Share

Bangkit

last update Last Updated: 2023-03-03 05:12:56

Tiba di rumah, aku langsung merebahkan badan di ranjang. Dan sialnya aroma tubuh lelaki bangs*t itu masih tertinggal di sini, aku bangkit, melepas kasar seprei dan sarung bantal melemparnya ke keranjang baju kotor.

Aku bisa gil* jika terus-terusan begini, tidur pun tidak akan tenang jika rumah ini masih kutinggali. Semua sudut rumah yang menjadi saksi tiga kali diceraikan seolah menertawakanku.

Kucengkram kepala kuat-kuat, berharap denyut kesakitan di sana sedikit berkurang, sampai kapan aku begini, Allah ... kuraih gunting di nakas, lantas berdiri di depan cermin hias.

Aku tatap pantulan diri di sana, menyentuh wajah yang masih cantik, "Lelaki bukan dia saja, Hanin! Allah sudah mempersiapkan yang lebih baik untukmu," sisi warasku seakan menjerit.

"Ya benar, lelaki bukan dia saja," ucapku dalam hati. Rambut yang tergerai hingga batas pinggang kusisir kasar, dulu dia sangat menyukai rambut ini, dia tergila-gila padaku.

Aku membawa gunting memdekati surai hitam yang tergerai, memotongnya hingga tinggal sepunggung, begini membuat hati lebih lega, aku tidak perlu mengingatnya lagi. Setelahnya aku bergegas ke kamar mandi, membersihkan diri lantas melaksanakan kewajiban Ashar empat rakaat.

Aku berdoa, memohon agar Allah segera mengambil segala ingatan tentang Mas Amm, serta segala rasa sakit yang dia torehkan lalu mengganti semua dengan kebahagiaan dan ketenangan, kemudian mengusapkan telapak tangan ke wajah.

Aku beranjak duduk di bibir ranjang, lalu meraih ponsel di nakas, menggulir layar benda canggih itu ke bawah, mengirimi pesan pada semua sahabat dan kenalanku semasa bekerja dulu, agar mereka membantu mencari tempat untukku mengais pundi-pundi rupiah.

Sekarang aku tidak lagi dalam tanggungan Mas Amm, artinya untuk bertahan hidup aku harus tetap waras, mencari pekerjaan dan menata hidup kembali. Untuk apa membiarkan diri terpuruk dan berlarut dalam kepedihan, sedang dia tengah mengecap kebahagiaan dengan cinta baru di sana.

Keluarganya pun kini pasti senang. Terutama ibu, dari dulu dia memang tak pernah menyukaiku. Namun demi memperjuangkan cinta sial*n yang dijanjikan putra b*jingannya aku rela menerima semua cacian, fitnah dan kata pedas darinya.

———

Talak pertamaku jatuh di tiga bulan pernikahan kami, dan penyebabnya adalah ibu, dia memfitnahku berselingkuh dengan teman kantor tempat bekerja. Tiga hari usai talak terucap, dia kembali. Dia meluluhkan hati, dia minta aku melepaskan karier demi cinta, aku turuti karena memang cinta itu masih ada.

Talak kedua jatuh pada tahun ke dua pernikahan, penyebabnya adalah adiknya—Anita, saat itu Mas Amm sedang di luar kota. Setiap bulan uang SPP Anita memang kami yang membayarnya, dia datang meminta padaku, tanpa sepatah kata terucap aku memberikan sesuai yang dia minta.

Namun yang sampai ke telinga Mas Amm bukan demikian, difitnah lagi aku sudah mengatainya dan ibu penggerus kekayaan Mas Amm, pria itu marah besar saat pulang, dan dia kembali menjatuhkan talaknya, belum seminggu dia datang lagi, mengatakan penyesalan, dia mengetahui kebenaran pada akhirnya.

Aku terima lagi karena memang masih mencintainya, aku masih bisa memaafkan, kuanggap itu kesilapan karena hasutan keluarganya. Namun kali ini, dia sudah melewati batas, dia menyakiti hatiku begitu dalam dengan kehadiran perempuan lain, aku tidak akan pernah bisa menerima pun memaafkan.

