Share

SETELAH TALAK TIGA
SETELAH TALAK TIGA
Author: Nurhayati Yahya

Talak Tiga

last update Last Updated: 2023-03-03 05:10:04

"Aku Ammarullah dengan sadar dan tanpa paksaan menjatuhkan talak padamu  Hanindiya binti Atmojo," 

Suara itu terdengar lagi, ini yang ke tiga kali. Aku terpaku di tempat, menatap nanar padanya.

"Kenapa lagi kali ini, Mas?" tanyaku pada Mas Amm, kami tidak punya masalah apa pun, dia baru saja pulang dari kediaman orang tuanya, lalu tiba-tiba mengucap kata keramat yang dibenci oleh Allah padaku.

"Karena aku muak Hanin! Aku muak dengan semua kelakuanmu! Kau sudah membuat ibuku menangis! Kenapa kau mengulang kesalahan yang sama selama tiga tahun ini?" tanyanya menatapku dengan sorot penuh amarah. Ibu? Apa maksud dia ....

"Ada apa dengan ibu, Mas?" tanyaku seraya meraba dada yang kian sesak.

"Halah! Jangan pura-pura, Hanin! Kamu tau kan betapa ibu sangat berharga untukku? Dia satu-satunya orang tuaku yang masih hidup, tega kamu menyakitinya!" tuturnya lantang. Ya Rabbi fitnah apa yang sedang aku hadapi kini.

"Katakan apa yang sudah kulakukan sehingga ibumu menangis!" hardikku, kali ini aku tak bisa berlemah-lembut lagi, dia mempermainkan pernikahan kami untuk ketiga kalinya.

"Kamu mengatainya mertua jahanam? Padahal di bawah kakinyalah letak surgaku. Kamu mengatainya penggerus hartaku, padahal dengan air susunyalah aku hidup hingga sebesar ini. Kau mengatainya pemfitnah, padahal ia selalu memujimu di hadapan seluruh kerabat dan keluargaku," tuturnya dengan mata menyala, penuh amarah. 

"Wallahi aku tidak pernah mengatainya yang demikian, Mas!" belaku. Sekali pun talak telah terucap, kuharap namaku bersih di matanya.

"Jatuhlah talakku padamu sejak beberapa menit lalu, Hanindiya, selamat tinggal!" ucapnya tanpa menggubris sumpahku. Kutatap nanar punggungnya yang kian jauh, lalu menghilang di balik pintu.

Terduduk aku di lantai ubin rumah sederhana warisan orang tuaku. Aku sebatang kara sekarang, tanpa sanak saudara, dia benar-benar pergi. Untuk ke sekian kali dia membuatku jatuh lagi ke dasar jurang kesakitan.

Kusapu kasar sisa air mata di wajah ini, kemudian bangkit menuju kamar, kukemasi seluruh bajunya. Dia tidak bisa kembali ke sini lagi. Talak tiga telah dijatuhkan padaku, kini tak ada maaf atau rujuk seperti sebelumnya, dia sudah terlanjur melumat daging hatiku yang rapuh.

Aku melangkah keluar, kuhempaskan tas berisi pakaiannya di depan motor matic milikku, jerih payah dari menabung tiga tahun lalu, sebelum aku berhenti kerja, sebelum aku dibodohi oleh mereka—keluarga Mas Amm. Gegas kulajukan kendaraan roda duaku dengan kecepatan penuh, rasa sakit kulampiaskan dengan ugal-ugalan, tujuanku kini rumah mantan mertua.

———

Prangg!

Kubanting pintu pagar sekuat tenaga, hanya untuk melampiaskan amarah supaya tak perlu menangi dan terlihat lemah di depan para penghasut itu.

Aku berjalan dengan langkah lebar, entak ke mana perginya adab dan sopan-santun yang diajarkan almarhum ibu sejak aku belia dulu.

"Wah, wah, wah ... Anitaaa! Lihat siapa yang datang," Dia. Wanita paling kejam sedang berdiri bersedekap di depan pintu, menyambut kedatanganku dengan senyum mengembang, senyum licik penuh kemenangan. Dari arah belakang menyusul seorang gadis yang tak lain putri bungsunya—mantan adik iparku.

Kuhempaskan tas itu tepat di kaki mereka, kemudian tertawa getir seraya bertepuk tangan, mungkin aku sudah mirip orang gila sekarang. Kutatap mereka salut, salut dengan segala perjuangan ibu dan anak ini meruntuhkan mahligai rumah tanggaku untuk ketiga kalinya.

