Home / Urban / SEXY CIRCLE ROOM / Bab 4 Tamu Penting

Share

Bab 4 Tamu Penting

Author: Chana Lee
last update Huling Na-update: 2025-07-18 14:43:34

Sore itu, rumah keluarga Hartawan tampak lebih ramai dari biasanya. Beberapa kerabat jauh dan teman-teman bisnis Bu Mirna datang berkunjung, kabarnya ingin membahas proyek kerja sama properti. Elkan hanya duduk di ujung ruang makan, seperti biasa—tak dianggap.

“Eh, Mas Elkan, kamu jangan duduk di kursi situ, ya. Itu buat tamu penting,” tegur Anya pelan, tapi tajam. “Kamu biasa duduk di bangku dekat dapur, kan?”

“Sudah biasa didudukkan, bukan diposisikan,” jawab Elkan datar sambil berdiri. Ia membawa gelas air ke dapur, kembali memposisikan dirinya sebagai pelengkap suasana.

Namun diam-diam, Elkan memperhatikan.

Salah satu pria paruh baya yang duduk berdampingan dengan Bu Mirna... wajahnya tak asing.

Pak Herman Wijaya. Komisaris utama dari PT Citra Jaya Properti.

Elkan menahan senyum. Jadi ini proyek yang akan mereka garap?

Ia menarik napas panjang.

Menarik. Mereka belum tahu siapa yang mereka ajak bicara.

Setelah acara selesai, Elkan diam-diam kembali ke kamarnya. Ia membuka laptopnya, menyambungkan ke sistem jaringan Mahendra Foundation, dan mulai menulis satu surat resmi dengan kop perusahaan.

Kepada: Ibu Mirna Hartawan, Komplek Bukit Zamrud No. 10, Jakarta Selatan

[Kami, PT Citra Jaya Properti, menginformasikan bahwa rumah yang saat ini Ibu tempati secara administratif telah tercatat sebagai aset dalam daftar audit dan penilaian ulang.

Sehubungan dengan proses restrukturisasi internal dan evaluasi nilai sewa, mohon untuk bersiap menghadiri pertemuan bersama pemilik saham utama dalam waktu dekat.]

Terlampir: jadwal rapat & undangan formal.

Tertanda, Direksi Utama – Pemilik Saham Mayoritas

Elkan menyeringai pelan. Ia tak menulis namanya di bawah tanda tangan.

Terkadang, kekuasaan lebih tajam ketika datang tanpa nama. Hanya aroma ketakutan yang membekas.

Malamnya, suasana rumah lebih sunyi. Mungkin karena surat yang baru saja tiba lewat kurir khusus sore tadi—semua penghuni rumah terlihat gelisah. Bahkan Bu Mirna sampai memeriksa sertifikat rumah di lemari.

Di tengah keheningan itu, Elkan sedang duduk membaca dokumen di kamarnya, ketika...

Tok tok tok.

Tanpa menunggu jawaban, pintu terbuka perlahan.

Tiara. Kali ini bukan dengan kimono, tapi daster transparan berwarna biru langit, seperti cuaca yang terlalu polos untuk jadi kenyataan.

“Elkan,” bisiknya. “Aku... enggak bisa tidur. Terlalu banyak yang kupikirkan.”

“Pikirkan yang mana? Rumah yang mungkin disita atau suami adikmu yang tiba-tiba jadi berbahaya?”

Tiara menutup pintu perlahan, duduk di sisi tempat tidur Elkan. Wajahnya sendu. Tapi Elkan tahu—sendu ini tidak datang tanpa motif.

“Aku tahu kamu lebih dari yang kamu perlihatkan. Dan aku... cuma mau berada di pihak yang benar sebelum semuanya berubah.”

Elkan menoleh. “Apa kamu selalu berpihak pada siapa yang tampak berkuasa?”

Tiara mendekat. Bibirnya nyaris menyentuh pipi Elkan.

“Aku berpihak pada siapa yang tahu apa yang dia mau.”

Elkan menatapnya. Dalam. Tapi tidak bergeming.

“Saat ini, yang aku mau... cuma tidur nyenyak. Dan aku belum cukup bosan untuk menggunakan tubuh orang lain sebagai tempat pelarian.”

Tiara terpaku.

“Maaf,” ucap Elkan dengan tenang. “Tapi malam ini, aku memilih selimut,” lanjutnya sambil melirik belahan dada Tiara yang sejujurnya sangat menggiurkan.

Tiara bangkit dengan anggun, tapi matanya tampak tersulut mendengar ucapan Elkan.

“Laki-laki yang bisa menolak perempuan... biasanya adalah laki-laki yang sudah punya sesuatu yang lebih besar untuk dikejar.”

“Elkan,” katanya sebelum keluar, “kalau kamu bukan siapa-siapa... semua ini enggak akan masuk akal.”