***

Hari berganti, malam itu Dian membalas pesanku. Aku sangat bersyukur dia menginfokan lowongan kerja di kantornya, dulu kami teman satu kantor saat masih bekerja. Kini dia sudah tak bekerja lagi di sana, wanita cantik itu menemukan naungan baru, Wira Bangsa Group, sebuah perusahaan konstruksi yang cukup besar seindonesia.

Dian mengatakan bosnya sedang membuka lowongan menjadi sekretaris bos yang gajinya lumayan besar, cukup untuk menunjang hidup. Kukirimkan surat lamaran malam itu juga, dan pagi ini aku dipanggil untuk wawancara. Oh, Allah ... aku merasa sangat beruntung. 

Aku membongkar lemari dengan semangat, mencari baju seragam kerja milikku dulu, "Bismillah, semoga masih muat," Gegas kukenakan dalaman blus dengan rumbai di bagian dada hingga kerah yang menutup leher, rok span di bawah lutut warna hitam dan blazer warna senada. Aku merasa kembali jadi diriku seutuhnya setelah dikekang dan dibatasi ruang gerak selama setahun oleh Mas Amm.

Kupoles wajah dengan riasan natural, lipstik warna peach agar penampilan lebih segar, rambut sepunggung dibiarkan tergerai. Kuraih tas tangan, map berisi pengalaman kerja dan sepatu hak tinggi yang sudah berdebu saking lamanya tak terpakai.

Kuayunkan langkah ke ruang tamu, mengeluarkan motor maticku, bergegas melaju pergi setelah memastikan semua pintu terkunci. Aku menaikkan kaca helm, merasakan embusan udara pagi yang segar, hari ini aku akan menjelang suasana baru, orang-orang baru dan semua kebiasaan dulu, bangun pagi berangkat kerja, pulang malam langsung istirahat.

Dengan begitu, aku tak punya waktu memikirkan sampah-sampah itu dan segala pengihanatannya, akan kubuktikan, Hanin bisa bangkit tanpa sokongan seorang Ammarullah, nama yang indah namun tak seindah kelakuannya. Astagfirullah, dosaku akan selalu bertambah jika mengingat mereka, semoga aku diterima kerja dan bisa memulai semuanya dari awal lagi.

Akhirnya setelah berkendara selama lima belas menit aku tiba di kantor sesuai alamat yang Dian beri semalam, aku melangkah masuk dengan sejuta harapan, semoga Allah menakdirkan nasib baik kali ini, semoga saja.

———

Kulangkahkan kaki ke ruang HRD saat nama disebut, rasanya sangat mendebarkan, padahal aku sudah melalui ini sebelumnya. Rasanya seperti dejavu saat duduk di bangku ini, aku seperti kembali ke saat-saat sebelum menikah, menjalani hari untuk mengejar karier setinggi-tingginya.

Aku jabat tangan wanita matang nan berwibawa di hadapanku, dia terlihat ramah, membolak-balikkan lembar berisi pengalaman kerjaku. Dia manggut-manggut lantas menyerahkan map yang kubawa pada seorang pekerja. 

Selanjutnya aku ditanyakan beberapa pertanyaan khas interviu. Tepat saat aku menjawab tanya terakhir interkom di sampingnya berdering, gegas diangkatnya, sejenak tatapannya memindaiku.

"Baik, Pak! Baik!" ucapnya sebelum sambungan itu ditutup, dia tersenyum lebar, mengulurkan tangannya padaku. Meskipun sedikit bingung tak urung kujabat tangan wanita itu.

"Selamat, Anda diterima!" serunya, netraku melebar, antara senang dan terkejut bersamaan, aku diterima hari ini juga, tanpa interviu kedua dan waktu tunggu yang biasanya hingga dua minggu. Aku memekik girang dalam hati, tak lupa mengucap hamdalah.

"Terima kasih banyak, Bu!" sahutku antusias, netraku mungkin sudah berbinar-binar sekarang saking senangnya, wanita itu mengangguk.

"Sama-sama, selamat bergabung!" ucapnya lagi. Aku permisi hendak pulang, wanita itu mengangguk ramah. Dering interkom kembali terdengar, gegas diangkatnya, dia mengisyaratkan agar aku tak beranjak.

"Anda disuruh menemui bos di ruang kerjanya," ucap wanita itu lagi, aku mengangguk paham, seorang lelaki bertubuh jangkung menghampiri, wanita yang kutahu bernama Ariana itu menyuruhnya mengantarku.

