Share

5. Berbicara pada ayah.

last update Last Updated: 2023-11-22 15:27:49

Plak!

Satu tamparan keras menghantam pipi ini.

Membuat telinga ini langsung berdenging.

Rasa kebas bercampur dengan panas menjalar di pipiku.

"Lembur apa maksud mu, hah?! Masih kecil sudah berani ku*ang aj4r kamu, ya? Belajar dari mana? Dari Wati, perempuan sok baik itu? Iya?!" bentak ibu.

Merasa belum puas dengan satu tamparan. Ibu kembali mencengkeram kuat mulutku hingga kuku-kuku lentiknya terasa menusuk permukaan kulitku.

Aku meringis menahan sakit, dan rasa takut.

Nyaliku seketika ciut melihat api amarah di wajahnya.

"Nggak usah banyak omong. Cepat masak, dan bereskan rumah ini!" Dia melepas cengkraman tangannya dengan kasar, dan berlalu masuk kedalam kamarnya lagi.

Aku menatap sampai tubuhnya hilang di balik pintu kamar. Aku menghembuskan nafas perlahan, dan mengerjakan perintahnya tadi dengan lesu.

___

Ku kerjakan perintah ibu dengan terburu-buru karena takut terlambat masuk sekolah.

Setelah semuanya selesai aku pun melangkah menuju kamar, hendak mengambil tas sekolahku.

Namun, saat melewati kamar ibu. Langkahku terhenti karena mendengar suara aneh di dalam sana.

Karena rasa penasaran, aku maju mendekati pintu kamar ibu.

Demi dapat mendengar suara itu dengan jelas. Ku dekatkan telinga pada daun pintu tersebut.

"Ahh, ya. Terus, mas."

Deg!

Jantungku nyaris berhenti berdetak saat mendengar suara rintihan ibu dari dalam kamar yang masih tertutup rapat.

Bisa-bisanya ibu berbuat demikian saat aku masih berada di rumah.

Aku beringsut menjauh dari pintu kamar itu dengan terus mengucap istighfar.

Sungguh, aku sangat kesal dengan rasa penasaranku yang membuatku harus mendengar suara menjijikkan itu.

Ingin rasanya aku keluar memanggil seluruh tetangga untuk menggebrak mereka.

Tapi, sayangnya aku tak seberani itu.

Aku akan bertanya pada ayah terlebih dahulu.

Tanpa berlama-lama lagi, aku segera mengambil tas, dan bergegas menuju sekolah.

Membawa serta pikiran kalut karena masalah keluarga yang begitu rumit.

___

Sepulang dari sekolah tanpa berganti pakaian lagi, aku langsung menyusul ayah di kebun.

Kebun ayah terletak di belakang desa tempat kami tinggal.

Jaraknya memang tak terlalu jauh. Tapi jalanan yang berbatu serta tanjakan, dan turunan yang cukup curam membuatku harus berjalan dengan hati-hati.

Tak apalah, yang penting aku bisa bertanya langsung pada ayah.

Karena rasa penasaranku ini tak bisa lagi ku tahan lama-lama.

"Ayah!" Ku panggil ayah yang sedang sibuk menghalau burung-burung kecil yang hendak memakan butiran padi yang sudah mulai menguning.

Ayah menoleh ke sembarang arah, mencari asal suara ku.

"Sandra disini!" Ku lambaikan tangan kearahnya agar ayah bisa melihat keberadaanku.

Ayah langsung berjalan ke arahku dengan tergesa-gesa, tak luput juga ekspresi terkejut yang menghiasi wajah lelahnya.

Sedangkan aku sibuk menyeka keringat yang membanjiri wajah dengan ujung jilbabku.

Aku tersenyum pada ayah yang masih berjalan menuju kearah ku.

Jalanan yang parah, dan cuaca yang cukup panas membuatku merasa haus.

Aku memutuskan untuk masuk kedalam pondok terlebih dahulu untuk mengambil air.

"Loh, nak? Kenapa kesini? Kamu udah makan?" Ayah bertanya seraya melepas topi kerjanya, dan ikut mengambil air minum.

