Abang. Dan keinginan itu sering Maya ucapkan kepada Ibu dan Ayah Maya, Maya tidak menyesali keputusan Maya.” ucapku membesarkan hati Bang Kaylani.

Walau sudah tau kebenaran dan alasan mengapa Bang Kaylani tidak bisa mencintaiku sepenuh jiwa dan raganya, tetap saja hatiku belum puas. Masih banyak tanda tanya yang tidak terjawab. Aku teringat pada kata-kata Ayah satu tahun yang lalu.

“Sudah beberapa orang yang datang melamar Maya, siapa yang Maya mau pilih sebagai pedamping hidup?” tanya Ayah padaku waktu itu.

“Rama anak Kepala sekolah Maya?” lanjut Ayah.

Aku menggeleng.

“Aditya, anak Pak Penghulu?”

Aku menggeleng.

“Ramdhan anak Imam Masjid Al Furqon?”

Aku menggeleng.

“Andre Seprial anak Pak Bupati?”

Aku menggeleng.

“Semua yang dilamar ditolak … kapan kamu nikahnya Maya?” ucap Ayah mengernyitkan dahinya.

“Sebenarnya Maya menyukai seseorang Ayah, Maya mau nunggu dia datang melamar Maya.” jawabku atas pertanyaan Ayah.

“Siapa orangnya?”

“Pria yang Maya sering ceritain ke Ayah.”

“Kaylani?”

“Aku tersenyum, tidak menggeleng tidak mengangguk, tapi Ayah mengerti bahwa Bang Kay adalah pria idaman yang kuinginkan.”

Betapa speechlesnya aku, ketika Bang Kay ku sayang akhirnya datang melamarku. Dia hanya anak seorang petani biasa yang memiliki berhektar-hektar tanah. Itu sebabnya sikapnya begitu sederhana. Namun, yang begitu yang aku suka.

Bukan apa-apa, aku merasa menikah dengan anak pejabat nantinya aku akan susah. Engga bisa dasteran dirumah, sarapan dengan Indomie soto medan, dan hal-hal sederhana lainnya. Begitu juga dengan Ramdhan anak Imam Masjid yang terkenal itu. Sepertinya dia mengagumi wanita bercadar. Jujur saja aku khawatir disuruh bercadar begitu menikah. Soalnya, aku belum siap berubah mendadak. Apalagi aku waktu itu lagi senang-senangnya menggandrungi fashion yang lagi ngehits. Aku hanya menginginkan pria seperti Bang Kaylani. Dari raut wajahnya, bisa terlihat begitu sabarnya dia sebagai seorang lelaki, hanya dia sepertinya yang bisa meluruskan tulang rusuk yang bengkok ini ... Dengan penuh kelemah lembutan. Ketika Bang Kay datang melamar, Ayah juga pernah bertanya soal mahar,

“Mahar apa yang Maya inginkan? tanya Ayah kepadaku.

“Terserah Ayah saja.” jawabku.

Saat itu, aku hanya menginginkan Bang Kaylani. Mahar itu tak perlu kuminta, Ayah … pasti bisa menentukannya dengan bijaksana. keputusan Ayah adalah keputusanku juga. Ayah pasti bisa memutuskan segala sesuatu dengan bijaksana. Namun, kenapa malah begini? Mahar apa yang diminta Ayah pada Bang Kay, hingga mahar itu tidak bisa dibayar tunai.

“Sayang … pertanyaanku soal mahar belum dijawab. Mahar apa yang sulit dicari dan mahal itu? tanyaku sembari memandang lekat-lekat kedua mata Bang Kay.

“Kalung lima Emas dan kucing Persia Dek.”ucap Bang Kay seraya beranjak dari sisiku. Sudah petang sepertinya mau mandi.

“Kucing Persia?" tanyaku memastikan. Belum sempat aku melanjutkan kata-kataku Bang Kay sudah masuk ke kamar mandi, juga suara Adzan Maghrib terdengar menggema. Kuurung rasa penasaranku, nanti akan aku tanyakan lagi.

Seperginya Bang Kay shalat berjamaah, aku menyibukkan diri. Mandi, berdandan yang cantik, dan masak untuk makan malam. Ada stok ayam di kulkas, ada santan Kara, dan ada bumbu gulai. Juga ada makanan kesukaanku Indomie soto medan.

Setelah mencuci beras dan menanaknya dengan Magicom, ku potong-potong Dada Ayam 4 bagian. Lalu Bumbu dan santan kumasukkan. Kemudian, ku rebus Indomie Soto Medan. Selesai.

