Home / Urban / SEXY CIRCLE ROOM / Bab 5 Rumah ini Milik Saya

Share

Bab 5 Rumah ini Milik Saya

Author: Chana Lee
last update Huling Na-update: 2025-07-18 14:47:28

Elkan menoleh perlahan. Ia mengamati perempuan yang dua tahun lalu ia nikahi, perempuan yang dulu ia cintai sepenuh hati… tapi sekarang terasa seperti mimpi buruk dalam balutan parfum mahal, yang selalu tak mau ia sentuh. Kini, ia datang menawarkan diri. Anya pasti sedang mabuk saat ini, pikir Elkan, keheranan dengan sikap Anya.

“Aku enggak bisa tidur,” lanjut Anya sambil memeluk dirinya sendiri. “Boleh aku tidur bersamamu malam ini?”

Elkan menghela napas.

“Kenapa bukan Thomas? Bukannya dia yang biasa kamu telepon diam-diam tengah malam?”

Anya menunduk. “Dia jahat, Elkan. Aku… aku salah. Dia cuma manfaatin aku. Setelah dia tahu aku enggak punya kontrol atas harta keluarga, dia menjauh, setelah dia tahu ekonomi keluargaku sedang tidak baik-baik saja.”

Elkan berdiri, perlahan.

“Baru tahu rasanya ditolak karena miskin?” tanyanya, datar, sedikit menyindir. “Aku sudah dua tahun merasakannya. Setiap hari. Di rumah ini.”

Anya menangis. “Aku minta maaf…”

Elkan menatapnya. Lama. Dalam.

Kemudian ia menggeser tubuh, memberi ruang di sisi kasurnya. “Kalau cuma butuh tempat tidur… silakan. Tapi jangan salah paham. Aku belum lupa kamu injak-injak harga diriku di ulang tahun pernikahan kita.”

Anya menahan tangis, lalu perlahan merebahkan tubuhnya. Tidak menyentuh Elkan. Hanya terdiam dalam jarak satu jengkal.

Dan dalam sunyi itu, Elkan mendengar napasnya mulai teratur. Seperti perempuan yang baru pertama kali merasa aman.

Ironis.

Justru sekarang.

Pagi harinya, Citra mendapati pemandangan mengejutkan. Ia menyaksikan Anya keluar dari kamar Elkan… dengan wajah tanpa makeup dan senyum yang anehnya… bahagia.

“Eh… lo ngapain keluar dari kamar Elkan?”

Anya hanya tersenyum. “Tidur. Emang kenapa?”

Citra mendengus. “Tidur? Sama Elkan? Gila, jangan bilang kamu sekarang balik ke pelukan si perjaka miskin itu?”

Anya tak menjawab. Ia hanya masuk kamar mandi dan mengunci pintu, meninggalkan Citra yang menatap pintu kamar Elkan seperti sedang menghadapi portal ke dunia lain.

Beberapa menit kemudian, giliran Tiara yang tiba-tiba sudah berdiri di depan kamar Elkan dengan secangkir teh.

Tok tok.

“Mas El... boleh ngobrol sebentar?”

Elkan membuka pintu. Wajahnya lelah, tapi mata tetap jernih.

“Ada apa?”

Tiara menggoda. “Kata Citra tadi malam... Anya tidur di sini ya?”

Elkan hanya tersenyum. “Cuma tidur. Tapi mungkin di rumah ini, tidur bareng suami sendiri sudah jadi hal yang luar biasa, ya?”

Tiara mendengus, tapi ada rasa tak nyaman di dadanya. Ia menyerahkan teh ke tangan Elkan.

“Ini teh. Katanya bagus buat relaksasi. Tapi... kalau kamu butuh relaksasi yang lebih dari teh... kamu tahu di mana kamarku, kan?”

Elkan tidak menanggapi langsung. Ia hanya menatap teh itu.

“Aku minum air putih aja. Lebih jujur rasanya.”

Beberapa jam kemudian, sebuah mobil hitam berhenti di depan rumah. Seorang pria tua turun dengan koper dan map hitam.

“Selamat siang. Saya dari PT Citra Jaya Properti. Bisa bertemu dengan pemilik rumah?”

Bu Mirna menyambut dengan senyum palsu. Tapi begitu pria itu menyebutkan agenda akuisisi aset properti dan perpindahan nama atas kepemilikan rumah, senyumnya luntur seperti maskara kena hujan.

“A-apa maksudnya ini? Kami beli rumah ini dua puluh tahun lalu!”

