Pagi yang sibuk dan bikin deg-degan. Ini adalah hari pertama Hellena masuk kantor, sekaligus akan diperkenalkan dengan bos perusahaan yang merupakan sahabat Abizar. Meski Hellena sudah sedikit tahu banyak tentang pekerjaan yang akan digelutinya, karena beberapa bulan terakhir ini Abizar mengirimkan orang khusus untuk mendidik Hellena, tapi rasa nervous itu rasanya tak serta merta pergi. Lama Hellena termenung di depan cermin, menatap pantulan wajahnya. Menatap riasan wajahnya dengan hati yang masih tak karuan. Dia seolah menatap seseorang yang tidak dikenalnya, perempuan yang selama ini selalu berpenampilan polos khas perempuan rumahan, kini dituntut berpenampilan trendi dan profesional. Hellena, itukah dirimu? Perempuan semampai dengan setelan blazer dengan blouse dan kerudung senada. Perempuan yang memiliki mata bening dengan senyum lembut yang tiba-tiba memakai pewarna bibir dan sedikit blush on. Hellena, itu bukan dirimu. Itu adalah bidadari cantik yang meminjam ragamu untu
Kantor masih sunyi, belum banyak yang datang. Aksara, sengaja datang lebih awal. Dia ingin menikmati suasana, lebih dulu. Di ruangan produksi, beberapa karyawan borongan sudah datang dan menyelesaikan pekerjaannya. Perusahaan yang bergerak di bidang fashion ini memang tidak besar, tapi baju yang dikeluarkannya ternyata cukup branded. Hanya swalayan dan toko yang sudah punya nama saja yang menerima roduk pakaian wanita yang memfokuskan rancangannya untuk wanita karir. Aksara belum bertemu designer perusahaan, kata Pak Hendra salah seorang staf marketing perusahaan yang datang lebih awal, namanya Clarissa. Clarissa, biasa datang agak siang karena rumahnya yang terletak di Bandung barat, melintasi jalanan di daerah macet. Aksara mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja dengan gelisah. Ruangannya yang cukup luas dan ber-AC tidak cukup mengusir gundah di jiwanya. Semenjak dia menjejakkan kaki di Bandung kemarin siang dan percakapannya dengan Abizar, sungguh hatinya tidak karuan. Bagaim
Menemukan orang yang teramat dicintai, yang ternyata sudah menjadi milik seseorang tak ubahnya seperti mimpi buruk di siang bolong. Dengan lunglai Aksara menghenyakkan tubuhnya di atas kursi di belakangnya. Entah apa yang harus dia bicarakan pada perempuan di depannya, mengakui segala rasa rindunya yang terpendam selama ini? Rasanya tak ada gunanya. Hellena telah mengikat hati dengan seseorang yang bukan dirinya. Atau, aku harus marah? Dan mengatakan Hellena penghianat cinta? Hello, bangun woy, masa iddahnya bahkan sudah lewat hampir empat bulan yang lalu. Dia cuma mantan. Dia, hanya perempuan masa lalu yang bebas menentukan langkah hidupnya sendiri. Sepi. Tak ada sapa manis dan pelukan rindu diantara mereka. Hanya bunyi suara jam yang terdengar nyaring. Hellena masih menunduk dalam, menekuri ujung jarinya, menggenggam tangan yang tiba-tiba terasa dingin dan berkeringat. Haruskah ia berharap, aksara mengucap sepatah kata rindu untuknya? Apakah dia merindukanku? Akankah, suda
Dua minggu sudah Aksara menjalani hari-harinya di Bandung. Menjalankan rutinitas sebagai boss baru di perusahan patungannya dengan Abizar. Tak ada yang luar biasa, perusahaan berjalan semestinya. Hellena bekerja dengan sangat baik dan cekatan. Karyawan lain, bekerja menjalankan aturan dengan disiplin. Termasuk Clarissa gadis cantik Sang Designer yang tampil sangat eksentrik dibandingkan karyawan perempuan yang lain. Rambut merahnya tampak kontras dengan kulit putih dan matanya yang bersoftlens biru. Sesekali berhello ria dengan Aksara jika berpapasan di luar ruangan. Tak ada sungkan di wajahnya, tawanya yang ceria terkadang menggema saat dia bercanda dengan karyawan lainnya, mau dengan karyawan laki mau karyawan perempuan, Clarissa selalu rame. Sesekali gadis lincah itu menggoda Hellena, yang tampak serius membuat laporan. "Senyum Mbak, Elle. Jangan meneng aje."Godanya sambil mengipas hasil rancangan yang akan dibawanya ke bagian pemolaan. Hellena biasanya hanya tersenyum, terka