Kami berjalan beriringan, pria itu menutup pintu ruangan interviu, dia mengulurkan tangan seraya tersenyum ramah.

"Aku Brian Wiraguna, panggil Brian saja," ucapnya memperkenalkan diri, aku ikut tersenyum, membalas jabatan tangan kekar pria berkulit sawo matang itu.

"Aku Hanin," sahutku. Kami berbincang ringan sepanjang perjalanan melalui lift, Brian pria yang sangat supel dan asyik untuk jadi teman kerja.

"Oke, Hanin. Saya hanya bisa mengantar sampai sini. Be carefull! Bos kita orang yang tegas, tidak suka bertele-tele and last, dia nggak suka pekerja yang plin-plan. So, jawab apa pun pertanyaan beliau dengan lugas dan tegas, jangan gagap, oke!" serunya, aku mengangguk paham.

"Thanks, Brian!" ucapku, dia mengangguk seraya mengarahkan tangannya ke pintu, kemudian berlalu. Dengan gugup aku mengetuk pintu bertuliskan 'Direktur' tersebut. Oh, Allah ... tanganku sampai gementar.

"Masuk!" Terdengar seruan itu dari dalam, aku menormalkan debaran jantung yang mendadak lebih cepat, 'calm down, Hanin! You can!' batinku menyugesti diri, kutarik napas dalam lantas mengembuskan pelan, menekan hendel pintu itu pelan lalu ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SETELAH TALAK TIGA   Melabrak Pelakor

    Terhitung sudah satu minggu Mas abi mendiamkanku, sementara itu aku tetap bekerja seperti biasanya dengan posisi baru yang diberikan oleh eyang.Hari ini aku berangkat seperti biasa, suamiku tidak masuk, menurut informasi yang kudengar dia ada rapat di luar kantor bersama dengan rekanan bisnisnya yang juga akan ditarik ke kantor kami untuk investasi besar-besaran, dalam sebuah project baru yang digadang-gadang akan menjadi proyek terbesar selama perjalanan bisnis Wira Bangsa Group.Namun anehnya aku tidak dilibatkan di dalam rapat itu, tapi aku juga tidak melihat kehadiran Kiara hari ini, berbagai sangka buruk pun mulai merasuk, apa mereka pergi bersama dan sengaja tidak mengajakku?Karena hati tak tenang aku kemudian menghubungi eyang, dengan lugas aku menceritakan semuanya tentang project tersebut tanpa melewatkan satupun, "Aku tidak diberitahu apa-apa, Eyang, dan aku juga tidak melihat Kiara di sini," aduku.Aku mengangguk mendengar perkataan eyang di seberang sana, pemikiran kami

  • SETELAH TALAK TIGA   Dingin

    Para karyawan lain telah berlalu pergi, begitu pun Kiara, di dalam ruangan luas yang terasa pengap sebab suasana mencekam, aku tinggal dengan Mas Abi dan eyang.Lelaki itu berdiri dengan sebelah tangan memegangi sandaran kursinya, ia meraup wajah berkali-kali, helaan napasnya pun terdengar berat.Aku melihat ke arah Eyang, wanita sepuh itu terlihat duduk dengan tegak, tatapannya menyorot lurus tak goyah. Cucunya mengintimidasi, sementara ia tak merasa bersalah dengan keputusan yang sudah diambil ini.“Apa ada lagi yang ingin kau bicarakan, Abimana?” tanya Eyang. Tampak lelaki itu tersenyum getir, ia menatap lekat pada wajah sepuh, “Aku sangat tersanjung dengan kejutan ini, Eyang. Sekarang, bolehkah aku bicara dengan Hanin sebentar?”“Tidak.” Ia menoleh dengan tatap tajam pada suamiku, “Aku tahu kau ingin menekan Hanin karena keputusanku. Dia tidak bersalah, asal kau tahu Abimana. Jika ingin protes atau menentang keputusan ini, bicara langsung pada eyang, jangan serang istrimu yang tid

  • SETELAH TALAK TIGA   Peresmian (Kejutan Tak Terduga)

