Lama Anna berdiri disana, tetapi tidak juga melihat batang hidung Alexander yang masuk ke kamarnya. Bahkan pelayan yang masuk mengantar makanan dan pakaian untuknya tidak juga mengatakan apa-apa. Mereka semua mengatakan bahwa tuan mereka akan segera kembali. Begitu seterusnya sampai Anna lelah bertanya.
Percuma juga kabur karena usahanya akan sia-sia seperti biasanya. Sudah seminggu tetapi pria itu tidak juga datang menampakkan dirinya. Anna sudah dibiarkan keluar dari kamar, para pelayan bahkan orang-orang suruhan Alexander tidak ada yang waspada karena ini perintah. Membiarkan Anna merasa nyaman di mansion.“Dimana tuan kalian?” tanyanya kepada salah seorang pelayan setelah dia lelah mengelilingi mansion mencari jalan keluar tetapi tidak menemukannya.“Tuan mengatakan akan pulang dua hari lagi nona, nona membutuhkan sesuatu?” balasnya dengan ramah.“Tidak, aku akan kembali ke atas.” Putusnya melangkah menaiki tangga dengan langkah gontai. Tetapi baru saja menaiki undakan kedua dia mendengar suara nyaring dari arah belakang memanggil Xander dengan panggilan sayang.“Siapa kau?” tanyanya menatap tidak suka Anna yang juga sudah berbalik menatapnya. Anna tidak menjawab membuat Caroline kesal lalu melanjutkan “Ah, kau pasti salah satu di antara wanita yang akan dia jualkan?” ucapnya menatap remeh RianneCaroline melangkah naik ke atas tangga tepat di depan Anna menatap wanita di depannya dari atas sampai bawah. Lalu tersenyum mengejek karena dia tahu akhir wanita cantik di depannya adalah asrama pelayan.“Kau tahu sudah banyak wanita sepertimu disana, awalnya saja bersikap lugu tetapi setelahnya mereka akan sangat liar.” Setelah mengatakan itu Caroline naik ke lantai atas meninggalkan Anna dengan perasaan bingung dengan maksud wanita tadi.Malam harinya tidak seperti yang pelayan katakan Alexander datang dengan Rafh di sampingnya, dua pria dengan aura yang sama memasuki mansion dengan langkah yang tegap. Anna yang sudah sejak beberapa hari lalu makan di ruang makan karena perintah Alexander, mendengar suara wanita yang siang tadi tengah tertawa bahagia berjalan ke arah ruang makan dengan langkah lain menyusulnya.Anna tidak menoleh, dia menyantap makanannya karena pelayan mengatakan tidak usah menunggu yang lain jika memang sudah lapar. Tentu saja Alexander yang memintanya.“Kau … ” Tunjuk Carolin tidak suka dengan apa yang dilihatnya. Anna duduk santai dengan menyantap makanannya disana tanpa memperdulikan siapa yang datang.Caroline melangkah mendekat kearah Anna dan dengan sekali tarikan membuat Anna mendongak karena rambut panjangnya ditarik ke belakang.“Apa yang kau lakukan? Dia tamuku?” Alexander segera meraih Carolin dan melepaskan cekalannya di rambut Anna.“Tamu? Kau lihat walaupun dia tamu setidaknya dia punya tata krama, Xander! Aku tidak suka dia disini usir dia atau aku kembali malam ini juga.” Ancamnya setelah itu dia berbalik meninggalkan ruang makan. Selera makannya hilang.Alexander yang tidak tahu harus berbuat apa, hanya mendesah dan mentaap Anna yang sudah berdiri dan akan meninggalkan ruang makan juga.“Rianne … ”“Aku akan naik ke atas, maaf karena membuatmu bertengkar dengan kekasihmu.” Setelah mengatakan itu dia melangkah pergi meninggalkan Xander yang masih berdiri menatapnya dengan tatapan rumit.