Share

5. PENGORBANAN SEORANG AYAH

"Aku tidak mau tahu, temukan dan bunuh anak itu!" titah Qi Xiang dengan mata melotot.

Ketujuh pendekar kejam membungkuk hormat seraya mengepalkan kedua tangan di atas kepala, "Siap laksanakan, Yang Mulia!"

Rencana penangkapan bocah bersisik di desa Kuning tersebar dari mulut seorang pengawal yang kebetulan mendengarkan, berlanjut ke mulut yang lain hingga tersebar dengan cepat di seluruh penduduk kota.

Wang Ji, ayah angkat Yu Ping yang kebetulan mampir ke Kota Raja membeli manisan untuk anak-anaknya di pasar, tak sengaja ikut mendengarkan berita menakutkan itu.

Tergopoh-gopoh, pria yang selalu mengenakan topi caping itu meninggalkan Kota Raja hingga lupa meminta uang kembalian manisan yang dibelinya.

Wang Ji mendayung tongkangnya sekuat tenaga supaya ia segera tiba di tujuan.

Setibanya di depan pintu gerbang rumahnya, Wang Ji mendapati Yu Ping sedang mencuci baju dibantu kakak perempuannya, Xin Ru.

Melihat ayah mereka pulang, Yu Ping dan Xin Ru menyambut Wang Ji dengan senang.

Apalagi di tangan Wang Ji membawa satu bungkus manisan cherry.

“Xin Ru, ajaklah adikmu ke kota kecil melalui hutan!” Wang Ji berpesan pada Xin Ru. “Jangan pulang ke rumah sampai Ayah menjemput kalian!”

“Mengapa Ayah menyuruh kami pergi?” tanya Yu Ping tak mengerti.

Wang Ji berjongkok memeluk kedua anak itu, berusaha menahan kesedihan.

“Yu Ping, dalam hidup pasti ada satu jalan yang sulit untuk dijalani. Mengeluh dan menangis juga tidak ada gunanya karena waktu tidak akan berhenti untukmu. Kau harus terus berjuang untuk membuktikan diri sendiri. Tidak ada jalan hidup yang sia-sia dalam kehidupan ini. Ingatlah selalu pesan Ayah!”

Yu Ping hanya bisa mengangguk mendengarkan kata-kata bijak ayahnya.

“Bila melihat tentara atau orang asing segeralah bersembunyi karena mereka memiliki maksud jahat!” pesan Wang Ji seraya mengusap rambut hitam panjang Xin Ru.

Nasihat Wang Ji terdengar menakutkan di telinga kedua remaja kecil itu karena terasa seperti mereka tak akan pernah bertemu lagi.

Xin Ru ingin bertanya lagi tapi Wang Ji mendesak keduanya segera pergi.

Benar saja, begitu keduanya sudah berada di tepi hutan, terlihat bala tentara berkuda dan tujuh orang berwajah dan penampilan menakutkan mendatangi desa Kuning.

Xin Ru dan Yu Ping bersembunyi di balik semak-semak, tubuh mereka gemetaran karena baru kali itu melihat orang-orang bersenjata.

“Adik, kau pergilah ke kota lebih dulu. Nanti Kakak menyusul!” kata Xin Ru pada Yu Ping.

Ia sangat khawatir dengan orang tua dan saudara laki-lakinya yang lain, Wang Zhi.

“Kak, aku ikut denganmu saja!” rengek Yu Ping.

“Adik, kau harus ingat pesan Ayah!” hardik Xin Ru membuat Yu Ping seketika terdiam, “Tidak boleh menangis dan mengeluh! Sekarang pergilah ke kota dan jangan pernah kembali sebelum Kakak dan Ayah menjemputmu!”

Dengan berat hati, Yu Ping menyeret kaki menembus hutan menuju kota terdekat.

Namun semakin jauh ia berjalan, hatinya semakin gelisah.

Bagaimana kalau orang-orang yang dilihatnya tadi jahat dan berniat menyakiti keluarganya?

Sayup-sayup Yu Ping mendengarkan suara teriakan dan tangisan dari arah desa Kuning, membuat bulu kuduk meremang.

Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke desa dan menolong keluarganya.

Ketika Yu Ping telah tiba kembali di tepi hutan, ia melihat orang-orang berkerumun di pintu masuk desa.

Bocah berlesung pipit itu nyaris memekik menyaksikan Wang Ji, ayah angkatnya dalam kondisi babak belur dihajar habis-habisan oleh seorang pria bertubuh kurus dan berkulit hitam bersenjatakan golok.

Ia mendengar teman-teman pria itu memanggilnya Dewa Golok Hitam.

“Katakan dimana kau sembunyikan bocah siluman itu, Bodoh!” bentak Dewa Golok Hitam seraya menarik gelungan rambut Wang Ji ke belakang.

Perlakuan kasar tersebut membuat ayah angkat yang sangat dihormati oleh Yu Ping itu meringis kesakitan, air mata keluar dari sudut mata yang mulai keriput.

Bagaimana tidak, kulit kepalanya serasa akan tercabut karena tarikan tangan Dewa Golok Hitam.

