Share

Sembilan

Author: alindaana97
last update Last Updated: 2021-07-09 13:48:08

Mentari masuk kedalam salah satu  bilik toilet dia menumpah kan tangisnya di sana.

Dia memukul-mukul dadanya kenapa masih sangat sakit saat melihat pria itu, kenapa juga dia menangis.

Semua kenangan pahit yang dulu pernah dia rasakan kembali terulang di dalam pikiranya.

Seharusnya dia memang tidak datang kesini tadi, karena pasti pria itu akan datang juga.

Tangis Mentari semakin pecah mungkin saja orang di luar sana bisa mendengar suara tangsinya.

"Nggak.., nggak" ucapnya dengan menggelengkan kepalanya.

"Aku nggak boleh kayak gini" ujarnya dengan menghapus air mata yang ada di pipinya.

Dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskanya. Berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Pria itu sudah tidak penting lagi, cukup pura-pura tidak tau itu saja" ujarnya masih sesegukan.

Dia menghapus air matanya yang masih saja keluar. Kemudian dia keluar dari bilik itu.

Mentari melihat pantulanya di cermin, mukanya sudah sangat kacau bahakan make up nya pun luntur.

Dia mencuci wajahnya dengan air lalu memakai sedikit bedak dan lipstik yang di bawakan ibunya tadi, biar Mila tidak tau kalau dia habis menangis.

Mentari merapikan dedikit penampilanya, kemudian segera keluar dari toilet. Dia akan mengajak Mila pulang.

"Mil" panggilnya saat sudah berada di sebelah Mila.

Gadis itu sedang mengobrol dengan beberapa orang temanya, yang kini sedang melihat ke arah Mentari juga.

"Lo kok lama banget sih.." grutu Mila.

"Maaf... kita pulang aja yuk" ajaknya, dia sudah tidak tahan berada disini.

"Apa, kok pulang acaranya baru aja di mulai" protes Mila.

"Ya udah deh kalau kamu nggak mau aku pulang sendiri aja"

"Oh nggak nggak" Mila menahan tangan Mentari yang hendak pergi.

"Lo kenapa sih Tar..ada yang ganggu lo?" Tanya Mila khawatir.

Mentari menggelengkan kepalanya

"Nggak kepala aku pusing banget..." bohongnya berpura-pura sakit.

"Ya ampun lo sakit" ucap Mila dengan memegang dahi mentari.

Tari melepaskan tangan mila

"Ah nggak cuman pusing dikit aja..."

"Maaf Mil ..." batinya karena sudah berbohong.

"Ya udah kalau gitu kita pulang, tapi kita nyalamin pengantinya dulu nggak enak soalnya" ajak Mila.

Mentari mengangguk setuju, mereka pun berjalan menuju pelaminan.

"Selamat ya Ri... semoga pernikahan kalian langgeng" ujar Mila dengan menyalami Riri dan suaminya.

Sementara Mentari hanya mengikuti dari belakang. Dia terus menunduk tapa mengucapkan selamat dan hanya menyalami saja.

"Lo nggak mau ngucapin selamat ke gue Tar" ucap Riri yang melihat Mentari yang terus menunduk.

Mila menyenggol lengan Mentari dengan sikutnya.

"Ah iya selamat ya Ri.." ucapnya dengan tersenyum kecil.

"Wah... kalau jodoh tu nggak ke mana ya.." ucap seseorang yang baru saja naik ke pelaminan. Itu Dio mantanya Mila.

Mila memutar bola matanya jengah

"Jodoh pala bapak lu.." ucap Mila kesal.

Dia pun segera menarik tangan Mentari untuk turun dari sana.

"Hay kalian" sapa seseorang saat mereka hampir melewati pintu keluar. Membuat kedua gadis itu berhenti.

Mata orang itu terus melihat ke arah gadis yang terus menunduk. Dia sama sekali tidak pernah berubah. Masih sama seperti dulu Mentari yang pemalu dan lugu batinya.

Tubuh Mentari terdiam kaku saat mendengar suara itu. Rasanya dia ingin menangis lagi. Orang yang dia hindari malah berdiri di hadapanya sekarang.

Mila melihat ke arah Mentari, pasti sahabatnaya ini merasa tidak nyaman.

"Kita duluan" ucap Mila pada pria itu.

Romi menyekal tangan Mentari.

Membuat gadis itu berhenti, tanpa membalikan badanya.

"Maaf.." ucap Romi lirih penuh penyesalan.

