"Aku tidak mau tahu, temukan dan bunuh anak itu!" titah Qi Xiang dengan mata melotot.
Ketujuh pendekar kejam membungkuk hormat seraya mengepalkan kedua tangan di atas kepala, "Siap laksanakan, Yang Mulia!"Rencana penangkapan bocah bersisik di desa Kuning tersebar dari mulut seorang pengawal yang kebetulan mendengarkan, berlanjut ke mulut yang lain hingga tersebar dengan cepat di seluruh penduduk kota.Wang Ji, ayah angkat Yu Ping yang kebetulan mampir ke Kota Raja membeli manisan untuk anak-anaknya di pasar, tak sengaja ikut mendengarkan berita menakutkan itu.Tergopoh-gopoh, pria yang selalu mengenakan topi caping itu meninggalkan Kota Raja hingga lupa meminta uang kembalian manisan yang dibelinya.Wang Ji mendayung tongkangnya sekuat tenaga supaya ia segera tiba di tujuan.Setibanya di depan pintu gerbang rumahnya, Wang Ji mendapati Yu Ping sedang mencuci baju dibantu kakak perempuannya, Xin Ru.Melihat ayah mereka pulang, Yu Ping dan Xin Ru menyambut Wang Ji dengan senang.Apalagi di tangan Wang Ji membawa satu bungkus manisan cherry.“Xin Ru, ajaklah adikmu ke kota kecil melalui hutan!” Wang Ji berpesan pada Xin Ru. “Jangan pulang ke rumah sampai Ayah menjemput kalian!”“Mengapa Ayah menyuruh kami pergi?” tanya Yu Ping tak mengerti.Wang Ji berjongkok memeluk kedua anak itu, berusaha menahan kesedihan.“Yu Ping, dalam hidup pasti ada satu jalan yang sulit untuk dijalani. Mengeluh dan menangis juga tidak ada gunanya karena waktu tidak akan berhenti untukmu. Kau harus terus berjuang untuk membuktikan diri sendiri. Tidak ada jalan hidup yang sia-sia dalam kehidupan ini. Ingatlah selalu pesan Ayah!”Yu Ping hanya bisa mengangguk mendengarkan kata-kata bijak ayahnya.“Bila melihat tentara atau orang asing segeralah bersembunyi karena mereka memiliki maksud jahat!” pesan Wang Ji seraya mengusap rambut hitam panjang Xin Ru.Nasihat Wang Ji terdengar menakutkan di telinga kedua remaja kecil itu karena terasa seperti mereka tak akan pernah bertemu lagi.Xin Ru ingin bertanya lagi tapi Wang Ji mendesak keduanya segera pergi.Benar saja, begitu keduanya sudah berada di tepi hutan, terlihat bala tentara berkuda dan tujuh orang berwajah dan penampilan menakutkan mendatangi desa Kuning.Xin Ru dan Yu Ping bersembunyi di balik semak-semak, tubuh mereka gemetaran karena baru kali itu melihat orang-orang bersenjata.“Adik, kau pergilah ke kota lebih dulu. Nanti Kakak menyusul!” kata Xin Ru pada Yu Ping.Ia sangat khawatir dengan orang tua dan saudara laki-lakinya yang lain, Wang Zhi.“Kak, aku ikut denganmu saja!” rengek Yu Ping.“Adik, kau harus ingat pesan Ayah!” hardik Xin Ru membuat Yu Ping seketika terdiam, “Tidak boleh menangis dan mengeluh! Sekarang pergilah ke kota dan jangan pernah kembali sebelum Kakak dan Ayah menjemputmu!”Dengan berat hati, Yu Ping menyeret kaki menembus hutan menuju kota terdekat.Namun semakin jauh ia berjalan, hatinya semakin gelisah.Bagaimana kalau orang-orang yang dilihatnya tadi jahat dan berniat menyakiti keluarganya?Sayup-sayup Yu Ping mendengarkan suara teriakan dan tangisan dari arah desa Kuning, membuat bulu kuduk meremang.Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke desa dan menolong keluarganya.Ketika Yu Ping telah tiba kembali di tepi hutan, ia melihat orang-orang berkerumun di pintu masuk desa.Bocah berlesung pipit itu nyaris memekik menyaksikan Wang Ji, ayah angkatnya dalam kondisi babak belur dihajar habis-habisan oleh seorang pria bertubuh kurus dan berkulit hitam bersenjatakan golok.Ia mendengar teman-teman pria itu memanggilnya Dewa Golok Hitam.“Katakan dimana kau sembunyikan bocah siluman itu, Bodoh!” bentak Dewa Golok Hitam seraya menarik gelungan rambut Wang Ji ke belakang.Perlakuan kasar tersebut membuat ayah angkat yang sangat dihormati oleh Yu Ping itu meringis kesakitan, air mata keluar dari sudut mata yang mulai keriput.Bagaimana tidak, kulit kepalanya serasa akan tercabut karena tarikan tangan Dewa Golok Hitam.“Aku tidak tahu,” jawab Wang Ji dengan suara serak.“Suamiku, untuk apa kau melindungi anak pembawa sial itu terus?” teriak Yan Li histeris.Ia tak tega melihat penderitaan suaminya, apalagi semua itu karena melindungi anak ratu yang sangat dibencinya.“Kau dengar sendiri kata-kata istrimu, untuk apa melindungi bocah siluman bersisik tak berguna. Cepat katakan di mana dia!” bentak Dewa Golok Hitam lagi.Tangannya yang hitam legam menampar pipi Wang Ji hingga sudut bibir laki-laki malang itu berdarah.“Kalau anak pembawa sial itu tak ada di sini, pastilah ia berada di kota sebelah!” Yan Li akhirnya buka suara, tak tahan melihat suaminya dianiaya.“Tutup mulutmu!” bentak Wang Ji marah terhadap istrinya yang bodoh itu.Yan Li tak menyadari kata-katanya akan menempatkan dua daerah dalam kesulitan besar.Pendekar Golok Hitam menghempaskan Wang Ji ke tanah, berganti menghampiri Yan Li yang bersimpuh tak jauh dari suaminya.Xin Ru beringsut mendekati Wang Ji, memeluknya sambil menangis.Saat itulah pandangan mata keduanya mengarah ke hutan dan melihat kepala Yu Ping di antara semak belukar.Mata dan pipi Yu Ping banjir air mata namun tak bersuara, ia sangat shock dengan kejadian di depan mata.Menyadari ayah dan kakaknya mengetahui kehadirannya, ia pun berdiri keluar dari persembunyian.Kepala Wang Ji dan Xin Ru menggeleng pelan dengan bola mata bergerak-gerak, mengisyaratkan Yu Ping untuk berdiam di tempat apapun yang terjadi.Namun Yu Ping tak peduli, kakinya mulai melangkah, siap berlari ke dalam pelukan ayah dan kakak perempuannya.Tiba-tiba tubuh dan kaki si bocah tak bisa digerakkan, seseorang telah menotok pundaknya dari belakang.Orang misterius itu adalah Pendekar Pedang Pendek, guru bermain serulingnya di kota.Ia menarik kembali Yu Ping ke balik semak belukar. Berdua, mereka hanya bisa menyaksikan kekejaman Tujuh Malaikat Pencabut Nyawa pada penduduk desa.Pendekar Pedang Pendek tahu ia bukanlah tandingan mereka, dan pada dasarnya hanya seorang laki-laki pengecut. Itu sebabnya ia terbuang dari dunia persilatan, dikenal sebagai pendekar sampah.Yang bisa laki-laki bertubuh subur itu lakukan hanyalah melindungi Yu Ping.Ia tak tahu siapa sebenarnya Yu Ping namun satu hal yang ia yakini, anak itu pastilah bukan anak sembarangan. Sampai-sampai istana mengejar dan menginginkan nyawanya.Sementara itu, Dewa Golok Hitam yang baru menyadari bahwa istri Wang Ji lumayan cantik saat mendekatinya mulai memiliki pikiran kotor di kepalanya.Ia merengkuh tubuh Yan Li dan berusaha menciumi pipinya yang belum ada keriput satupun.Yan Li menjerit minta tolong pada Wan Ji, ia sangat takut dan jijik pada pria berwajah seram karena sangat hitam dan kurus seperti tengkorak.