“Rafh ayo kita makan!” “Tuan, bagaimana dengan nona Caro--,” “Biarkan saja, jika dia lapar dia bisa meminta pelayan mengantarkannya makanan.”Rafh hanya mengangguk dan ikut duduk di salah satu kursi dekat tuannya, sudah biasa seperti ini, baginya Rafh adalah saudara dan dia tidak akan membiarkan saudaranya berdiri sementara dia makan.Alexander memang pria yang misterius, dia baik bahkan sangat baik untuk semua anak buahnya, jangankan untuk mereka, untuk siapa saja yang akan meminjam uang darinya maka dia dengan senang hati meminjamkannya, seperti kasus Arche pria malang itu terus saja meminjam tanpa melihat kondisi keuangannya untuk mengembalikannya. Alexander tetap meminjamkannya karena dia tahu cara menagihnya, hanya melumpuhkan dan membuat peminjam menderita seumur hidup setidaknya itu lebih baik dari pada langsung membunuh, karena peminjam tidak akan merasakan derita yang panjang pikirnya.Dan sialnya pria itu terbunuh karena tidak mau patuh dengan peraturan. Lagi. Xander tidak pernah menyangka bahwa wanita yang selama ini dia cari adalah saudara dari pria malang yang memang seharusnya mati tetapi lebih cepat dari yang Xander tentukan.Di kamar Caroline wanita cantik itu tengah menahan kesal karena Xander tidak menyusulnya ke kamar, bahkan makan malamnya pun tidak ada yang mengantar ke kamar.Baru saja dia akan keluar kamar untuk protes dua orang pelayan datang membawakannya makan malam.“Dimana Xander?” tanyanya dengan tangan masih bersedekap.“Tuan bersama dengan tuan Raft di ruang kerjanya nona, silahkan menikmati makan malam anda.” Keduanya undur diri, mereka tahu bagaimana perangai kekasih tuannya jadi lebih baik mereka keluar sebelum mendapat masalah.“Tunggu … ” Keduanya berhenti dengan takut lalu melihat kearah kekasih tuan muda mereka.“Siapa dia? Maksudku wanita yang kalian layani di ruang makan itu?”Keduanya saling pandang, mereka jelas melihat bagaimana wanita itu datang dalam keadaan pingsan tetapi yang tidak mereka ketahui kenapa tuannya sangat membedakannya dengan wanita yang biasa mereka bawa.“Dia nona Rianne, tamu tuan.” Setelah mengatakan itu keduanya segera undur diri sebelum mendapatkan pertanyaan lain yang tidak mereka ketahui.“Rianne….” Gumamnya seperti mengingat nama itu, tetapi dia masih belum mengingat sepenuhnya, seingatnya Xander memang pernah menyebut nama itu sebelum mereka memutuskan untuk bersama.“Apakah dia wanita yang sama?”Carolin melangkah cepat mencari keberadaan Xander di rung kerjanya. Baru saja dia akan berbelok ke arah ruangan itu, dia melihat wanita yang tadi membuatnya kesal keluar dari kamar.“Siapa kau sebenarnya?” tanyanya berdiri di hadapan Anna.Tetapi Anna mengabaikannya, dan melewatinya begitu saja, karena kesal Carolin menarik tangan Anna membuat wanita itu terkejut dan berbalik seketika.“Kau berani menghindariku? Kau tidak tahu aku siapa?”“Aku tidak peduli denganmu. Dan berhenti cari masalah denganku.” Anna memutar badan kemudian melangkah pergi dia harus mencari dimana pria itu berada.Dan kebetulan sekali pria yang dicarinya muncul dengan Rafh di belakangnya, melihat itu Carolin berlari melewati Anna yang juga terlihat akan mendatangi Alexander.“Xander kau keterlaluan, kenapa tidak mencariku ke kamar?” bukannya menjawab pertanyaan kekasihnya Alexander menatap Anna yang baru saja sampai di belakang Carolin yang memeluknya.