Malam itu hujan turun pelan, seperti sedang menyanyikan rahasia yang tak ingin diketahui siapa pun.

Di ruang kamarnya yang sempit, Elkan duduk sendirian, mengenakan hoodie tipis warna abu yang masih bau deterjen. Di hadapannya, laptop terbuka menampilkan laporan awal dari anak perusahaan Mahendra Group—sebuah laporan transaksi besar-besaran yang akan mengguncang dunia properti ibu kota dalam waktu dekat.

Sebuah perumahan mewah di Jakarta Selatan akan dibeli tunai… dan pengembangnya adalah PT Citra Jaya Properti. Ya, perusahaannya.

Dan lucunya?

Salah satu rumah yang tercatat masuk akuisisi… adalah rumah tempat dia sekarang, yang mana dia dianggap sebagai benalu.

Ironi memang selalu menyukai orang sabar.

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Anya berdiri di sana, mengenakan piyama satin biru tua yang biasanya hanya ia kenakan kalau ada pesta keluarga atau saat ingin membuat Elkan cemburu.

Tapi malam ini, wajahnya pucat. Mata merah. Ada sisa air mata di pipinya.

“Elkan…” suaranya pelan. “Aku tahu aku sudah keterlaluan. Tapi… aku butuh kamu sekarang. Boleh aku masuk? Boleh aku tidur denganmu?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • SEXY CIRCLE ROOM   Bab 8 Mobil Mewah untuk Elkan

    Suara deru mesin mobil sport memecah pagi yang biasanya sepi di kompleks elite Taman Nirwana. Getarannya menggema, menggelegar seperti singa lapar yang sedang memamerkan kekuasaan.Sebuah mobil Lamborghini Urus hitam doff berhenti tepat di depan garasi rumah keluarga AHartawan. Plat nomornya polos, hanya satu huruf dan tiga angka. Satu tanda: ini bukan mobil sembarangan.Dari dalam rumah, semua penghuni menoleh hampir bersamaan.Mirna—ibu mertua Elkan—menyibak tirai dengan cemas. “Siapa yang parkir segila itu di halaman kita?! Mau flexing di pagi hari? Gak tahu tata krama!”Tiara—kakak ipar Elkan yang baru datang dari Australia—melongok sambil memegang cangkir kopi. “Bisa jadi itu tetangga baru… atau tamu Daddy?”Tiba-tiba, supir berpakaian formal turun dari mobil. Mengenakan jas hitam dengan emblem emas di dada kiri bertuliskan:“Mahendra Group | VVIP Division.”Pria itu berjalan menuju pintu rumah dengan langkah pasti. Rapi. Elegan. Dominan. Seperti sedang menuju pentas, bukan pekara

  • SEXY CIRCLE ROOM   Bab 7 Topeng yang Terkelupas

    “CEO...?”Thomas nyaris terbatuk kata-kata itu, seperti menelan serpihan ego sendiri. Wajahnya yang semula penuh percaya diri kini pias, matanya melirik kiri-kanan, mencari semacam pelarian—apa pun, bahkan kebohongan—untuk menutupi kenyataan.Tapi sayang, dunia nyata tidak menyediakan tombol rewind.Elkan menyandarkan punggung ke sofa, menyilangkan kaki dengan tenang.“Lucu ya, Thomas. Dulu kamu bilang aku cuma cowok kere yang nggak pantas dapat Anya. Sekarang, kamu kerja di bawah aku. Secara harfiah.”Thomas membuka mulut, tapi tidak ada suara yang keluar. Bahkan Bu Mirna pun terdiam. Baru kali ini dia melihat menantunya—yang dulu dicibir sebagai ‘pengangguran ganteng’—berubah menjadi pria dengan kekuatan mutlak di genggamannya.Anya sendiri seperti kehilangan napas. Jemarinya mencengkeram sisi sofa. Matanya terpaku pada nama “Elkan Mahendra Putra” yang tertera tebal di layar ponsel. Itu bukan deepfake. Bukan editan. Itu nyata.“Mas...” ucap Anya pelan. “Kenapa kamu nggak pernah bila

  • SEXY CIRCLE ROOM   Bab 6 Kegilaan atau Kenyataan?!

