Share

Bag-4

last update Last Updated: 2021-06-05 06:29:17

SUARA AZAN SUBUH SUDAH BERKUMANDANG DI LANGIT-LANGIT TEMPAT TINGGAL NUR. Kakek Samad pun membangunkan istrinya dan Ani yang sedang tertidur pulas. Namun, ketika dia mengetuk-ngetuk pintu kamar yang ditempati Nur, lelaki tua itu tidak mendapatkan balasan yang dilemparkan kepadanya. Alhasil, dia hanya bisa menyuruh istri dan salah satu cucunya untuk segera bersih-bersih serta mengambil air wudu. 

Hanya kepada Allah-lah manusia bisa meminta, itulah yang terpikir oleh Kakek Samad. Tak bisa dipungkiri Allah menciptakan semua makhluk sehingga Kakek Samad langsung bersujud kepada-Nya. Nek Iyam yang melihat suaminya sedang memohon pun langsung meneteskan air mata. Dia tidak kuat dan terharu melihat itu semua. 

Lelaki tua itu tampak menunggu istri dan cucunya untuk melaksanakan salat berjamaah. Wajah yang tampak tidak semangat, kusut, dan matanya pun terlihat sembab akibat air yang terus turun. Percikan air keran yang menetes ke lantai mengubah suasana tidak hening. Entah, harus bagaimana lagi Kakek Samad untuk bisa mengobrol dengan Nur yang sedang dirundung kesuraman. Semuanya itu hanya untuk menunggu dan menunggu saja.

Setelah melaksanakan salat Subuh berjamaah bersama istri dan cucunya. Kakek Samad langsung mengajak kedua wanita yang sedang dekat di sampingnya untuk rapat keluarga. Dia pun mengeluarkan semua pendapatnya. Akan tetapi, wanita yang menjadi istrinya pun tidak kalah untuk mengeluarkan pendapatnya. Ani pun hanya bisa menyimak pendapat-pendapat kakek dan neneknya. 

*

Pagi yang dingin menggerogoti tubuh tua Kakek Samad. Dia terus menahan rasa yang begitu dingin dengan menggesek-gesekkan kedua telapak tangannya saling berbalasan. Namun, Kakek Samad tidak luput terus memantau Nur yang sedang berada di dalam kamarnya. Sesekali, dia mengetuk kayu jati penutup kamarnya dan memanggilnya, tetapi hanya keheningan yang didapat.

"Kek, sekarang sudah jam setengah tujuh. Aku mau berangkat kerja dulu, ya," ucap Ani yang berada di hadapan kakeknya serta dia sudah berpakaian rapi.

"Iya, hati-hati, ya, Neng." 

"Aku nitip kakak, ya, Kek!" Ani mencium tangan kakeknya dan langsung dia pamit dengan mengucapkan salam. 

Nek Iyam yang baru saja dari dapur ia bertanya, "Abah, itu Ani mau ke mana?"

"Katanya, 'Mau kerja.' Ambu, buatin kopi, dong!" pinta lelaki tua itu kepada istrinya.

"Di sini nggak ada kopi. Jadi, air putih saja, tuh!" Nek Iyam menunjuk dispenser yang ada di pojok tengah rumah.

"Sungguh terlalu." Kakek Samad langsung monyong seperti keong, sedangkan istrinya hanya bisa tertawa. 

"Abah mau cari angin dulu keluar, ya," kata Kakek Samad. "Ambu, duduk saja di sini untuk nungguin Nur keluar dari kamar!" lanjutnya dia menuruh istrinya. 

"Hmmm, sok gaya mau cari angin. Ntar, awas saja kulit yang sudah lepet tuh kemasukan angin, hehe." Nek Iyam berbicara lalu dia tertawa. 

"Tenang saja, kalau masuk angin mah, kan, ntar dikerokin."

"Ambu mah ogah ngerokinnya juga, takut kulit lepetnya kebawa, hehe." Nek Iyam menertawakannya. 

"Sialan." Kakek Samad memonyongkan mulutnya seperti keong terus dia langsung berjalan menuju teras rumah. 

*

Bersantai mencari angin segar di teras sambil duduk di kursi yang berbahan kayu, Kakek Samad terlihat sangat menikmati sekali. Namun, alangkah ramahnya dia, setiap orang yang lewat depannya tidak luput disapa. Dan Nek Iyam pun keluar untuk mendekati suaminya. Tampak terlihat, tangan Kakek Samad mengetuk-ngetuk kepalanya sambil menyandar ke tembok. Sungguh, dia sangat pusing untuk berbuat apa lagi, selain hanya menunggu cucunya yang sedang dirundung kegalauan keluar kamar.

"Abah, kita ini sudah menikah selama lima puluh tahun. Tapi, baru sekarang ambu merasakan kepusingan yang teramat sangat." Nek Iyam yang sudah berada di samping suaminya. 

Lelaki tua yang sedang menyandar ke tembok itu pun hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya. 