“Antarkan aku kembali!” menatap dingin pria yang sengaja menghilang setelah dia berjanji akan mengantarnya kembali.“Hem, kembalilah ke kamarmu, besok aku akan mengantarmu.”“Tidak! Aku mau sekarang, aku tidak ingin kau kembali berbohong.”Menghela napas panjang Alexander memindahkan Carolin dengan paksa ke sampingnya. Dan menatap datar ke arah Anna yang selalu saja keras kepala sejak dulu.“Kau kembali ke kamarmu atau kau tidak akan pulang ke rumahmu lagi, pilihlah!”"Tuan, Rafh ... tolong maafkan kami." Frea menangis. Baru saja ayahnya menjelaskan semuanya. Ketidak sengajaannya menembak keluarga Rafh serta bagaimana Rafh kecil yang dibawa kabur oleh orang suruhan ayahnya. Rencana hanya untuk mengancam, tetapi takdir berkata lain. Tuan Frasino menembak habis keluarga Alexander.Karena rasa bersalahnya, tuan Frasino akan merawat kedua anak rivalnya. Alexander dan anak yang diculiknya--Rafhael. Namun, nyatanya seseorang sudah membawa anak itu lebih dulu.Mengetahui bahwa Frea menyukai Alexander dan berakhir dengan penolakan, kemarahan tuan Frasino kembali meledak. Dia mengusir Alexander dan mencibirnya sebagai anak tidak tahu terima kasih."Nona Frea, ayahmu melenyapkan orang tuaku coba jelaskan padaku, bagaimana cara memaafkanmu?" Suara Rafh terdengar semakin dingin."Kau tidak dengar? Ayahku tidak sengaja melepas pelurunya," "Seperti ini?" Satu tembakan tepat di jantung tuan Frasino yang Rafh lepaskan. Frea menjerit karena melihat ayahnya semaki
Rianne tidak akan melepas suaminya, perasaannya mendadak tidak enak sama sekali. Bukankah perasaan orang hamil itu sensitif?Alexander memegang wajah istri, mencium seluruh bagian di wajahnya."Hanya beberapa hari saja, hmm." "Memangnya kau mau kemana? Jangan berbohong dengan mengatakan kau akan bekerja. Alexander, aku tahu dirimu."Menghela napas panjang, Alexander memasang senyum secerah mungkin, tidak bisa dia katakan kepergiannya karena kondisi Rianne yang mengandung. "Rafh. Dia harus melihat tempat kerjanya sayang. Perusahaan itu adalah milik orang tuaku yang terbengkalai dan aku berencana menyerahkan pada Rafh. Dia akan membesarkannya," kilahnya tidak sepenuhnya salahAlis Rianne menyatu, masih tidak mengerti, "Rafh adalah keluargaku yang masih tersisa, dia harus bertanggung jawab untuk masa depannya."Mata Rianne membola, lagi-lagi dia dikejutkan dengan berita besar.Alexander mengangguk saat Rianne kembali mengulang kata keluarga. "Aku juga belum mengatakan ini padanya. Dan
Tidak tahan lagi, Alexander langsung menyerang sang istri dengan cepat tetapi masih dengan hati-hati.Siang itu, tidak hanya cuaca diluar saja yang panas, tetapi di dalam kamar dengan pendingin juga sudah terasa panasSuami istri yang sudah terpisah beberapa bulan itu, sama-sama melepas rindu di dalam kamar dengan segala macam gaya. Erangan desahan mengalun indah bersama dengan gerakan pasti si pria. "Sayang ... aku ...." Rianne tersengal, napasnya memburu, ada sesuatu yang ingin meledak di bawah sana rasanya."Bersama sayang. Tolong tunggu aku." Alexander menggerakkan pinggangnya semakin cepat, keduanya menegang karena sebentar lagi akan ada ledakan yang dahsyat."Aaaahhhh." Keduanya mendesah panjang bersama, Alexander mendongak begitupun juga dengan Rianne yang berada dibawahnya yang bergetar karena mendapatkan pelepasan bersama.Napas keduanya memburu, senyum cerah keduanya terlihat sebagai tanda bahwa mereka benar-benar menikmati semuanya."Aku mencintaimu." Alexander menjatuhkan