    Setelah satu minggu aku menerima kabar dari Eyang, beliau meenelepon dan mengatakan padaku agar bersiap-siap, karena besok adalah hari pertamaku di Wirabangsa Group, tentu saja tanpa sepengetahuan suamiku, mas Abimana.Dan di sinilah aku sekarang, berdiri di depan cermin dan menatap pantulan bayanganku yang sudah siap dengan balutan busana formal yang sudah begitu lama tidak kukenakan.Kurapikan hijab label Bella square putih yang kukenakan, blus berwarna baby blue ini sangat cocok kala kupadupadankan, bawahan celana cutbray putih dan tas senada, aku melangkah keluar dengan hak tinggi yang menunjang penampilanku.Mas Abi sudah berangkat sejak pagi, aku menemui Daisyhara, ia juga terlihat cantik dengan baju senada denganku, kami akan berangkat ke kantor itu bersama-sama, sesuai arahan Eyang, bahkan begitu kami keluar mobil utusannya sudah menunggu."Kau siap, my little princes?" Daisyhara mengangguk dengan senyum semringah terpatri di bibirnya, "I'm ready, Mom!" Kami berdua lantas turu

  • SETELAH TALAK TIGA   Menemui Eyang

    Setelah percakapan panas semalam kami tidak saling bicara lagi, aku putuskan menemui Eyang untuk membicarakan masalah di perusahaan kami. Aku pergi ke sana tanpa sepengetahuan mas Abi, walaupun ia akan membiarkanku pergi, tapi aku tetap tidak ingin memberitahunya. mobil yang aku tumpangi berhenti di depan pelataran rumah besar di mana pertama sekali mas Abi membawaku kemari untuk dikenalkan pada satu-satunya keluarga yang dia miliki, bahkan kenangan manis itu masih melekat di ingatan.Aku bersama Daisy masuk ke dalam, ART baru yang dipekerjakannya mengatakan bahwa Eyang sedang di belakang, ia tidak berubah walaupun masa telah berganti, wanita sepuh itu suka menghabiskan waktunya di kebun kecil penuh anggur yang ia tanam dengan tangan sendiri.Aku langsung menuju ke arah sana, kami menghampirinya yang sedang memetik beberapa anggur dengan keranjang di tangannya, "Eyang ... assalamu'alaikum," panggilku. "Walaikum Salam." Wanita sepuh itu menyahut salamku seraya menoleh, tampaknya ia t

  • SETELAH TALAK TIGA   Pilihan Untuk Abimana

    Menjelang sore mas Abi pulang, wajahnya tampak lesu hari ini, priaku sepertinya kelelahan. Lekas aku menyambut tas yang ia bawa kemudian meraih tangan itu dan mencium dengan takzim. “Mau kuambilkan kopi?” tawarku. Dia mengangguk seraya tersenyum tipis, selanjutnya menjatuhkan tubuh di sofa, tampak jemari tangannya memijit pangkal hidung, itu pertanda ia sedang dalam masalah, aku berlalu mengambilkan kopi untuknya, setelah itu menghidangkan di meja. Mas Abi mengambilnya lantas hanya menyesap sedikit, ia memutar-mutar cangkir di atas piring tersebut, seterusnya pria itu termenung. Yang aku herankan, dia tidak bercerita sepatah kata pun, biasanya suamiku begitu ekspresif, ia akan membagi semua masalahnya denganku, sekecil apapun itu. “Mas, kamu baik-baik saja?” tanyaku, dia menoleh sejenak, kemudian mengangguk, “Mas oke, Sayang, hanya sedikit lelah,” sahutnya. Ia seperti baru tersadar, menoleh ke sekitarnya lalu menanyakan keberadaan putri kami, “Di mana Daisy?” “Tadi sopir eyang jemp

  • SETELAH TALAK TIGA   Tawaran Kiara

    Aku dan Kiara duduk berhadapan di ruang tamu, sejenak kami saling terdiam, aku melihat tatapannya sendu kala menatap Daisy, putriku itu memang terkesan cuek dengan orang yang tak dikenalnya.Sikapnya juga seperti orang dewasa, jika ada tamu, ia tak akan datang kalau tak dipanggil lebih dulu, apalagi mengganggu, Daisyhara tak sama dengan bocah seusianya, dia manja pada orang tuanya, tapi tahu waktu.aku memanggil Bibi Wara untuk menyajikan minuman, bagaimanapun wanita ini tamu, aku harus menghormatinya terlepas dari apapun status yang berhubungan denganku di masa lalu. Jika dipikir-pikir ini sungguh gila, bagaimana tidak, Kiara adalah mantan istri dari mantan suamiku, juga mantan pacar dari suamiku yang sekarang. Lihatlah, dunia yang sempit membuat kami berada dalam lingkaran yang rumit, tapi itulah takdir yang sudah tertulis.“Apa dia putrimu?” tanya Kiara tiba-tiba, ia tak mengalihkan tatapannya dari gadis kecilku.“Ya, dia putriku dan mas Abi.” Kiara tersenyum, “Cantik sekali, mata

