Share

4. rumah yang berantakan.

Ku buka pintu rumah bibi perlahan agar tak berderit.

Ruang tamu tampak lengang. Bibi pasti sudah tidur.

Biasanya dia akan duduk menonton tv disini.

Ku hembuskan nafas sesaat, dan melangkah menuju kamar.

Berusaha menetralkan perasaan yang masih kacau karena fakta mengejutkan tadi.

"Kenapa baru pulang, nak? Kamu mampir kemana dulu?"

Tanpa ku duga, bibi keluar dari kamar Wiwin, dan langsung bertanya padaku.

Aku bingung harus menjawab apa.

Tapi, tiba-tiba saja ada ide yang terlintas di pikiranku.

"Ada yang mau Sandra tanyakan pada bibi. Dan Sandra mohon bibi jawab dengan jujur," ujarku dengan serius.

Bibi sampai menatapku dengan kening mengerut.

"Mau tanya apa? Sini, duduk dekat bibi." Dia melangkah menuju sofa, dan duduk di atasnya.

Aku pun melangkah, dan duduk di sampingnya.

1 menit.

2 menit.

3 menit.

"Mau tanya apa? Kok, malah diam?" Bibi bertanya saat aku tak kunjung melempar pertanyaan padanya.

Hati, dan pikiranku sibuk bergelut di dalam sana.

Aku masih bimbang untuk lanjut bertanya pada bibi atau menyimpan semua tanda tanya ini sendiri.

Bibi memang sangat baik. Sifatnya, dan ibu sangat bertolak belakang walaupun mereka saudara kandung.

Ku tatap wajah bibi dengan mata yang mulai mengembun. "Apa bibi tau kenapa setiap hari kamis Sandra harus menginap disini?" tanyaku dengan suara pelan.

Mata ini masih terus menatap lurus wajah bibi yang terlihat terkejut karena pertanyaanku.

"Ya-ya. Bibi nggak tau, nak. Memangnya kenapa Sandra tanya begitu? Bukannya ini sudah kebiasaan lama? Lagian bibi juga senang kalau ada Sandra disini," sahutnya mengalihkan pandangannya dari wajahku.

Ku hirup nafas panjang, dan mengembuskan nya perlahan.

"Apa karena ibu memiliki dua orang suami?"

Wajahnya yang tadi sibuk mengarah ke tempat lain. Seketika langsung menatapku dengan mata melotot, terkejut.

"Ka-kamu ta-tau dari mana? Jangan asal bicara, nak. Nanti kalau kedengaran orang, bahaya," sergahnya.

Raut panik, dan terkejut nampak tercetak jelas di wajahnya.

"Sandra tidak asal bicara, Bi. Sandra sudah tau semuanya. Kenapa kalian tega sembunyikan rahasia besar ini dariku?" Aku tergugu di hadapannya.

Air mataku kembali tumpah di hadapan bibi Wati.

"Apa tetangga sekitar juga sudah mengetahui ini, Bi?" Aku bertanya dengan isak tangis yang tertahan.

"Ya Allah, nak." Suara bibi terdengar bergetar. Tangannya menarikku ke dalam pelukannya.

Mungkin dia merasa kasihan dengan nasib buruk yang menimpaku.

"Kamu sudah tau semuanya, nak. Tapi bibi minta maaf. Bibi nggak punya hak buat menjelaskan semuanya padamu. Tanyakan pada ayahmu, dan minta dia menjelaskan semuanya padamu." Bibi menjeda ucapannya sebentar.

Bibi terdengar menghela nafasnya cukup dalam. "Memang sudah saatnya kamu tau semuanya. Bibi sudah nggak tahan liat kamu diperlakukan dengan kasar oleh Sari," imbuhnya lagi.

___

Akhirnya, aku pun tertidur dengan rasa penasaranku yang belum terjawab.

Apa perlu ku tanyakan langsung pada ayah?

Sepertinya memang harus begitu.

Ingin rasanya aku bolos sekolah saja. Tapi ada rapat penting di sekolah.