Orlando berdecak, dia tidak memikirkan Rianne, dia hanya menyakinkan dirinya kalau Frea memang tidak ada lagi di hatinya."Anna tahu kalau kau yang menabrak keluarganya?" Tanya Richard."Hanya aku yang boleh memanggilnya dengan nama itu." Alexander melanjutkan, "Anna tahu, tetapi tidak tahu kalau dalang dari semua ini adalah keluarga Frea."Sejak tadi Rafh hanya diam saja. Berita besar ini baru saja di dengarnya dan dia tidak menyangka akan serumit ini ceritanya, terlalu berkelok dan berliku."Rafh. Antar Orlando bertemu dengan Frea. Kita akan mengikutinya dari belakang. Selama ini pria tua itu terlalu pandai untuk bersembunyi, aku tidak bisa menemukan keberadaannya."Rafh mengangguk. Sementara itu, Richard yang tidak tahu harus melakukan apa, berencana ikut dengan mereka tetapi Alexander mencegah dengan Alasan para wanita tidak ada yang menjaga.Saat itu juga Alexander menempatkan mereka di tempat yang memang seharusnya mereka tinggali.Rafh akan tetap menjalankan bisnis sang tuan.
Richard mendengus kesal, artinya selama ini hanya dia saja yang merasa menjadi sahabat kedua pria bengis ini. Jadi tidak heran kalau Alexander menerjangnya sampai babak belur saat itu, dan Orlando? Jangan tanyakan pria di sebelahnya ini. Di otaknya hanya ada nama Rianne. Sialnya lagi, mereka bertiga menyukai wanita yang sama. Dan selalu Alexander yang mendapatkan hasilnya."Rafh menelepon dan menceritakan semuanya padaku. Sebagai teman Anna, jelas saja aku ikut prihatin karena seseorang tidak menghargai perasaannya dan aku mengurus semuanya." Sindir Richard."Kalian berdua," tunjuk Orlando pada kedua penjaga yang melaksanakan perintah Rafh tanpa sepengetahuannya."Besok datang ke ruanganku, aku akan memberikan imbalan pada kalian karena sudah menjaga istriku malam itu." Kedua penjaga itu saling pandang, semebtara Rafh membola."Terima kasih Tuan." Jawab mereka bersamaan dengan wajah cerah. Apa yang Alexander katakan selanjutnya mampu membuat mereka menghela napas pelan dan mengangguk
Saat kembali ke rumah, Orlando dikejutkan oleh banyaknya mobil mewah berwarna hitam terparkir tepat di depan rumahnya.Bukan hanya itu, beberapa orang berbadan besar sudah menodongkan senjata api di kepalanya dan Lyora. Gadis itu tentu saja pucat, memegang kuat lengan kakaknya dengan badan bergetar."Jangan takut." Bisik Orlando.Lyora mengangguk dan tetap berpegangan teguh di lengan kakaknya, kakinya sudah lemas melihat senjata-senjata itu mengarah tepat di pelipisnya.Orlando berjalan pelan, begitupun dengan mereka yang tetap tidak melepasnya."Turunkan senjata kalian. Kalian tidak melihat adikku ketakutan." Jengah Orlando. Tahu siapa yang bertamu di rumahnya tato kecil berlambang kelabang di leher mereka sudah menunjukkan dari mana asalnya."Ikut saja. Kami tidak akan melakukan apapun selama Tuan tidak melawan." Orlando mendengus, sejak tadi dia diam, tidak melawan tetapi orang-orang ini yang keterlaluan. Sampai di dalam rumahnya. Orlando sudah disambut oleh pria dengan mata tajam