“Tolong, Suamiku!”Wang Ji murka melihat istrinya dijamah oleh pria lain, ia mengambil batu di dekat kakinya lalu melemparkan ke arah Dewa Golok Hitam, tepat mengenai kepala pendekar berkulit gosong itu.Dari kepala pria itu menetes darah, membuatnya naik pitam. Ia melepaskan Yan Li, menghunus goloknya berbalik menuju Wang Ji.Xin Ru dengan berani berlari menghadang, “Jangan sakiti ayahku!” Namun sekali tampol, Xin Ru terhempas beberapa meter ke samping.Pemandangan itu tak luput dari mata Dewi Seribu Wajah. Wanita sadis ini kagum dengan keberanian gadis berusia 15 tahun itu.Tanpa ba-bi-bu, Dewa Golok Hitam menebaskan goloknya ke arah Wang Ji, seketika kepala pria malang itu terpisah dari tubuhnya.Yan Li jatuh pingsan saking histerisnya. Sedangkan Xin Ru dan Yu Ping terpukul menyaksikan pemandangan mengerikan itu.Orang yang sangat mereka sayangi tewas secara mengenaskan di tangan pembunuh kejam.Xin Ru bangkit berdiri dan berlari menyerang Dewa Golok Hitam yang asyik menjilati darah Wang Ji di goloknya.Ia menghujani tubuh si pendekar sadis dengan tinjunya yang lemah, membuat pria itu geram dan menjambak rambut panjang indah gadis kecil itu.“Kau ingin menyusul bapakmu ke neraka ya, Bocah Tolol!” desis Dewa Golok Hitam, bersiap mengayunkan goloknya.“Kau ingin menyusul ayahmu ke neraka rupanya, Bocah Bodoh!” desis Dewa Golok Hitam, bersiap mengayunkan goloknya. Xin Ru yakin hidupnya akan segera berakhir, ia pun memejamkan mata dan membayangkan wajah ayahnya. Aku akan berkumpul lagi denganmu, Ayah! Satu, dua, tiga detik berlalu. Xin Ru tak juga merasakan apa-apa, ia mulai berpikir apakah mungkin tebasan golok itu luar biasa cepat hingga ia tak sempat merasakan sakit. Ia memeriksa leher dan dadanya dengan kedua tangan untuk memastikan apakah ia masih hidup, ternyata tubuhnya utuh. Gadis yang masih belia itu akhirnya memberanikan diri membuka mata perlahan. Di depannya seorang wanita bertubuh langsing dengan tinggi tak kurang dari 170 cm berdiri tegak menghadang si Pembunuh Keji. Xin Ru ingat wanita itu sebagai salah satu dari komplotan yang datang mengobrak-abrik desa Kuning, sungguh aneh bila berdiri membentenginya dari serangan golok rekannya sendiri. “Minggir, Mei Mei!” bentak Dewa Golok Hitam kesal. “Hitam, aku menyukai
"Jagalah diri sendiri mulai sekarang, Yu Ping. Aku menyayangimu!" kata Xin Ru lewat tatapan matanya. Yu Ping yang mampu menangkap arti tatapan sang kakak, makin deraslah air mata membasahi pipinya. Bibirnya bergetar saat ia menyaksikan untuk terakhir kali, Xin Ru bergandengan tangan dengan salah seorang dari gerombolan pendekar berhati keji, melangkah meninggalkan desa Kuning dan tak pernah menoleh lagi ke belakang. Tak pernah terpikir oleh anak laki-laki yang masih