___

Pagi harinya seperti biasa. Aku pulang ke rumah untuk berganti pakaian sekolah.

Dari pekarangan rumah, kulihat pintu depan masih tertutup rapat. Lampu teras pun masih menyala. Padahal ini sudah jam 6 lewat.

Tok, tok, tok!

"Bu, ibu?!"

Ku ketuk pintu rumah, dan memanggil ibu dengan suara sedikit nyaring.

Aku yakin ibu pasti belum bangun, seperti yang sudah-sudah.

Ceklek.

Tak lama pintu terbuka. Terlihat ibu berdiri hanya memakai kain jarik untuk menutupi tubuhnya.

Rambutnya pun terlihat berantakan dengan wajah khas bangun tidur.

Aku menatapnya dengan jijik.

Dulu, sebelum aku mengetahui semuanya. Aku menganggap penampilannya seperti ini adalah hal biasa.

Tapi, setelah aku tau. Rasanya aku ingin muntah melihatnya berpenampilan seperti ini.

"Masuk! Masakin sarapan dulu baru berangkat sekolah," titahnya berjalan masuk mendahuluiku.

"Oh, iya. Sekalian beresin rumah," serunya, dan tanpa menoleh padaku lagi. Ibu langsung masuk kedalam kamarnya, dan menutup pintu.

Aku pun melangkah masuk tanpa menjawab ucapannya.

Namun, aku sungguh terkejut melihat penampakan ruang tamu yang seperti kapal pecah.

Sofa usang yang biasanya terletak dekat dinding, kini berpindah tempat ke tengah ruang tamu.

Bahkan meja berbentuk persegi panjang yang biasanya dipakai untuk menaruh minuman pun sudah terbalik.

Aku membuang nafas panjang. Berusaha tidak memak*i iblis berwujud manusia itu.

Pandanganku tanpa sadar mengarah pada meja makan yang tak bersekat.

Kain gorden yang biasanya menjadi penutup ruang makan itu telah hilang entah kemana.

Pemandangan di meja makan pun sama berantakan nya seperti ruang tamu.

Teko, dan gelas yang sudah tak terletak di tempatnya lagi. Tudung saji yang biasanya berada di atas meja pun, kini sudah pindah tempat di bawa lantai.

" Astaghfirullah. Ya Allah, ya Tuhanku." Lirihku menahan tangis.

Aku tau apa yang terjadi disini. Aku tau apa penyebab rumah ini seperti kapal pecah.

Tak ingin berlarut-larut memikirkan hal yang tak berfaedah. Aku memilih segera masuk kedalam kamar, berganti pakaian.

Hanya berganti pakaian saja, karena aku sudah mandi di rumah bibi Wati tadi.

Sebelum berganti pakaian, aku mengunci pintu dari dalam.

Aku tau ada orang lain di rumah ini selain aku, dan ibu.

Yaitu paman Tejo.

Sebelum mengetuk pintu tadi. Aku sudah memastikan motor paman masih ada atau tidak.

Dan motor itu masih terparkir di belakang rumah.

Pastinya sang pemilik pun masih ada disini.

"Sandra! Kamu dengan nggak, tadi ibu bilang apa, hah?! Masakin sarapan dulu. Sandra!"

Dug, dug, dug!

Pekikan suara ibu terdengar memekakkan telinga. Disusul dengan suara gedoran pintu yang keras.

Aku abaikan perbuatannya itu, dan lanjut berganti pakaian.

Karena ibu terus-terusan berteriak memanggil, dan memakiku seperti orang g1l4.

Aku yang merasa malu dengan tetangga pun dengan malas membuka pintu.

"Kamu dengar nggak, ibu bilang apa tadi?! Masak sarapan dulu. Ibu capek!" bentaknya dengan mata melotot.

Suara bentakannya tak membuat nyaliku ciut. Justru aku membalas tatapannya.

"Capek karena apa? Bukannya ini masih pagi? Apa ibu semalam lembur?" ucapku dengan santai menyindirnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status