"Apakah Ani bisa disembuhkan lagi, ya?" tanya Nek Iyam. 

"Insyaallah, bisa. Sekarang, kita tunggu saja Ani keluar kamarnya, ya!" Kakek Samad dengan langsung berdiri dan masuk kembali ke rumah.

Rumah peninggalan orang tuanya Nur dan Ani ini tampak sekali bagus dan sangat modern. Oleh karena itu, banyak sekali orang-orang yang selalu melirik rumah ini di saat mereka melewatinya. Namun, kemodernan itu tampak sekali tidak berguna jika penghuni rumahnya sakit. 

*

Lelaki tua yang dari subuh menunggu cucunya keluar kamar. Akhirnya, wajah yang sudah keriput itu tampak kaget sekali ketika dia melihat Nur keluar kamarnya dengan kondisi yang baik-baik saja. Oleh karena itu, Kakek Samad langsung menghadangnya ketika Nur berjalan mau ke kamar mandi. 

"Nur ...!" panggil Kakek Samad. Nur langsung berdiam dan Kakek Samad pun tampak aneh sekali ketika melihat gigi cucunya itu yang bersih tidak ada darah sedikit pun. 

'Terus yang semalam, siapa?' Hatinya berkata. Kemudian, dia berlari ke kamar yang semalam ditempati Nur, tetapi sewaktu sudah masuk ke dalam. Dia tidak mendapatkan tanda-tanda darah hasil perbuatan semalam kepada tikus pun tidak ada. Tampak sekali sprei dan semua isi kamar sangat bersih semua. Lelaki tua itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya lalu dia langsung keluar kamar lagi.

"Ambu ... Ambu ..., ke sini sebentar!" teriak Kakek Samad. 

Wanita yang berambut panjang dan sangat cantik itu pun langsung berjalan lagi ke kamar mandi. Dan kakeknya pun hanya bisa bengong saja ketika melihat kejadian yang dialaminya, sedangkan Nek Iyam yang baru saja masuk kembali ke rumah dengan membawa kacang panjang pemberian tetangga langsung mendekati suaminya. Dengan tatapan yang nanar, Kakek Samad mencoba untuk menerangkan kejadian yang baru saja dialaminya. Akan tetapi, dia sedikit ragu dengan keterangan yang nantinya dikira bohong oleh istrinya. Oleh karena itu, lelaki yang sudah lima puluh tahun mendampingi Nek Iyam pun langsung memberhentikan keterangannya, sampai menungggu cucunya keluar kamar mandi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SEPERTI MENDUNG    Bag-38 (Tamat)

    SETELAH TADI PAGI MELAKSANAKAN ACARA AKAD PERNIKAHAN, Bos Alek pun sudah sah menjadi suami dari Nur. Ada rasa bahagia yang tergambar dari wajah pasangan baru itu. Sekarang pun hari sudah semakin sore. Entahlah, rasa lelah pun tergambar dari pasangan baru itu. Sampai-sampai, Bos Alek hanya bisa duduk saja di kursi beranda rumah sambil melihat pemandangan yang ada di depan matanya.Bos Alek tiba-tiba terdiam ketika mendengar suara Nur yang memanggil. Ya, itu suara Nur, kata dalam hatinya. Dia pun mencoba memalingkan wajah ke arah depan pintu rumah. Alangkah indahnya, lelaki berhidung mancung itu melihat bidadari yang sedang berdiri; Nur. Bidadari itu masih cantik oleh bekas make up yang dia pakai tadi pagi. Sungguh dan sungguh, Bos Alek malah menahan saliva sampai kedua matanya jadi susah berkedip.Nur pun tersenyum ketika melihat suaminya itu yang terlihat terpana olehnya. Sungguh, Nur malah menjadi salah tingkah sehingga dia pun

  • SEPERTI MENDUNG    Bag-37

    SETELAH BERBULAN-BULAN MEMANTAPKAN PERSIAPAN PERNIKAHAN, Bos Alek pun tampak tak bisa tenang ketika tanggal pernikahan itu sudah ada di depan mata. Entahlah, apa yang sedang dirasakan oleh lelaki berhidung mancung itu. Namun, dia terlihat selalu berusaha untuk menutupi apa yang sedang dirasakan di dalam hatinya.Memang, suatu pernikahan itu adalah hal yang sangat serius. Oleh karena itu, hal semacam itu pun tak bisa disepelekan oleh Bos Alek. Tak bisa dielakkan lagi lelaki itu mulai seperti setrikaan yang sedang dipakai. Berjalan-jalan dari ruang tamu rumahnya ke dapur dan kembali lagi dari dapur ke ruang tamu. Hal semacam itu pun dia lakukan ketika waktu sudah malam.Di lain sisi, lelaki itu tak bisa lagi untuk menunggu dan terus menunggu tanggal yang sudah ditentukannya. Menurutnya, menunggu itu hal yang menyesalkan karena dari menunggu itu bisa menciptakan ketidaktenangan. Maka dari itulah