“Betul, Bu. Tapi rumah ini sempat diagunkan dan berpindah tangan ke perusahaan kami melalui proses legal. Kami tidak datang untuk menggusur. Hanya ingin rapat dengan pemilik baru,” jelas pria tua itu dengan penuh wibawa.

Bu Mirna memucat.

“Siapa pemilik barunya?!”

Elkan tiba-tiba turun dari lantai atas. Dan seketika berbicara dengan suaranya yang tenang, tapi tegas.

“Saya.”

Semua mata menoleh. Anya menjatuhkan gelas yang sedang ia pegang. Citra menutup mulut. Tiara muncul dari balik tangga.

“APA?!” jerit Bu Mirna. “Jangan gila kamu, Elkan!”

“Betul, Bu. Rumah ini sudah resmi tercatat di bawah nama saya. Saya membelinya melalui perusahaan saya sendiri. Suratnya lengkap, notarisnya pun ada,” jelas Elkan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • SEXY CIRCLE ROOM   Bab 8 Mobil Mewah untuk Elkan

    Suara deru mesin mobil sport memecah pagi yang biasanya sepi di kompleks elite Taman Nirwana. Getarannya menggema, menggelegar seperti singa lapar yang sedang memamerkan kekuasaan.Sebuah mobil Lamborghini Urus hitam doff berhenti tepat di depan garasi rumah keluarga AHartawan. Plat nomornya polos, hanya satu huruf dan tiga angka. Satu tanda: ini bukan mobil sembarangan.Dari dalam rumah, semua penghuni menoleh hampir bersamaan.Mirna—ibu mertua Elkan—menyibak tirai dengan cemas. “Siapa yang parkir segila itu di halaman kita?! Mau flexing di pagi hari? Gak tahu tata krama!”Tiara—kakak ipar Elkan yang baru datang dari Australia—melongok sambil memegang cangkir kopi. “Bisa jadi itu tetangga baru… atau tamu Daddy?”Tiba-tiba, supir berpakaian formal turun dari mobil. Mengenakan jas hitam dengan emblem emas di dada kiri bertuliskan:“Mahendra Group | VVIP Division.”Pria itu berjalan menuju pintu rumah dengan langkah pasti. Rapi. Elegan. Dominan. Seperti sedang menuju pentas, bukan pekara

  • SEXY CIRCLE ROOM   Bab 7 Topeng yang Terkelupas

    “CEO...?”Thomas nyaris terbatuk kata-kata itu, seperti menelan serpihan ego sendiri. Wajahnya yang semula penuh percaya diri kini pias, matanya melirik kiri-kanan, mencari semacam pelarian—apa pun, bahkan kebohongan—untuk menutupi kenyataan.Tapi sayang, dunia nyata tidak menyediakan tombol rewind.Elkan menyandarkan punggung ke sofa, menyilangkan kaki dengan tenang.“Lucu ya, Thomas. Dulu kamu bilang aku cuma cowok kere yang nggak pantas dapat Anya. Sekarang, kamu kerja di bawah aku. Secara harfiah.”Thomas membuka mulut, tapi tidak ada suara yang keluar. Bahkan Bu Mirna pun terdiam. Baru kali ini dia melihat menantunya—yang dulu dicibir sebagai ‘pengangguran ganteng’—berubah menjadi pria dengan kekuatan mutlak di genggamannya.Anya sendiri seperti kehilangan napas. Jemarinya mencengkeram sisi sofa. Matanya terpaku pada nama “Elkan Mahendra Putra” yang tertera tebal di layar ponsel. Itu bukan deepfake. Bukan editan. Itu nyata.“Mas...” ucap Anya pelan. “Kenapa kamu nggak pernah bila

  • SEXY CIRCLE ROOM   Bab 6 Kegilaan atau Kenyataan?!

    Sunyi menyelimuti ruang tamu. Hanya denting halus sendok mengenai cangkir yang terdengar, ketika Elkan duduk di kursi favorit Bu Mirna—yang kini entah mengapa terasa lebih nyaman dari sebelumnya.Di hadapannya, seluruh penghuni rumah berkumpul seperti menghadiri pemakaman diam-diam.Bukan kematian seseorang, melainkan kematian ilusi kekuasaan. Ilusi yang selama ini mereka banggakan, kini perlahan dikuliti satu-satu oleh lelaki yang selama dua tahun mereka anggap tak berguna.Elkan menyilangkan kaki.“Mulai hari ini, kalian boleh tetap tinggal di sini,” katanya, kalem. “Tapi jangan lupa... kalian tinggal di rumah saya.”Anya tampak menahan napas. Citra mengatupkan rahang, sementara Bu Mirna seperti kehilangan kemampuan bicara.Hanya Tiara yang duduk dengan pandangan penuh rasa ingin tahu. Seperti sedang menyaksikan thriller nyata dalam rumah sendiri.“Apa kamu pikir ini lelucon, Elkan?” ujar Bu Mirna akhirnya. “Apa kamu sengaja mau balas dendam, hah?”Elkan menatapnya sebentar. Senyum