berusia 12 tahun itu bahwa ayah akan terbunuh dan keluarga tercerai-berai dalam satu hari, yang lebih menyakitkan semua itu disebabkan oleh karena dirinya. Mungkin benar kata ibunya, ia benar-benar anak pembawa sial. Seandainya saja ia tak pernah berada dalam keluarga Wang Ji, tentu pria penuh kasih itu tak akan gugur dan kakak perempuan angkatnya juga tak akan dibawa pergi oleh manusia-manusia berhati iblis. Pendekar Pedang Pendek memutuskan untuk membawa Yu
“PAMAN!” Yu Ping menjerit sekuatnya. Namun yang dicari tak pernah muncul kembali, meski bocah malang itu berteriak memanggil namanya berulang kali. “Yu Ping tak ingin berpisah dengan Paman, biar kita mencari perguruan dimana mereka juga bersedia menerima kita berdua,” Yu Ping menangis terisak. “Huhu … jangan tinggalkan aku, Paman Wu!” Setelah hampir satu jam berlalu sia-sia, bocah itu sadar paman Wu Qing benar-benar telah meninggalkannya dan tak akan kembali lagi. Ia mengusap air mata dengan lengan baju, berjanji pada diri sendiri bahwa ini merupakan air mata terakhirnya. Akhirnya Yu Ping memutuskan untuk meneruskan langkahnya menuju perguruan Hoa San yang terletak di puncak bukit. Begitu mencapai pintu gerbang perguruan, Yu Ping bertemu dengan dua orang pemuda bertubuh tegap sedang keluar dari sana. “Hei Bocah, dari mana datangmu dan untuk apa kau kemari?” bentak seorang yang berwajah bulat begitu melihatnya. Belum lagi ia menjawab, pemuda satunya yang berkulit sawo matang mena
Sebelum semua menjadi gelap, matanya menangkap samar-samar wajah pria di atasnya. “A … Ayah?” bibir Yu Ping mengepak terbuka namun terlalu lemah untuk berkata-kata. Perlahan matanya menutup, ia ingin tertidur dan tak bangun lagi. *** Entah berapa lama tak sadarkan diri, Yu Ping kecil terbangun saat hari sudah gelap. Ia melihat sekeliling, menyadari bahwa dirinya sedang berada di dalam sebuah pondok bambu yang sederhana. Ia juga mengamati bajunya sudah berganti dengan baju berwarna putih bersih, siapa yang sudah begitu baik menolongnya?Ayah angkat sudah meninggal, kakak perempuan meninggalkannya, dan paman Wu Qing juga sudah pergi, Mungkinkah paman Wu Qing mengkhawatirkan dirinya lalu kembali menyelamatkannya? Saat mendengar suara orang memasak di luar pondok, Yu Ping seketika bersemangat. Tak salah lagi, orang yang telah menyelamatkannya pasti Wu Qing alias Pendekar Pedang Pendek. Saking senangnya, tanpa memedulikan bahwa tubuhnya masihlah sangat lemah, bocah itu meninggalkan t
“Apakah kau melihat saputangan hanyut di sekitar sungai ini?” tanya gadis itu padanya. Yu Ping tak mampu menjawab, ia takut begitu bibirnya terbuka, jantungnya ikut meloncat keluar karena berdetak terlalu kencang. Si makhluk cantik melambaikan tangan di depan mata Yu Ping, “Kau tidak apa-apa?” Yu Ping ingin menjawab namun lidahnya terasa kelu, hanya bibirnya saja yang mengepak terbuka seperti ikan mencari oksigen di permukaan air. “Oh kau gagu ya?” tatapan gadis itu berubah menjadi iba padanya. Mata Yu Ping membeliak, ia menggoyang-goyangkan kedua tangan. “Kau tidak melihat saputanganku, ya sudah tak apa-apa!” bibir si cantik tersenyum sangat manis. Saat gadis bergaun merah muda itu melambaikan tangan dan berbalik pergi, ia tak pernah menyadari telah membawa sekeping hati Yu Ping bersamanya. Yu Ping masih tak mempercayai bahwa ia bertemu dengan manusia bukannya hantu. Bahkan sesampainya di pondok, ia sibuk menjemur saputangan yang ditemukannya dan memandangi secarik kain terse