Mentari menghempaskan tangan Romi, kemudian meninggal kan pria itu tanpa sepatah kata pun.

Romi menatap kepergian Mentari dengan nanar. Dia memang pantas di perlakukan seperti ini

Mila langsung melajukan mobilnya meninggalkan gedung itu.

Tidak ada yang bicara Mentari hanya diam menatap keluar jendela.

Mila juga tidak mau bertanya apa-apa karena dia tau Mentari pasti sedang sedih sekarang.

Setelah beberapa menit akhirnya mereka pun tiba di rumah Mentari.

"Makasih ya Mil udah mau ngantar aku" ujar Mentari.

"Iya.. gimana kalau malam ini gue  tidur di sini aja" ucap Mila.

"Jangan kasian mamah kamu sendirian"  tolaknya karena memang tadi gadis itu sempat bilang kalau papahnya lagi keluar kota.

"Tapi pasti nyokap lo udah berangkat sekarang" ujar Mila khawatir, karena tadi ibu Mentari pamit akan pergi keluar kota lagi.

"Nggak papa aku udah biasa"

"Tapi gimana kalau cowok gila itu kesini lagi"kata Mila berusaha mencari alasan lain.

"Nggak dia nggak akan kesini lagi"

"Ck yaudah deh, kalau ada apa-apa langsung hubungi gue ya..." ujar Mila menyerah. Mentari pasti butuh sendirian

Mentari menganggukan kepalanya kemudian dia turun dari mobil Mila.

"Da... hati-hati" ucapnya dengan melambai kan tangan.

Dia pun masuk ke dalam setelah melihat mobil Mila menjauh. Pikiranya sangat kacau rasanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dirga Fika
cerita nya bgus,,tpi buka nya pke koin sgala ya
goodnovel comment avatar
Abdi Qila
ceritany seru banget
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SI CULUN DAN PANGERAN KAMPUS   Sembilan puluh lima

    Benji meraih tangan Mentari, lalu menggenggam nya erat. "Untuk orang yang pertama kali jatuh cinta, gue bingung sebenarnya mau bertindak bagaimana. Makanya akhirnya yang bisa gue lakuin cuma maksa lo buat jadi pacar gue.." ujar Benji melanjutkan ceritanya. Dia ingat banget waktu itu, dia memacari Mentari tanpa persetujuan Mentari, alias maksa. "Dan lo selalu nangis setiap gue deketin.." ujar Benji dengan tertawa lucu. Mentari pun ikut tertawa, dia takut banget sama Benji waktu itu. "Gue sempat mikir waktu itu, apa muka gue serem banget.." ujar Benji lagi. " Bukan serem, kakak tu ganteng. Cuma galak.." sanggah Mentari. "Kalau gue ganteng, kenapa lo nggak mau sama gue waktu itu?" Tanya Benji heran. "Ya... Karena aku nggak yakin kakak suka sama aku. Aku tu mikir kok bisa, orang kayak kakak, suka sama aku yang biasa aja.." ucap Mentari

  • SI CULUN DAN PANGERAN KAMPUS   Sembilan puluh empat

    "semakin gue perhatiin semakin gue tertarik sama lo.." ujar Benji melanjutkan ceritanya, nggak mau Mentari berlarut-larut dalam kesedihan nya.Mentari pun kembali mendengarkan cerita Benji."Walaupun lo sering di Jahatin, lo tetap semangat pergi kuliah, itu yang bikin gue salut. Lo tetap senyum setiap masuk ke kampus, dan walaupun sendirian gue ngelihat lo tetap bahagia, lo kayak punya dunia sendiri.." ujar Benji.Waktu itu tanpa sadar saat melihat Mentari tersenyum, Benji juga ikut tersenyum, seakan tertular."Akhirnya gue sadar, kalau ternyata kita sama, sama-sama sendirian dan kesepian. Lo sendirian karena di jauhi teman-teman lo, gue sendirian karena nggak mau dekat sama siapa pun.."Kala melihat Mentari dia seperti melihat dirinya sendiri, kesepian nggak punya teman. Tapi sebenarnya hidup mereka, nggak semenyedihkan itu. Mentari dan Benji sama-sama menikmati kesepian mereka. Karena itu membuat mereka tenang."Dari situ pula, gue m