  • SEXY CIRCLE ROOM   Bab 5 Rumah ini Milik Saya

    Elkan menoleh perlahan. Ia mengamati perempuan yang dua tahun lalu ia nikahi, perempuan yang dulu ia cintai sepenuh hati… tapi sekarang terasa seperti mimpi buruk dalam balutan parfum mahal, yang selalu tak mau ia sentuh. Kini, ia datang menawarkan diri. Anya pasti sedang mabuk saat ini, pikir Elkan, keheranan dengan sikap Anya.“Aku enggak bisa tidur,” lanjut Anya sambil memeluk dirinya sendiri. “Boleh aku tidur bersamamu malam ini?”Elkan menghela napas.“Kenapa bukan Thomas? Bukannya dia yang biasa kamu telepon diam-diam tengah malam?”Anya menunduk. “Dia jahat, Elkan. Aku… aku salah. Dia cuma manfaatin aku. Setelah dia tahu aku enggak punya kontrol atas harta keluarga, dia menjauh, setelah dia tahu ekonomi keluargaku sedang tidak baik-baik saja.”Elkan berdiri, perlahan.“Baru tahu rasanya ditolak karena miskin?” tanyanya, datar, sedikit menyindir. “Aku sudah dua tahun merasakannya. Setiap hari. Di rumah ini.”Anya menangis. “Aku minta maaf…”Elkan menatapnya. Lama. Dalam.Kemudian

  • SEXY CIRCLE ROOM   Bab 4 Tamu Penting

    Sore itu, rumah keluarga Hartawan tampak lebih ramai dari biasanya. Beberapa kerabat jauh dan teman-teman bisnis Bu Mirna datang berkunjung, kabarnya ingin membahas proyek kerja sama properti. Elkan hanya duduk di ujung ruang makan, seperti biasa—tak dianggap.“Eh, Mas Elkan, kamu jangan duduk di kursi situ, ya. Itu buat tamu penting,” tegur Anya pelan, tapi tajam. “Kamu biasa duduk di bangku dekat dapur, kan?”“Sudah biasa didudukkan, bukan diposisikan,” jawab Elkan datar sambil berdiri. Ia membawa gelas air ke dapur, kembali memposisikan dirinya sebagai pelengkap suasana.Namun diam-diam, Elkan memperhatikan.Salah satu pria paruh baya yang duduk berdampingan dengan Bu Mirna... wajahnya tak asing.Pak Herman Wijaya. Komisaris utama dari PT Citra Jaya Properti.Elkan menahan senyum. Jadi ini proyek yang akan mereka garap?Ia menarik napas panjang.Menarik. Mereka belum tahu siapa yang mereka ajak bicara.Setelah acara selesai, Elkan diam-diam kembali ke kamarnya. Ia membuka laptopnya,

  • SEXY CIRCLE ROOM   Bab 3 Kepunyaan Elkan yang di luar nalar

    “Sosisku mungkin besar, tapi bukan untuk dicicipi sembarang orang, apalagi sama kakak ipar sendiri!” tegas Elkan, suaranya sedikit bergetar.Susah payah Elkan menolak ajakan Tiara.Hujan semalam belum benar-benar berhenti. Kini udara pagi di rumah Hartawan terasa lebih dingin dari biasanya, atau mungkin itu hanya perasaan Elkan yang masih membawa sisa resah dari malam sebelumnya—mulai dari telepon mengejutkan Paman Tirta, suara lirih Anya di balik pintu, hingga kedatangan Tiara yang nyaris membakar imannya.Setelah cuci muka di wastafel belakang, Elkan berjalan menuju dapur. Ia ingin membuat kopi sendiri karena tahu persis tak ada satu pun wanita di rumah ini yang sudi membuatkan minuman hangat untuknya, bahkan sekadar air putih.Namun, pagi ini berbeda.“Mas El, kamu mau kopi, ya?” suara Citra muncul tiba-tiba dari balik kulkas, mengejutkan Elkan.Dengan tank top ketat dan celana pendek yang terlalu pendek untuk cuaca mendung, Citra tersenyum sok manis. Aroma parfumnya lebih kuat dari

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status