Udara malam yang beradu dengan detak jam dikesunyian, membuat suasana makin terasa sunyi. Sunyi dan sepi, dua kata yang begitu akrab dengan hari-harinya. Apalagi setelah pulang kerja, Aksara jarang kemana-mana dan lebih sering menghabiskan waktunya di dalam kamar apartemen yang disewanya. Kesunyian itu begitu sempurna. Mata Aksara rasanya mengembun saat menelusuri setiap inci bayangan wajah yang tengah tersenyum lucu dalam bingkai di tangannya. Mata bening itu ibarat ribuan bintang di langit saat malam gelap gulita, dan bibir mungil yang selalu merah dan menyimpan senyum itu, ibarat gula-gula yang manisnya rasanya bikin diabetes. Manis banget. Tak bosan-bosannya dia memandangi bibir, mulut, mata, rambut ikal dan pipi bulat dalam potret di tangannya. Tak terasa ada yang begitu menggebu-gebu di sudut hatinya yang paling dalam. Rindu. Cellia, Papa kangen. Bisiknya dalam hati, lirih,sunyi dan hampa. Berbulan-bulan Papa mencarimu siang malam, bertanya pada sahabat, kerabat dan memb
Langit Bandung menjelang senja. Merah keemasan bercampur dengan langit yang menjelaga karena mendung. Aksara, memacu mobilnya dalam kecepatan sedang, jalanan mulai padat merayap. Bandung di sore hari kadang seperti ini, apalagi ini jalan utama. Dari balik jendela mobil Aksara, melihat samar rintik hujan mulai turun, membiaskan pandangannya ke depan sana. Membawanya pada ribuan kenangan pada sosok perempuan yang duduk di sampingnya dengan wajah menunduk. Hellena. [ Zar, gue ke rumah Lo ya. Gue, pingin ketemu Cellia.]Aksara mengingat pesannya tadi pagi. Minta izin. [Datang, Ra. Ngapain juga minta izin, rumah itu selalu jadi rumahmu. Dulu dan sekarang.][Bener, Zar?][ kapan gue gak bener, Ra? Gue tunggu, Mama juga sempet nanyain lo. ]Abizar memang tidak berubah. Pria realistis yang tidak suka memusingkin hal yang belum jelas. Menebak dan mencurigai orang lain. [ Ra, bisa gak pulang bareng Hellena. Tunggu gue di rumah.][ What, bukannya lo mo jemput? ][Pulang bareng lo aja. G
Aksara menghirup dalam- dalam udara segar yang menerobos jendela di ruangannya. Suplay oksigen yang berasal dari pohon yang tumbuh di sekitar kantornya, sungguh membuat dadanya merasa plong. Kontras dengan gedung-gedung yang tumbuh tinggi di depan sana. Apa kabar alun-alun Bandung, yang sudah berubah wujud menjadi begitu elok dan makin elok saat malam menjelang. Juga sudut-sudut kota lainnya yang telah berubah wajah menjadi semakin apik dan dinamis.Ah, Cellia seandainya kau masih bisa kupeluk, ingin sekali Papa, membawamu menyusuri setiap sudut kota Kembang. Menikmati segala keindahan dan keunikan dari kota sejuta pesona ini.Bandung memang sejuk. Meski tak sesejuk dulu saat dia masih kuliah. Pemandangan kemacetanpun sudah menjadi hal yang biasa sekarang, Bandung tumbuh dengan cepat, banyak sudut kotanya yang dulu asri dan masih alami berubah menjadi lebih modern, tapi tetap romantis. Bandung memang selalu romantis. Sayang, bertahun-tahun Aksara menghabiskan waktu di Bandung sela
19 ~ PergiHellena segera mengurai pelukan Aksara. Memaksakan berdiri dengan ajeg, merapikan debar dadanya yang tidak karuan. Pelukan Aksara yang tiba-tiba jauh lebih mengagetkannya dibandingkan puluhan jar kain yang menimpa tubuhnya.Astagfirullah. Ampuni aku Ya Allah. Bisik hati Hellena, dia tidak menduga, tiba-tiba saja, menyadari tubuhnya ada dalam pelukan Aksara, laki-laki yang telah memberinya banyak kenangan manis dan juga kata talak, hampir sepuluh bulan yang lalu.Sementara Hellena yang pucat pasi, Aksara juga tidak kalah kaget. Sesaat menyesali tindakannya yang terlalu reflek. Memeluk tubuh Hellena adalah kesalahan besar, bukan hanya mendapati Abizar yang menatapnya penuh prasangka, tapi membuat kenangan tentang sulaman hari-hari indah bersama perempuan itu perlahan hadir kembali.Hellena.Untuk pertama kalinya Aksara menyebut nama itu hampir tujuh tahun yang lalu, saat dirinya tak sengaja menatap raut wajah lembut dengan binar mata yang sulit dilupakan. Gadis polos yang