Aku memanggil dengan bersemangat wanita yang hingga kini masih bersemayam di hati. Rasa rindu kian membuncah ketika melihat kembali wanita yang pernah membersamaiku empat tahun lamanya. Hanum … dia terlihat semakin bersinar. Wajah serta tubuhnya kini terlihat terawat sehingga membuatnya semakin menarik, tidak seperti saat masih menjadi istriku.Aku berusaha mendekat ke arahnya, tetapi dengan cepat dia menghindar. Aku tidak berputus asa dan terus mengikutinya. Hanum terlihat ingin masuk ke dalam mobil menyusul ayahnya, mantan mertuaku.Sedikit merasa kesal karena dia bahkan tidak menoleh sedikit pun. Seburuk itukah kini wajahku, hingga dia sama sekali tidak ingin menatap walau sebentar setelah sekian lamanya kita tidak bertemu.“Mau kemana cantik, kok terburu-buru sekali?” tanyaku akhirnya berhasil menghalangi jalannya. Walaupun dengan keterpaksaan, akhirnya pandangan kami saling bersirobok. Hanum terlihat ketakutan dan memalingkan wajahnya.Tidak ada sepatah pun terucap dari bibirnya
Aku menangis tersedu, sementara Ayah menepikan mobilnya setelah keluar dari parkiran minimarket. Beliau mencoba menenangkanku dengan memberikan air mineral yang diambil dari dashboard mobil.“Kamu baik-baik saja, Num?” tanya Ayah dengan wajah penuh kekhawatiran.“Hanum baik-baik saja, Yah.” Aku berusaha menenangkan diri dengan menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Aku ulangi berkali-kali, hingga merasa lebih tenang.Sementara anak-anak hanya menatap heran ke arahku. Mereka tidak tahu apa yang terjadi kepada ibunya hingga menangis terisak.“Ayah tidak tahu kalau laki-laki itu bekerja disana. Seandainya tahu, tentu tidak akan pergi kesana,” ucap Ayah dengan wajah merasa bersalah.“Ayah tidak salah karena tidak mengetahuinya. Aku sebenarnya sudah tahu, tetapi tidak bisa mencegah saat mobil Ayah sudah memasuki area parkir.”“Kamu sudah tahu, Num? Tahu darimana?” tanya Ayah heran.“Hanum tahu dari Kak Lala, Yah. Dia memperingatkan agar Hanum tidak mendatangi minimarket itu.”“
Serta merta aku segera menghampiri ayah. Memapahnya untuk duduk di kursi, sementara kak Lala terlihat cuek dengan kondisi ayah yang mengkhawatirkan.“Kak Lala, tolong ambilkan obat Ayah di kamar," pintaku kepada kak Lala, tetapi dia terlihat mencebik kesal.“Ambil saja sendiri. Kamu kan anak kesayangan Ayah,” jawab kak Lala ketus.Aku hanya bisa mengusap dada dan beristigfar dalam hati melihat perubahan kak Lala yang begitu drastis. Itulah alasannya aku tidak tega meninggalkan ayah walau hanya ke kamar mengambil obat. Aku takut kak Lala bertindak nekat.Akan tetapi melihat kondisinya yang begitu mengkhawatirkan, mau tidak mau harus mengambil obat ke kamarnya. Aku berpamitan kepada ayah, dengan berbisik di telinganya. Walaupun kedua netranya terpejam, tetapi ayah mendengarku. Beliau terlihat menganggukkan kepala, pertanda menyetujui izinku.Setelah mendapat izin dari ayah, aku segera berlari menuju kamarnya dan mengambil obat yang biasa diminumnya jika sedang kambuh. Tidak lupa, segela
"Menurut informasi teman saya, Mbak Lala dekat dengan security yang bekerja di hotel yang berdekatan dengan bengkel, Mbak.”Tidak salah lagi, berarti informasi yang disampaikan Hadi akurat dengan yang pernah disampaikan oleh kak Lala. Bagaimana bisa kak Lala bisa berubah pikiran secepat itu?“Terimakasih informasinya, Mas Hadi. Nanti akan jadi pertimbangan laporan saya kepada Ayah," ucapku seraya menyunggingkan senyum.“Maaf ya Mbak Hanum, saya melaporkan hal ini tidak ada maksud untuk mencari muka atau provokasi. Saya hanya tidak ingin bengkel Pak Hartawan bermasalah jika selalu dilalaikan seperti itu, Mbak Hanum."“Iya Mas, saya tidak beranggapan demikian. Justru saya sangat berterimakasih karena sudah diberikan informasi yang sangat berharga ini."“Sama-sama, Mbak. Saya sudah menganggap Pak Hartawan seperti orang tua sendiri, jadi tidak mungkin membuat beliau kecewa. Saya pamit ya, Mbak.” Hadi berpamitan dan meninggalkan ruanganku.Sepeninggal Hadi, aku berpikir mengenai informasi
