SENTUHAN HARAM SUAMIKU
Deru motor terdengar berhenti di depan rumahku, ketika aku baru saja selesai melaksanakan salat zuhur. Terdengar pintu depan dibuka sambil terucap salam. Mas Fajar sudah pulang rupanya.
Teringat pesan bapak tadi, sebesar apapun kesalahan suami, tetaplah hormati dia. Lakukan semua kewajiban dengan baik. Aku menghela napas kasar. Mengusir rasa tak nyaman yang menelusup relung hati.
Gegas kuhampiri dia, yang ternyata sedang menuangkan air putih ke dalam gelas.
"Sudah pulang, Mas?"
Dia mengangguk seraya tersenyum lalu duduk di kursi meja makan seraya meneguk air hingga tandas.
"Sudah makan, Dek? Mas lapar banget ini." Mas Fajar bangkit berjalan menuju rak piring.
"Belum, Mas."
"Kita makan bareng, yah." Mas Fajar mengambil dua buah piring. Aku segera menghampirinya.
"Biar ak
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov FajarSelama seminggu ini aku sudah mencoba berkeliling mencari lowongan pekerjaan. Memasukkan lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan. Pun bertanya kepada teman-temanku. Tapi hasilnya nihil. Aku sadar, sekarang nama baikku sudah tercemar. Tidak mudah bagi sebuah perusahaan untuk menerima karyawan dengan latar belakang yang buruk, kecuali memang tidak mengetahuinya. Ah, bagaimana mungkin tidak mengetahui, sementara ketika kita interview saja selalu ditanya, kenapa keluar dari perusahaan sebelumnya? Haruskah berbohong? Tentu itu bukan jalan yang baik untuk memulai sesuatu. Karena cepat atau lambat, kebohongan itu akan kembali terungkap.Sebagian teman-temanku pun, sepertinya enggan untuk membantu. Jangankan untuk memberitahu lowongan pekerjaan di tempatnya bekerja, ketika aku baru saja menghubunginya, kebanyakan mereka langsung pura-pura sibuk dan mematikan sambungan telep
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov RinaSekarang hidupku sudah hancur. Aku tidak tahu lagi, apa yang harus kulakukan untuk masa depanku. Hari itu, sesaat setelah aku dipecat dari pekerjaan, Mas Doni marah besar kepadaku. Keluarganya meminta untuk menceraikanku."Pokoknya kamu harus ceraikan wanita mur*ahan ini!" pinta bapak mertua kepada Mas Doni.Mas Doni yang sedang tertunduk dengan kedua tangan menutup wajahnya, seketika mendongak ke arah bapak mertua."Tapi Pak ...,""Tidak ada tapi-tapian." Bapak segera menyela ucapan Mas Doni. "Apalagi yang mau kamu harapkan dari istri seperti dia?" telunjuk bapak tepat mengarah kepadaku yang sedang terisak di sofa."Benar yang Bapak kamu katakan, Don." Ibu yang dari tadi hanya diam, kini ikut berbicara. "Mau ditaruh dimana muka kita mempunyai menantu seorang pezina? Malu kita Don. Rina sudah mencoren
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov RinaDi saat aku putus asa untuk mendapatkan Mas Fajar, Mas Doni datang ke rumahku. Dia membujukku untuk kembali pulang ke rumah orang tuanya. Sebelumnya dia memang pernah beberapa kali datang kesini, hanya saja waktu itu aku tak pernah mau menemuinya."Sayang, kamu ikut aku pulang yah? Maafkan aku kalau aku belum bisa jadi suami yang baik. Aku janji akan berubah," janjinya waktu itu."Maaf, Mas. Aku tidak mau. Aku mau kita bercerai. Aku sudah cape, Mas.""Tolong jangan bicara seperti itu. Beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya." Mas Doni mencoba meyakinkan aku."Tolong beri aku waktu, Mas!" pintaku.Aku yang sudah tak tahan ingin ke kamar mandi, berlalu begitu saja meninggalkan mas Doni di ruang tamu.Setelah aku kembali, Mas Doni menatapku tajam. Tangannya memegang gawai yang kuletakkan tadi di atas meja."Oh, jadi ini alasan kamu ingin berpisah dariku?" Dia memper
SENTUHAN HARAM SUAMIKUAku menajamkan penglihatan. Ingin memastikan bahwa apa yang kulihat itu nyata, bukan sekadar bayangan. Aku sempat ragu karena dia terlihat memakai jaket hijau khas sebuah aplikasi driver online. Tapi setelah dilihat lagi dengan seksama, itu memang Mas Fajar. Aku hafal betul, postur tubuh lelaki yang sudah hampir sembilan tahun satu kantor denganku itu."Pak, saya ga jadi langsung pulang lagi. Ada urusan dulu. Makasih ya!" Aku menyerahkan uang untuk ongkos kepada tukang ojek yang disuruh untuk menunggu tadi. Tukang ojek pun langsung melesat setelah menerima uang dariku.Dengan hati yang berdebar-debar, aku berjalan sedikit cepat untuk menghampiri Mas Fajar yang sedang berada di bawah pohon beringin. Lelaki yang pernah menempati hatiku itu terlihat sedang memainkan gawainya di atas motor. Hatiku terasa berbunga-bunga. Ribuan kumbang terasa berterbangan dalam hatiku. Secercah harapan mulai muncul dalam relung hati. Rindu ini ser