“Aku tidak tahu,” jawab Wang Ji dengan suara serak.

“Suamiku, untuk apa kau melindungi anak pembawa sial itu terus?” teriak Yan Li histeris.

Ia tak tega melihat penderitaan suaminya, apalagi semua itu karena melindungi anak ratu yang sangat dibencinya.

“Kau dengar sendiri kata-kata istrimu, untuk apa melindungi bocah siluman bersisik tak berguna. Cepat katakan di mana dia!” bentak Dewa Golok Hitam lagi.

Tangannya yang hitam legam menampar pipi Wang Ji hingga sudut bibir laki-laki malang itu berdarah.

“Kalau anak pembawa sial itu tak ada di sini, pastilah ia berada di kota sebelah!” Yan Li akhirnya buka suara, tak tahan melihat suaminya dianiaya.

“Tutup mulutmu!” bentak Wang Ji marah terhadap istrinya yang bodoh itu.

Yan Li tak menyadari kata-katanya akan menempatkan dua daerah dalam kesulitan besar.

Pendekar Golok Hitam menghempaskan Wang Ji ke tanah, berganti menghampiri Yan Li yang bersimpuh tak jauh dari suaminya.

Xin Ru beringsut mendekati Wang Ji, memeluknya sambil menangis.

Saat itulah pandangan mata keduanya mengarah ke hutan dan melihat kepala Yu Ping di antara semak belukar.

Mata dan pipi Yu Ping banjir air mata namun tak bersuara, ia sangat shock dengan kejadian di depan mata.

Menyadari ayah dan kakaknya mengetahui kehadirannya, ia pun berdiri keluar dari persembunyian.

Kepala Wang Ji dan Xin Ru menggeleng pelan dengan bola mata bergerak-gerak, mengisyaratkan Yu Ping untuk berdiam di tempat apapun yang terjadi.

Namun Yu Ping tak peduli, kakinya mulai melangkah, siap berlari ke dalam pelukan ayah dan kakak perempuannya.

Tiba-tiba tubuh dan kaki si bocah tak bisa digerakkan, seseorang telah menotok pundaknya dari belakang.

Orang misterius itu adalah Pendekar Pedang Pendek, guru bermain serulingnya di kota.

Ia menarik kembali Yu Ping ke balik semak belukar. Berdua, mereka hanya bisa menyaksikan kekejaman Tujuh Malaikat Pencabut Nyawa pada penduduk desa.

Pendekar Pedang Pendek tahu ia bukanlah tandingan mereka, dan pada dasarnya hanya seorang laki-laki pengecut. Itu sebabnya ia terbuang dari dunia persilatan, dikenal sebagai pendekar sampah.

Yang bisa laki-laki bertubuh subur itu lakukan hanyalah melindungi Yu Ping.

Ia tak tahu siapa sebenarnya Yu Ping namun satu hal yang ia yakini, anak itu pastilah bukan anak sembarangan. Sampai-sampai istana mengejar dan menginginkan nyawanya.

Sementara itu, Dewa Golok Hitam yang baru menyadari bahwa istri Wang Ji lumayan cantik saat mendekatinya mulai memiliki pikiran kotor di kepalanya.

Ia merengkuh tubuh Yan Li dan berusaha menciumi pipinya yang belum ada keriput satupun.

Yan Li menjerit minta tolong pada Wan Ji, ia sangat takut dan jijik pada pria berwajah seram karena sangat hitam dan kurus seperti tengkorak.

“Tolong, Suamiku!”

Wang Ji murka melihat istrinya dijamah oleh pria lain, ia mengambil batu di dekat kakinya lalu melemparkan ke arah Dewa Golok Hitam, tepat mengenai kepala pendekar berkulit gosong itu.

Dari kepala pria itu menetes darah, membuatnya naik pitam. Ia melepaskan Yan Li, menghunus goloknya berbalik menuju Wang Ji.

Xin Ru dengan berani berlari menghadang, “Jangan sakiti ayahku!” Namun sekali tampol, Xin Ru terhempas beberapa meter ke samping.

Pemandangan itu tak luput dari mata Dewi Seribu Wajah. Wanita sadis ini kagum dengan keberanian gadis berusia 15 tahun itu.

Tanpa ba-bi-bu, Dewa Golok Hitam menebaskan goloknya ke arah Wang Ji, seketika kepala pria malang itu terpisah dari tubuhnya.

Yan Li jatuh pingsan saking histerisnya. Sedangkan Xin Ru dan Yu Ping terpukul menyaksikan pemandangan mengerikan itu.

Orang yang sangat mereka sayangi tewas secara mengenaskan di tangan pembunuh kejam.

Xin Ru bangkit berdiri dan berlari menyerang Dewa Golok Hitam yang asyik menjilati darah Wang Ji di goloknya.

Ia menghujani tubuh si pendekar sadis dengan tinjunya yang lemah, membuat pria itu geram dan menjambak rambut panjang indah gadis kecil itu.

“Kau ingin menyusul bapakmu ke neraka ya, Bocah Tolol!” desis Dewa Golok Hitam, bersiap mengayunkan goloknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status