  • SETELAH TALAK TIGA   SEASON 2 (Bab 1)

    Lima tahun kemudian ....Di dalam sebuah mansion mewah tampak sepasang suami istri sedang mengawasi seorang anak perempuan berusia kisaran empat tahun yang sedang aktif-aktifnya.“Daisy jangan ke sana, Nak!” seru Hanindiya, wanita itu mengejar buah hatinya yang sedang berlari keluar. Abimana yang sudah siap berangkat kerja langsung bangkit menyusul mereka.Pasca menikah dengan Hanin Abi membeli sebuah mansion untuk ditinggali bersama dengan keluarga kecilnya, ia memutuskan pindah dari apartemen lama yang ditinggali saat masih bujang.Kini keluarga mereka utuh dan bahagia, dikaruniai seorang putri yang sangat menggemaskan.Abi bangkit dari duduknya, ia bergegas mendekat pada pintu utama yang terbuka lebar, tampak istrinya sedang menggendong Daisyhara putri tunggal mereka yang cantik dan pintar.“Sayang, mas berangkat dulu, ya?” Hanin mengangguk, ia mendekat, meraih tangan suaminya dan mencium dengan takzim, Abimana meraih belakang kepala sang istri, balas mengecup keningnya lembut.“Ha

  • SETELAH TALAK TIGA   Bab 45

    Gema doa-doa terbaik memenuhi aula gedung berdekorasi indah, aku pun ikut menadahkan tangan meminta pada-Nya, semoga biduk kedua yang kutumpangi tidak karam di tengah jalan seperti sebelumnya. Aku memiringkan tubuh menghadap suamiku, meraih tangannya kemudian mencium takzim, dia menyentuh kepala ini melantunkan doa di atasnya. Kemudian aku menegakkan tubuh, netra kami beradu, dia tersenyum padaku. Kubalas senyum itu seiring jantung yang kian berdentam hebat, dia mengikis jarak di antara kami, kemudian sebuah kecupan mendarah di dahi ini, lama dan sanggup membuat hatiku menghangat karenanya. "Ciyeeee!!! " Itu suara Dian dan para karyawati lain, mereka beramai-ramai memfoto bahkan mungkin saja memvideokan kami, tak seperti biasanya, Mas Abi kali ini tersenyum, tak ada raut marah padanya, aku tau dia tengah berbahagia, aku pun begitu. Setelahnya kami diiring ke luar gedung, lalu berjalan berdampingan menuju pelaminan, Dian mengangkat ujung gaunku yang menjuntai, sedangkan aku menggan

  • SETELAH TALAK TIGA   Bab 44

    Desember sendu, hujan mengguyur di luar sana, aku tengah menyesap secangkir kopi, cairan hitam terfav buatan calon istri. Ya, masih calon, sebutan itu akan segera berganti."Kira-kira di wedding reseption kita bakalan ujan nggak ya, Mas?" tanyanya menatap lurus bulir-bulir rahmat yang tengah tumpah di luar sana, aku meletakkan kembali cangkir kopi di meja."Entahlah, Mas juga nggak bisa jamin, kalau penghujan terus terpaksa kita ganti konsep dari outdoor ke indoor," sahutku menoleh padanya, alis serupa sabit itu langsung menaut."Nggak bisa gitu, dong! Kita udah sewa tempat dan udah bayar jugak, masa dibatalin lagi, sih?" protesnya tak terima, kutarik napas dalam.Satu minggu berlalu, hubunganku dan Hanin semakin intens, kami melakukan semua bersama, begitulah kami akhir ini, sering beda pendapat, kadang bisa cek-cok karna hal kecil.Tapi demi Tuhan aku tak mempermasalahkan perbedaan ini, justru itu adalah warna sendiri dalam hubungan kami, kutatap wajahnya lekat."Terus mau bagaimana

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status