“Ingatlah bahwa kau harus menjadi pendekar nomor satu di dunia agar dapat membalaskan dendam kematian ayahmu, raja Qi You!" perintah Xian Lian dengan keras.“Qi Yun tak akan mengecewakan hati Ibu,” bocah laki-laki seumuran Yu Ping itu mengangguk tegas. Sebentar kemudian ia sudah berlatih jurus Pedang Bayangan kembali. Kali ini bocah tampan itu berfokus penuh pada pedang di tangannya. Saat berfokus itulah, gerakannya menjadi lebih cepat dari sebelumnya. Ia berputar ke sana kemari seperti sedang menari di bawah sinar bulan purnama. Kedua kakinya hampir tak menapak tanah saat melesat ke arah dinding batu, berpijak lalu berlari menapak dinding batu tersebut dengan kecepatan tinggi melawan gravitasi bumi. Setelah cukup tinggi, ia menghentakkan kedua kaki, melesat terbang seraya menggerak-gerakkan pedang di tangan sekaligus memutar tubuhnya hingga dari kejauhan tampak seperti bola bercahaya bergulung-gulung di atas tanah.
“Hiih … dia bersisik!” beberapa bergidik melihat punggung Yu Ping. “Siluman!” teriak yang lain. Wajah Yu Ping pucat, ia teringat dengan peristiwa di sungai lima tahun lalu dimana anak-anak sebayanya ketakutan dan memanggil dirinya siluman air. Gara-gara berita siuman air itu menyebar, desanya mengalami bencana besar. Kini murid-murid Hoa San sudah mengetahui tentang sisik di punggungnya juga, akankah Hoa San mengalami nasib yang sama dengan desa kelahirannya dulu? Tiba-tiba saja murid Pertama dan Ketiga membekuknya dari belakang, kedua tangan dikunci di belakang punggung. Kali ini Yu Ping tak melawan, ia membiarkan dirinya digiring ke aula gedung Hoa San. Murid Pertama dan Ketiga memegangi kedua bahunya, memaksanya berlutut. Lagi-lagi pemuda itu tak memberikan perlawanan meski sebenarnya tidak sulit mengalahkan mereka berdua. Tetua Wang muncul bersama dua tetua lain karena mendengar suara
Murid Ketiga memutuskan untuk mendekat dan mengintai dari lubang jendela. Tampak olehnya tetua Wang dan sosok misterius berdiri berhadap-hadapan, lilin dimatikan hingga ruangan menjadi gelap namun murid Ketiga masih dapat melihat siluet keduanya. “Memanggilku kemari ada berita penting apa?” tanya tamu misterius berbaju hitam. “Aku menemukan bocah dengan sisik emas, sepertinya dia bukan anak sembarangan,’ terang tetua Wang. “Bocah bersisik emas? Kalau benar, dia adalah buronan yang selama ini dicari-cari oleh raja Qi!” kata pria misterius di depan tetua Wang. Buronan? Murid Ketiga menutup mulut dengan kedua tangan, khawatir berteriak saking kagetnya. Jadi murid kesayangan ketua Hoa San itu seorang buronan? Hmm, kalau aku laporkan ke penegak hukum di kota maka aku akan mendapatkan uang banyak, tiba-tiba muncul niat jahat di kepala murid Ketiga. Bila Guru Besar mengetahui siapa murid kesayangan yang sebenarnya tentu dia akan m