"Kalian hebat! Aku salut, terima kasih sudah kembali membuat putramu menceraikanku, kalian manusia berhati ibl*s yang senang memorak-porandakan pernikahan atas ikatan halal!" tuturku lantang, aku kalap. Tak dapat menahan semua kesakitan ini, ingin kutumpahkan dengan menghantam wajah tanpa dosa mereka yang tengah bersenang di atas deritaku.

"Tentu saja menantuku! Eh, ralat! Mantan menantu," sahut ibu Khadijah seraya tersenyum lebar. Nama yang indah bukan? Nama istri nabi yang paling setia, hingga rela mengorbankan segala harta, jiwa raganya untuk baginda memperjuangkan Islam.

Tapi sayang, Khadijah mantan mertuaku tak secuil pun meniru sifat Ummul Mukminin itu. Dia sangat kejam, rela melakukan apa saja demi memisahkan aku dan Mas Amm.

"Jaga mulut busukmu wanita jal*ng! Sekali lagi kau mengatai ibuku, akan kuhabisi kau!" teriak Anita, bungsu ibu yang selama ini kuliah dibiayai Mas Amm. Dia sama sekali tak menghargaiku, tidakkah dihatinya terbesit rasa terima kasih? Aku tak pernah melarang abangnya memberi uang sebanyak apa pun padanya pun pada ibu.

"Baiklah, aku hanya ingin tahu, apa alasan ibu hingga tega memisahkan kami untuk ke tiga kali? Ibu tahu 'kan setelah ini kami tidak bisa rujuk lagi seperti sebelumnya? Katakan, Bu! Aku ingin tau!" tanyaku bertubi-tubi. Wanita berpenampilan glamour itu mendekat, aku tantang tatapannya yang menusuk kedua netraku.

"Alasanku masih sama, Hanin! Masih sama sejak dulu. Kau bukan wanita yang pantas untuk Amm, kau miskin, kau ... mandul." Dia mengiris hatiku dengan kata-katanya yang tak terbukti benar.

"Aku ... mandul? Ibu sudah lihat hasil tes bahwa kami berdua sama-sama subur, kenapa Ibu tega, Bu?" Dia melengos dengan senyum sinis.

"Karna aku sudah punya calon yang pantas untuk Amm, pergilah jika kau tak mampu melihatnya bersama pilihanku, takutnya ... kau pingsan," ejeknya mencebikkan bibir, aku mengangguk getir seraya menengadah, menghalau air mata yang hendak tumpah. 

"Aku ucapkan terima kasih untuk semua rasa sakit dari kalian sekeluarga. Semoga karma segera menghampiri kalian semua!" ucapku lantang, kemudian berbalik menuruni undakan tangga teras rumah mantan suamiku.

Baru kupijakkan kaki pada tangga terakhir, mobil Bugatti yang masih mengkilap memasuki pekarangan rumah. Aku terpaku tatkala melihat siluet dua orang di dalam sana. Dia turun membukakan pintu untuk wanita barunya, aku melangkah pelan, masih terpana dengan perlakuan manisnya pada wanita itu.

Mereka bergandengan, melangkah saling melempar senyum, wanita modis dengan tubuh tinggi langsing, rambut hitam tergerai dengan tas mahal di jinjingan. Dia—mantan suamiku, berjalan acuh melewatiku, Kupalingkan wajah, melihat betapa hangatnya perlakuan ibu pada wanita itu.

Mereka berpelukan, saling melempar senyum tanpa memedulikanku yang tengah menatap mereka penuh kesakitan.

"Bagus nggak, Bu? Itu hadiah papa, Bugatti keluaran terbaru," tanya wanita itu dengan mata berbinar.

"Bagus dong, Sayang! Kamu memang menantu ibu yang paling baik," sahut ibu melirikku sinis, sedang Mas Amm menatapku datar, tanpa seraut rasa iba di wajah dinginnya.

Baiklah sudah cukup sekarang, aku tidak kuat lagi. Gegas kuberlalu pergi, mengendarai motorku membelah jalanan membiarkan udara sore menyapu habis bias-bias kesedihan. Kuhentikan laju motor di sebuah pembatas jalan, aku turun melihat ke bawah, derasnya air di sungai penuh bebatuan. 