    Sunyi menyelimuti ruang tamu. Hanya denting halus sendok mengenai cangkir yang terdengar, ketika Elkan duduk di kursi favorit Bu Mirna—yang kini entah mengapa terasa lebih nyaman dari sebelumnya.Di hadapannya, seluruh penghuni rumah berkumpul seperti menghadiri pemakaman diam-diam.Bukan kematian seseorang, melainkan kematian ilusi kekuasaan. Ilusi yang selama ini mereka banggakan, kini perlahan dikuliti satu-satu oleh lelaki yang selama dua tahun mereka anggap tak berguna.Elkan menyilangkan kaki.“Mulai hari ini, kalian boleh tetap tinggal di sini,” katanya, kalem. “Tapi jangan lupa... kalian tinggal di rumah saya.”Anya tampak menahan napas. Citra mengatupkan rahang, sementara Bu Mirna seperti kehilangan kemampuan bicara.Hanya Tiara yang duduk dengan pandangan penuh rasa ingin tahu. Seperti sedang menyaksikan thriller nyata dalam rumah sendiri.“Apa kamu pikir ini lelucon, Elkan?” ujar Bu Mirna akhirnya. “Apa kamu sengaja mau balas dendam, hah?”Elkan menatapnya sebentar. Senyum

  • SEXY CIRCLE ROOM   Bab 5 Rumah ini Milik Saya

    Elkan menoleh perlahan. Ia mengamati perempuan yang dua tahun lalu ia nikahi, perempuan yang dulu ia cintai sepenuh hati… tapi sekarang terasa seperti mimpi buruk dalam balutan parfum mahal, yang selalu tak mau ia sentuh. Kini, ia datang menawarkan diri. Anya pasti sedang mabuk saat ini, pikir Elkan, keheranan dengan sikap Anya.“Aku enggak bisa tidur,” lanjut Anya sambil memeluk dirinya sendiri. “Boleh aku tidur bersamamu malam ini?”Elkan menghela napas.“Kenapa bukan Thomas? Bukannya dia yang biasa kamu telepon diam-diam tengah malam?”Anya menunduk. “Dia jahat, Elkan. Aku… aku salah. Dia cuma manfaatin aku. Setelah dia tahu aku enggak punya kontrol atas harta keluarga, dia menjauh, setelah dia tahu ekonomi keluargaku sedang tidak baik-baik saja.”Elkan berdiri, perlahan.“Baru tahu rasanya ditolak karena miskin?” tanyanya, datar, sedikit menyindir. “Aku sudah dua tahun merasakannya. Setiap hari. Di rumah ini.”Anya menangis. “Aku minta maaf…”Elkan menatapnya. Lama. Dalam.Kemudian

  • SEXY CIRCLE ROOM   Bab 4 Tamu Penting

    Sore itu, rumah keluarga Hartawan tampak lebih ramai dari biasanya. Beberapa kerabat jauh dan teman-teman bisnis Bu Mirna datang berkunjung, kabarnya ingin membahas proyek kerja sama properti. Elkan hanya duduk di ujung ruang makan, seperti biasa—tak dianggap.“Eh, Mas Elkan, kamu jangan duduk di kursi situ, ya. Itu buat tamu penting,” tegur Anya pelan, tapi tajam. “Kamu biasa duduk di bangku dekat dapur, kan?”“Sudah biasa didudukkan, bukan diposisikan,” jawab Elkan datar sambil berdiri. Ia membawa gelas air ke dapur, kembali memposisikan dirinya sebagai pelengkap suasana.Namun diam-diam, Elkan memperhatikan.Salah satu pria paruh baya yang duduk berdampingan dengan Bu Mirna... wajahnya tak asing.Pak Herman Wijaya. Komisaris utama dari PT Citra Jaya Properti.Elkan menahan senyum. Jadi ini proyek yang akan mereka garap?Ia menarik napas panjang.Menarik. Mereka belum tahu siapa yang mereka ajak bicara.Setelah acara selesai, Elkan diam-diam kembali ke kamarnya. Ia membuka laptopnya,

  • SEXY CIRCLE ROOM   Bab 3 Kepunyaan Elkan yang di luar nalar

    “Sosisku mungkin besar, tapi bukan untuk dicicipi sembarang orang, apalagi sama kakak ipar sendiri!” tegas Elkan, suaranya sedikit bergetar.Susah payah Elkan menolak ajakan Tiara.Hujan semalam belum benar-benar berhenti. Kini udara pagi di rumah Hartawan terasa lebih dingin dari biasanya, atau mungkin itu hanya perasaan Elkan yang masih membawa sisa resah dari malam sebelumnya—mulai dari telepon mengejutkan Paman Tirta, suara lirih Anya di balik pintu, hingga kedatangan Tiara yang nyaris membakar imannya.Setelah cuci muka di wastafel belakang, Elkan berjalan menuju dapur. Ia ingin membuat kopi sendiri karena tahu persis tak ada satu pun wanita di rumah ini yang sudi membuatkan minuman hangat untuknya, bahkan sekadar air putih.Namun, pagi ini berbeda.“Mas El, kamu mau kopi, ya?” suara Citra muncul tiba-tiba dari balik kulkas, mengejutkan Elkan.Dengan tank top ketat dan celana pendek yang terlalu pendek untuk cuaca mendung, Citra tersenyum sok manis. Aroma parfumnya lebih kuat dari

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status