“Hallo … cantik, kita bertemu lagi. Mungkin kita ditakdirkan untuk kembali berjodoh," ucap laki-laki yang telah menggores luka yang dalam di hati. Dia tersenyum dengan jumawanya.Aku bergeming mendengar ucapan Mas Gunawan. Ingin rasanya berlari sejauh mungkin untuk menghindarinya. Aku muak melihat wajahnya."Kok diam aja? Ayo Mas antar pulang. Apa mau berkeliling dulu pakai mobil mahal Mas ini?" tawar Mas Gunawan sembari menyeringai, semakin membuatku muak.Dia menyombongkan mobil yang dikendarainya. Namun percuma saja, aku sama sekali tidak tertarik. Aku melangkah perlahan meninggalkan Mas Gunawan yang sama sekali tidak turun dari mobil."Hei Hanum, jangan sombong kau jadi perempuan. Sekarang dengan kekayaanku bisa mendapatkan puluhan wanita yang lebih cantik darimu!" teriak Mas Gunawan sembari menjalankan mobilnya perlahan berusaha mengejarku.Aku menghentikan langkah lalu membalikan tubuh dan menatapnya tajam."Jika kamu bisa mendapatkan wanita selain aku, silakan lakukan. Aku bers
Hidupku kini hancur berantakan. Awalnya berharap dengan memulai kehidupan baru, akan membuatku lebih baik lagi. Namun kenyataannya kehidupan yang baru saja dijalani kembali hancur karena ulah Hanum mantan istriku dan ayahnya. Padahal aku hanya berusaha meluapkan rasa rindu, saat tanpa sengaja bertemu dengannya di parkiran tempat bekerja. Namun kemudian seorang pahlawan kesiangan datang menghalangi niatku. Ya, dia Hadi, orang yang selama ini sangat aku benci. Sejak awal, dia terlihat tidak suka dengan kedatanganku. Mungkin karena perhatian pak Hartawan beralih setelah kedatanganku.Tidak aku pungkiri, jika Hadi adalah anak buah kesayangan Pak Hartawan. Alasannya karena dia karyawan pertama Pak Hartawan yang masih bertahan setelah puluhan tahun lamanya. Namun dengan segala cara akhirnya aku bisa merebut perhatian mantan ayah mertua hingga akhirnya berpaling kepadaku.Aku curiga kepada Hadi yang sepertinya menaruh rasa kepada Hanum. Aku sering memergokinya menatap Hanum diam-diam. Walau
Aku keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Tidak habis pikir, bisa-bisanya aku bermimpi Mas Gunawan dan keluarganya. Namun aku masih penasaran, siapa sosok laki-laki asing yang bersama mereka? Rasanya aku belum pernah bertemu langsung dengannya.Akan tetapi jika diingat-ingat, sepertinya aku pernah melihat laki-laki itu. Namun aku lupa, dimana? Seberapa keras aku berpikir, benar-benar tidak dapat mengingatnya. Rasanya ada yang mengganjal dalam hatiku jika mengingat sosok laki-laki itu.Malam harinya, aku mendapatkan pesan dari ayah yang mengatakan tidak akan pulang ke rumah karena akan terbang langsung ke Surabaya untuk mengunjungi beberapa bengkel yang berada disana. Ayah ingin memastikan jika kondisi bengkel baik-baik saja setelah melihat keanehan pada Kak Lala. Aku pun langsung menelpon ayah.“Ayah sekarang dimana?” tanyaku.“Ayah masih dibandara, sebentar lagi akan berangkat, kenapa?” tanya ayah heran.“Ayah pergi bersama siapa?”tanyaku lagi.“Ayah pergi sendiri, k
Aku terkejut sekaligus bimbang mendengar kesimpulan Hadi, antara harus percaya atau tidak. Memang aku akui dunia mistis itu ada, tetapi rasanya tidak percaya jika kak Lala terkena sihir. Setahuku kak Lala adalah wanita yang kuat dan tidak mudah percaya kepada orang lain. Dia juga tidak pernah mempunyai musuh, kecuali kepada mantan suamiku.“Lalu apa yang harus saya lakukan, Mas?” tanyaku penasaran.“Tidak ada cara lain, orang yang terkena sihir harus disembuhkan dengan cara di rukiyah, Mbak,” jawab Hadi mantap.“Rukiyah? Apakah Kak Lala mau?” Aku balik bertanya kepada Hadi.Setahuku rukiyah dilakukan kepada orang yang bersangkutan secara langsung,sedangkan kak Lala sulit dicari keberadaannya.“Harus mau kalau ingin sembuh. Saya khawatir jika dibiarkan terlalu lama, bisa semakin parah.”Aku menarik napas dalam dan kembali menghembuskannya perlahan. Berat rasanya menerima kenyataan jika kakak satu-satunya itu terkena sihir. Pantas saja sikap kak Lala berubah drastis belakangan ini. Sela