  • SEPERTI MENDUNG    Bag-36

    SETELAH SEMINGGU LAMANYA, Nur berpikir tentang jawaban apa yang pas disampaikan kepada Bos Alek. Dia pun mengakui bahwa selama berkenalan dengan Bos Alek banyak perubahan. Dan tentunya, lelaki berhidung mancung itu membuat dirinya nyaman. Kadang lelaki itu pun membuat Nur merasa takjub dengan kegigihannya dalam bekerja. Oleh karena itu, dia pun tak bisa menampik bahwa ada rasa yang mulai timbul untuk Bos Alek.Apakah ini waktu yang tepat untuk memikirkan pasangan, kata Nur di kala berada di kamarnya. Dia terduduk di depan cermin sambil bicara dengan bayangannya. Sungguh, momen seperti ini membuat dirinya tambah dag-dig-dug saja di hati. Dia menyadarinya, mungkin Bos Alek di sana sedang menunggu jawaban pertanyaan darinya.Malam yang sepi sejuk, Nur keluar dari kamarnya dan langsung menuju beranda rumah. Kemudian, tangan kanannya memegang ponsel dan langsung saja mengirim satu pesan kepada Bos

  • SEPERTI MENDUNG    Bag-35

    PAK KADES DAN ANDI KECEWA, mereka berdua kecewa karena sudah ditolak oleh Kakek Samad tentang perjodohan itu. Sampai, mereka berdua pun langsung pergi dari hadapan Kakek Samad dan istrinya. Kejadian siang yang begitu menyakitkan bagi mereka berdua. Hati Andi pun seperti tertusuk oleh katana, ya, begitu sangat sakit. Dia tak menyangka bahwa akan mendapatkan penolakan. Dia tak menyangka bahwa dengan modal sarjana pun belum bisa meyakinkan Kakek Samad untuk menyetujui perjodohannya itu.Pada siang hari, benar saja dugaan Kakek Samad bahwa Pak Kades dan putranya kembali lagi ke rumahnya. Dan pertanyaan-pertanyaan yang hampir sama dengan pertanyaan pada saat pertama kalinya mereka bertandang ke rumah Kakek Samad. Lelaki tua berambut perak itu pun langsung saja tanpa ba-bi-bu bahwa dia melemparkan jawaban dengan penolakan. Setelah mendapatkan jawaban yang menyakitkan itu, wajah Andi tampak merah dan langsung saja pergi dari hadapan Kakek

  • SEPERTI MENDUNG    Bag-34

    NUR TERDIAM KETIKA BOS ALEK MENYATAKAN NIAT UNTUK MENIKAHINYA. Dia tak menyangka bahwa cinta yang timbul dari Bos Alek itu begitu cepat. Bahkan, wanita berambut sebahu itu pun belum percaya dengan apa yang dialaminya. Mana mungkin dia begitu cepat bisa membuat Bos Alek menyukainya, pikiran wanita itu pun jadi terbang ke mana-mana. Dia benar-benar terdiam seperti patung dan tenggorokannya seperti ada yang mengganjal. Bos Alek pun menunggu dengan sabar jawaban yang akan dilontarkan Nur kepadanya. Namun, sampai menunggu beberapa jam, jawaban yang ditunggu Bos Alek pun tak kunjung datang. Akhirnya, lelaki itu berucap, "Saya siap untuk menunggu jawabannya, kok."Nur tak tahu harus menjawab apa kepada bosnya Ani itu. Dia benar-benar belum yakin dengan niat yang diinginkan oleh Bos Alek untuknya. Di samping itu juga Nur masih trauma membuka rasa untuk lelaki karena tak ingin rasanya dikhianati lagi. Akhirnya, Nur memaksa untuk mengeluarkan

  • SEPERTI MENDUNG    Bag-33

    SETELAH BERBULAN-BULAN BOS ALEK PENDEKATAN DENGAN NUR, dia tambah yakin saja dengan wanita yang mempunyai rambut sebahu itu. Sungguh, tak bisa diragukan lagi untuk menjadikan wanita itu menjadi pendampingnya. Bos Alek tak memedulikan perjalanan suram yang telah menyerang Nur. Lelaki berhidung mancung itu hanya berpikir bahwa cinta suci akan datang kepada siapa pun. Dan mungkin saja, cinta suci dirinya datang dari Nur sehingga saban harinya dia selalu dimabuk asmara oleh wanita itu. Sungguh!Masa pendekatan pun berjalan mulus ditambah lagi mungkin Ani sangat menyetujui bahwa bosnya itu bisa menikahi kakaknya. Walaupun, Ani menyadari bahwa kakaknya tak mempunyai apa-apa dan Bos Alek adalah pebisnis muda yang lumayan sukses. Dia pun kadang merasa ciut membayangkan jika hal pernikahan kakaknya dan Bos Alek itu bisa terjadi. Namun, Ani mempunyai pikiran juga bahwa takdir cinta itu siapa yang tahu. Cinta bisa datang kepada siapa pun dan m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status