Air mataku turun lagi tanpa bisa kucegah, siapa yang tahan dengan rasa sakit separah ini? Seberapa tegar pun manusia punya titik kelemahan, dan aku tengah melewatinya sekarang, kucengkeram kuat-kuat besi pembatas jalan dengan tatapan nanar ke bawah sana.

Biiiiiiiiip!

Aku tersentak kala mendengar klakson nyaring di belakangku, seorang pria dengan kemeja putih lengan panjang tergulung sebatas siku tergesa menghampiriku. 

"Hei Nona! Berhenti!" serunya, dia semakin mendekat kemudian menarik lenganku hingga menubruk dadanya. Refleks kudorong dadanya, satu tendangan mendarat sempurna pada tulang keringnya.

"Argh! Sakit, hey kamu! Ditolongin malah berbuat seenaknya, pakai nendang segala lagi, aww!" Dia meringis, rasakan! 

"Tolong apa? Dasar cabul!" hardikku, dia pasti pria mesum yang sedang mencari mangsa.

"Apa? Hei!"

Tak kuhiraukan lagi teriakannya, gegas aku menstater motorku, melaju pulang, istirahat sekarang akan membuatku lebih baik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SETELAH TALAK TIGA   Tamat

    Beberapa minggu kemudian…Hari itu, langit cerah dan angin berembus pelan di halaman belakang rumah keluarga Permana. Sebuah acara kecil diadakan dengan tenda putih sederhana dan beberapa kursi berderet rapi. Hanin duduk di salah satu kursi tersebut, mengenakan gaun pastel sederhana dengan senyum hangat di wajahnya yang cerah, secerah suasana hatinya. Di pangkuannya, putri kecil mereka, Daisyhara, mengenakan bando bunga dan memeluk boneka beruang.Sementara Abizar duduk di sebelah Hanin, tangannya tak lepas merangkul bahu sang istri mesra. Ia tampak jauh berbeda dari sebelumnya, tatapan matanya terlihat penuh minat bahagia.Di depan sana, eyang dengan mikrofon di tangannya sedang memberi sambutan singkat untuk para tamu mereka.“Saya ucapkan terima kasih untuk semua yang sudah hadir hari ini, acara yang saya persiapkan, untuk menyambut cucu menantu saya, Hanindiya.” tuturnya seraya tersenyum sambil memandang pada Hanin.Tepuk tangan kecil mengiringi ucapan sang eyang. Beberapa kerab

  • SETELAH TALAK TIGA   Sesal Tak Berujung

    Abizar masih terduduk, memeluk tubuh Hanin yang kini terkulai lemas dalam rengkuhannya. Wajahnya penuh ketakutan dan rasa bersalah, ia menekan luka tembak di punggung istrinya dengan tangannya yang berlumuran darah. Nafasnya tercekat, setiap detik terasa seperti seumur hidup.“Bertahan, Sayang… tolong bertahanlah kumohon .…” bisiknya sambil menatap wajah Hanin yang semakin pucat. Ia tidak peduli pada kebisingan di luar sana, tidak peduli pada polisi yang kini memasuki ruangan dengan langkah cepat.Beberapa polisi segera menghampiri, satu di antaranya berjongkok memeriksa kondisi Hanin. “Korban masih bernapas! Segera panggil ambulans!”Seorang petugas medis yang datang bersamaan segera mengambil alih. Mereka membawa tandu darurat, lalu dengan cepat dan hati-hati Abizar mengangkat tubuh Hanin.Pria itu turut masuk kedalam ambulans yang kemudian meluncur cepat ke rumah sakit.Sementara itu, Kiara sudah diamankan, diborgol dalam kondisi pingsan dengan luka tembak di betisnya. Polisi Lant

  • SETELAH TALAK TIGA   Di Gedung Tua

    Abimana tersadar dan mendapati dirinya sedang berada di dalam sebuah ruangan yang cukup temaram, aroma debu merasuk indra penciuman.Pria itu menoleh ke sekitar, kedua tangan dan tubuhnya sudah dalam kondisi terikat di sebuah kursi, rasa sakit berdenyut di belakang kepalanya. Napasnya memburu, pikirannya langsung tertuju pada Hanin.“Hanin… kau di mana?” gumamnya dengan suara serak.Pintu kayu di ruangan itu tiba-tiba berderit, terbuka perlahan. Abimana menajamkan pandangan, meski cahaya remang sulit membuatnya mengenali siapa yang masuk. Namun suara langkah sepatu hak tinggi yang familiar membuat dadanya berdesir penuh amarah.Kiara muncul dari balik pintu dengan senyum miring di wajahnya.“Akhirnya kamu bangun juga, Abizar,” ucapnya dengan nada meremehkan. “Aku sudah menduga kau tidak akan bisa tidur lebih lama setelah memori terakhirmu tentang istrimu itu.”“Dasar gila! Apa semua ini ulahmu?! Katakan di mana Hanin?!” Abimana berusaha memberontak meski tubuhnya terikat kuat. Wajahny