  • SI CULUN DAN PANGERAN KAMPUS   Sembilan puluh tiga

    "turun dulu kaki gue kesemutan.." ucap Benji ke Mentari, akibat terlalu lama memangku Mentari."Lemah." Ucap Mentari pelan, dengan turun dari pangkuan Benji."Apa?" Ujar Benji, dia masih bisa mendengar ucapan Mentari."Nggak.." ujar Mentari dengan tersenyum semanis mungkin takut di amuk Benji. Karena sudah mengatainya.Sementara Benji nggak mau ambil pusing, dia meluruskan kakinya. Supaya kesemutan nya hilang."Kak gimana kalau kita ceritanya dengan duduk di sana aja" ajak Mentari dengan menunjuk sofa besar yang ada di dekat jendela kamar mereka.Mereka berdua biasanya duduk di sana kalau malam, terus lihat bintang-bintang.Mentari langsung berjalan ke sofa itu tanpa menunggu jawaban dari Benji."Wah... Banyak banget bintang nya..." Ujar Mentari dengan duduk di sofa itu.Tak lama Benji pun menyusul duduk di sana, saat kakinya sudah mendingan.Mau cerita aja, banyak Drama nya."Terus gimana?" Tanya Mentari t

  • SI CULUN DAN PANGERAN KAMPUS   Sembilan puluh dua

    "aku takut banget rasanya hiks..." Ujar Mentari di sela tangisnya.Benji menjauhkan wajah Mentari dari lehernya. Wajah Mentari terlihat sembab, dan matanya juga bengkak.Jujur Benji tidak suka kalau melihat Mentari menangis, apalagi itu karena dirinya."Udah.." ucapnya dengan menghapus air mata Mentari."Aku terus berpikir buruk, aku bingung kenapa kakak begitu? Apa aku ada salah?" Ujar Mentari mengungkapkan semua unek-unek nya.Benji terus menghapus air mata Mentari yang keluar, dia diam saja membiarkan Mentari mengeluarkan semua isi hatinya."Aku takut kalau kakak ninggalin aku sama Bachtiar, terus aku harus gimana?" Ujar Mentari sedih."Nggak akan..." Jawab Benji tegas.Cup.Benji mengecup bibir Mentari."Udah ya.." ujarnya sekali lagi, dengan mengelus pipi Mentari."Ta

  • SI CULUN DAN PANGERAN KAMPUS   Sembilan puluh satu

    "cium dong..." Ujar Benji dengan memajukan wajahnya ke depan muka Mentari.Dari acara kejutan tadi, sampai sekarang Mentari masih terus mendiaminya. Bachtiar juga gitu.Tadi Benji menitipkan Bachtiar dulu ke rumah mertuanya, dia harus membujuk Mentari dulu sekarang. Kalau masalah anaknya gampang, tinggal di beliin mainan aja nanti juga baik lagi."Tari..." Seru Benji, saat Mentari diam saja."Suaminya lagi ngomong juga, malah sibuk main handphone.." ujar Benji lagi.Benji mengambil hp yang ada di tangan Mentari, lalu mengantongi nya.Mentari menatap Benji dengan kesal."Makanya ngomong dulu..." Ucap Benji.Mentari membuang mukanya, dia masih kesal sama Benji. Mentari mengambil laptopnya, biarin aja hp nya di ambil sama Benji. Dia masih bisa main game dan nonton di laptop.Benji menghembuskan napasnya sabar. Dia ikut naik k

  • SI CULUN DAN PANGERAN KAMPUS   Sembilan puluh

    Benji jadi menyesal melakukan rencana kejutan ini. Dia menyesal membuat Mentari menangis sampai seperti ini.Selama mereka menikah, mereka nggak pernah merayakan anniversary. Bahkan Benji dan Mentari juga nggak pernah merayakan ulang tahun mereka selama mereka kenal. Kecuali ulang tahun Bachtiar.Alasan nya, kalau Mentari dia memang nggak suka ngerayain ulang tahun. Kalau Benji sendiri dia pasti sedih kalau ingat tentang perayaan ulang tahun, membuatnya jadi ingat dengan perlakuan papinya dulu.Kado ulang tahun yang Benji sangat ingin kan dari dulu. Yaitu di peluk dan di sayang sama papinya, tapi sayang sampai sekarang keinginan itu belum terwujud.Makanya Benji malas kalau merayakan ulang tahun.Dan di perayaan pernikahan mereka yang ke enam tahun ini lah, akhirnya Benji punya ide untuk pertamakali nya mereka harus merayakan nya."Rani siapa?" Tanya Mentari masih me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status