Jam sudah menunjukkan Pukul 20.00, Bang Kay belum juga pulang. Aku duduk di meja makan menunggu Bang Kay. Banyak pertanyaan di kepalaku yang butuh jawaban. Sudah lewat jam 20.00 malam, aku mulai bosan. Kudendangkan sendok ke meja makan berulang kali. benturannya Menghasilkan bunyi tak beraturan. Sungguh, aku mengharapkan seorang bayi dirumah ini. Tiap kali Bang Kay meninggalkanku, aku sering merasa kesepian, jenuh, dan bosan.

"Assalamualaikum, Abang pulang." ucap Bang Kay dari depan pintu.

Ku geser kursi dengan bokongku, lalu aku segera menyusul Bang Kay.

"Bang ... kok lama pulangnya? Maya kangen." ucapku sambil bermain mata menggodanya.

"Iya, tadi Abang ngobrol bentar sama Pak ustad di Masjid, katanya ada keponakan yang butuh kerjaan. Hmm Abang mencium aroma menggoda Dek."

"Iya Bang, Adek baru masak gulai Ayam, yuk makan malam."ucapku menarik tangan Bang Kaylani.

Kuambilkan makanan ke piring Bang Kaylani lalu kusuapi suamiku dengan mesra. Bang Kaylani menatapku sambil menikmati suapan demi suapan yang ku berikan. Aku memang biasa menyuapinya, karena Bang Kay adalah suami yang manja. Setelah selesai, waktunya aku yang makan. Sambil menikmati nasi campur soto medan ....

"Bang, pembicaraan kita tadi belum selesai. Kok bisa Ayah minta Kucing Persia sebagai mahar?" ucapku setelah selesai menyuapinya.

"Iya Dek, Ayah cerita ke Abang, kamu pernah lihat kucing Persia di TV. Dan pernah minta kucing Persia sama Ayah kan kalau menang lomba cerdas cermat?"

"Bentar-bentar Maya ingat dulu." Sejenak kemudian ....

"Kayaknya iya deh Bang."

"Nah, itu ... coba deh ingat lagi Ayah pernah ga bawain kamu kucing?"

"Sering Bang .... "

"Dek Maya tolak teruskan, kata Dek Maya yang Dek Maya inginkan kucing Persia?"

"Terus ... itu sebabnya?"

"Iya, Ayah bilang bagi dia itu adalah janji yang harus ditunaikan. Tapi saat ayah tau bahwa di kampung ini atau dikampung sebelah tidak ada kucing Persia ditambah harganya diatas 50 juta. Akhirnya sampai sekarang janji itu tidak tertunaikan.

Bang Kay menarik nafas ....

"Kemudian, waktu Abang melamar Dek Maya, kata Ayah, itu permintaan Dek Maya. Awalnya Abang sanggupin, karena Abang tau teman Abang punya kucing Persia. anaknya 2 ekor. Nah, saat lamaran diterima, Abang kerumah teman Abang buat minta 1 ekor kucingnya. Rupanya, kucingnya sudah dibeli orang. Setelah Abang cari-cari ada jumpa sama orang yang jual kucing Persia. Tapi ya itu Dek May, harganya sekitar 70 juta waktu itu uang Abang belum ada. Ya Abang sampaikan hal itu sama Ayah, karena lamaran sudah diterima, akhirnya pernikahan tetap dilanjutkan walaupun dengan mahar hutang. Setelah menikah Abang berusaha nabung. Sudah terkumpul sekitar 63 juta. Jadi masih kurang 8 juta lah Yang." ucap Bang Kaylani menjelaskan.

"Ah, kenapa saat Ayah menanyakan mahar dulu tidak kuminta saja mahar apa yang memudahkan Bang Kaylani. Dan lagi, ini janji Ayah pada Maya, kok malah Bang Kay yang menanggungnya?"

Kusudahi makan, kuteguk air minum, kutatap Bang Kay, kugenggam tangannya.

"Bang, itu janji Ayah padaku. Abang tidak harus memberiku Kucing Persia. Dan lagi, itukan keinginanku dulu, saat aku lagi suka kucing. Sekarang, aku lebih butuh Bayi daripada kucing. Bang ... Hamili Aku ...."

Aku tidak bangga dipuji-puji tetangga-tetangga karena emasku yang tebal dan cantik-cantik, tapi disisi lain, tetangga malah membully dan menggibahi aku gara-gara sudah menikah setahun tapi belum kunjung hamil dan punya Bayi.

****

Apakah Maya akan di sentuh oleh Kaylani? Next👇

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status