  • SETELAH TALAK TIGA   Kelicikan Yang Terbongkar

    POV Abimana *Aku tidak bisa menahan emosiku melihat Hanin yang muncul tiba-tiba dan menyerang Kiara. Rapat yang kami adakan seketika kacau, amarahku meluap, yang semakin membuatku naik pitam adalah, saat ia mengutarakan alasannya bahwa itu semua hanya karena cemburu buta.Nafasku masih memburu, menyugar rambut frustasi, kubiarkan istriku itu pergi begitu saja, dan sama sekali tidak berniat menyusulnya, aku butuh ketenangan di sini setidaknya untuk beberapa waktu.Namun sisi lain hatiku tetap terserlah rasa khawatir, jarak antara Kota Bandung dan Jakarta sangat jauh, dia datang ke sini seorang diri, apa mungkin Hanin pulang malam ini?Keresahan mulai merasuk, aku memandangi ponsel yang ditinggalkan istriku, bagaimana aku akan menghubunginya untuk memastikan dia tinggal atau pulang malam ini?Aaarrrgggh! Semua menjadi rumit karena emosiku yang tidak terbendung tadi. Kata-kata Hanin yang terakhir kembali terngiang, alisku mengerut dalam, apa yang tersimpan di dalam ponselnya.Dengan c

  • SETELAH TALAK TIGA   Melabrak Pelakor

    Terhitung sudah satu minggu Mas abi mendiamkanku, sementara itu aku tetap bekerja seperti biasanya dengan posisi baru yang diberikan oleh eyang.Hari ini aku berangkat seperti biasa, suamiku tidak masuk, menurut informasi yang kudengar dia ada rapat di luar kantor bersama dengan rekanan bisnisnya yang juga akan ditarik ke kantor kami untuk investasi besar-besaran, dalam sebuah project baru yang digadang-gadang akan menjadi proyek terbesar selama perjalanan bisnis Wira Bangsa Group.Namun anehnya aku tidak dilibatkan di dalam rapat itu, tapi aku juga tidak melihat kehadiran Kiara hari ini, berbagai sangka buruk pun mulai merasuk, apa mereka pergi bersama dan sengaja tidak mengajakku?Karena hati tak tenang aku kemudian menghubungi eyang, dengan lugas aku menceritakan semuanya tentang project tersebut tanpa melewatkan satupun, "Aku tidak diberitahu apa-apa, Eyang, dan aku juga tidak melihat Kiara di sini," aduku.Aku mengangguk mendengar perkataan eyang di seberang sana, pemikiran kami

  • SETELAH TALAK TIGA   Dingin

    Para karyawan lain telah berlalu pergi, begitu pun Kiara, di dalam ruangan luas yang terasa pengap sebab suasana mencekam, aku tinggal dengan Mas Abi dan eyang.Lelaki itu berdiri dengan sebelah tangan memegangi sandaran kursinya, ia meraup wajah berkali-kali, helaan napasnya pun terdengar berat.Aku melihat ke arah Eyang, wanita sepuh itu terlihat duduk dengan tegak, tatapannya menyorot lurus tak goyah. Cucunya mengintimidasi, sementara ia tak merasa bersalah dengan keputusan yang sudah diambil ini.“Apa ada lagi yang ingin kau bicarakan, Abimana?” tanya Eyang. Tampak lelaki itu tersenyum getir, ia menatap lekat pada wajah sepuh, “Aku sangat tersanjung dengan kejutan ini, Eyang. Sekarang, bolehkah aku bicara dengan Hanin sebentar?”“Tidak.” Ia menoleh dengan tatap tajam pada suamiku, “Aku tahu kau ingin menekan Hanin karena keputusanku. Dia tidak bersalah, asal kau tahu Abimana. Jika ingin protes atau menentang keputusan ini, bicara langsung pada eyang, jangan serang istrimu yang tid

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status