SENTUHAN HARAM SUAMIKUHari ini cuaca tidak begitu terik. Aku sedang membolak-balik jemuran ketika mas Fajar datang."Lo, Mas kok sudah pulang? Ini kan masih siang?" tanyaku ketika mas Fajar sudah turun dari motor dan mencopot helem."Mas sepertinya kurang enak badan, Dek. Maaf, ya! Padahal hari ini baru dapat sedikit.""Ya, sudah ga apa-apa. Mas istirahat saja. Atau mau langsung makan?""Nanti saja, Dek. Mas belum lapar," jawabnya sambil berlalu masuk ke dalam kamar.Aku mendengkus pelan. Membiarkan mas Fajar beristirahat sejenak. Entah apa yang terjadi padanya. Wajahnya terlihat murung dan kurang bersemangat.Aku tahu pekerjaan ojek itu tidak mudah. Mungkin mas Fajar belum terbiasa. Dulu, dia cukup duduk di kursi. Mengerjakan pekerjaan di ruangan tertutup, ber_AC pula. Tapi sekarang, dia harus menunggu orderan masuk, berperang di
SENTUHAN HARAM SUAMIKUSalah satu cara mempercepat menambah pembukaan saat lahiran yaitu dengan berjalan. Kegiatan berjalan bisa membantu terjadinya proses turunnya bayi, mendorong rotasi janin, dan perubahan pada sendi panggul. Akan tetapi, berjalan harus dilakukan secukupnya agar tidak terlalu lelah dan masih memiliki tenaga yang cukup untuk melahirkan.Aku berjalan pelan di dalam rumah. Dari kamar, menuju tengah rumah, dapur, menyusuri setiap sudut rumah. Mulas yang kurasakan sudah mulai sering, bahkan terasa hampir lima belas menit sekali. Sesekali kuhirup napas dalam-dalam dari hidung, kemudian mengembuskannya lewat mulut.Kulirik jam dinding yang tergantung di tengah rumah. Sudah pukul empat pagi. Rasanya ingin sekali waktu pagi segera datang."Mas buatkan teh manis ya, Dek, biar kamu ada tenaga."Aku mengangguk sambil terus berjalan pelan memegangi pinggang."Ini, Dek, teh manisnya." Mas Fajar meletakkan gelas berisi teh manis dan seb
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPerbedaan HPL ( hari perkiraan lahir ) antara bidan dan hasil USG kini membuat proses kelahiranku bermasalah. Ya, memang saat pertama kali aku dinyatakan hamil, bidan langsung memberitahu HPL, tentu berdasarkan keterangan dariku setelah bertanya kapan terakhir kali aku datang bulan. Tapi saat kehamilanku memasuki usia tujuh bulan, aku melakukan USG kembali, ternyata HPL-nya lumayan jauh dengan prediksi bidan. Bedanya hampir satu bulan. Makanya saat prediksi lahiran dari bidan sudah terlewati, aku masih santai saja. Toh menurut prediksi USG masih lama. Aku tidak tahu, ini akan menjadi penghambat proses lahiran."Tolong, Pak, diusahakan di sini saja." Ibu kembali mengiba pada Pak Budi. Sepertinya dia sudah tak tega melihat aku yang semakin meringis kesakitan. Sementara Mas Fajar hanya pasrah dan terus mengelus pinggangku."Maaf ya, Bu, kami tidak bisa melanggar prosedur," jawab
SENTUHAN HARAM SUAMIKUMas Fajar baru saja kembali setelah keluar membeli makanan untukku dan ibu. Sementara aku sedang belajar menyusui bayi sambil duduk diarahkan oleh bidan. Meskipun aku dulu pernah menyusui, tapi rasanya lupa teknik menyusui yang tepat. Air susu yang belum keluar menjadi salah satu kendala."Ibunya makan dulu ya. Kasian tadi tenaganya habis," titah bidan yang melihat mas Fajar sudah datang menenteng keresek berisi makanan. Di klinik ini memang tidak disediakan makanan untuk pasien. Jadi harus bawa sendiri.Akupun mengangguk dan memberikan bayi yang belum di beri nama itu kepada ibu."Makan yang banyak ya, Bu, biar ASI-nya cepat keluar. Saya permisi dulu." Sang bidan pun melenggang keluar.Mas Fajar membuka keresek. Membuka bungkusan berisi nasi, ayam serundeng dan orek tempe. Kemudian dia duduk di bibir ranjang bersebelahan denganku."Mas suapi ya, aaa .... "Aku pun membuka mulut dan menerima suapan demi su