Aku menggeleng pelan setelah meneguk habis air satu gelas. "Ada yang mau Sandra tanyakan pada ayah. Sandra mohon, ayah jawab dengan jujur." Ku tatap wajah ayah yang letih karena mengurus kebun seorang diri.

Berbeda dengan beberapa orang tetangga. Istri mereka pasti akan menemani sang suami bekerja di kebun.

"Masalah apa? Apa yang mau kamu tanyakan pada ayah?"

"Apa ibu memiliki dua orang suami?" tanyaku langsung pada intinya.

Sama seperti bibi Wati. Wajah ayah pun nampak sangat terkejut mendengar pertanyaanku.

"Ka-kamu ii-ini bicara apa, sih?" jawabnya gugup di sertai dengan kekehan garing yang keluar dari mulutnya. "Mana ada yang seperti itu. Kan dalam agama nggak boleh seorang wanita punya dua suami," imbuhnya lagi tanpa menatapku.

Hati ini terasa sakit karena ayah sendiri pun tak mau berkata jujur padaku.

Sebenarnya aku ini mereka anggap apa?

Apa aku mereka anggap sebuah boneka mati?

Semuanya seakan-akan menyembunyikan hal menjijikan itu dariku.

"Kenapa? Kenapa ayah berbohong? Ayah anggap Sandra ini apa?! Hiks." Aku menjerit di hadapan ayah.

Menumpahkan air mata karena rasa sakit hati.

Ayah gelagapan melihatku menangis, " sssssttt. Kamu kenapa, nak?" Tangan kasarnya menyeka air mataku dengan pelan, penuh perhatian.

"Ayah nggak bohong sama kamu, nak. Lagian kamu dengar dari siapa kalau ibu punya dua suami?" imbuhnya lagi, seraya menatap ku penuh perhatian.

"Sandra sudah tau semuanya. Sandra dengar semua obrolan ayah, ibu, dan paman Tejo tadi malam. Tadi malam paman Tejo menginap di rumah'kan? Bahkan, tadi pagi pun dia masih ada di rumah," ucapku pada ayah.

Ayah menatapku dengan ekspresi wajah yang tak bisa di artikan.

Tak lama kemudian dia langsung membuang pandangannya ke sembarang arah.

"Kenapa ayah nggak mau menceraikan ibu? Toh, selama ini ayah nggak pernah di perlakukan baik sama ibu. Sandra akan ikut sama ayah, Sandra akan dukung ayah seratus persen untuk bercerai dengan ibu.

Sandra tau ayah sakit hati dengan hubungan seperti ini. Ayah hebat sudah bertahan selama ini. Tapi, Sandra mohon ceraikan ibu. Lepaskan luka yang selama ini ayah simpan seorang diri. Ayah berhak untuk bahagia. Ayah masih muda. Ayahku cukup tampan untuk mendapatkan seorang wanita cantik, dan soleha. Wanita yang bisa menghargai ayah. Sandra mohon," ucapku memohon sekaligus menghiburnya.

Biarkanlah aku di anggap anak durhaka karena menyuruh orang tuanya bercerai. Dari pada cinta pertamaku menahan sakit terus-menerus.

Ayah menatapku dengan mata berkaca-kaca. Sedetik kemudian bulir bening itu jatuh membasahi pipinya.

"Ayah takut, nak. Ayah takut melepaskan ibumu. Ayah takut hati ini nggak kuat lihat ibumu bahagia dengan Tejo," ucapnya dengan pandangan menerawang jauh.

Tatapan sendu. Itulah yang ku tangkap dari raut wajahnya.

Aku menghela nafas panjang. Demi mengeluarkan beban berat yang ku pikul karena ulah orang tuaku.

Ini akan jadi semakin sulit karena ayah pun terlihat enggan untuk melepaskan ibu.

Mau sampai kapan mereka hidup dengan berbagi istri seperti ini?

Sebenarnya hal apa yang membuat mereka sampai harus berbagi istri?

Namun, apa pun alasannya. Berbagi istri sangat di larang oleh agama.

Apa aku harus bertanya pada ayah tentang alasannya?

Apa aku tak akan durhaka?

Kembali aku melihat wajah ayah yang masih menatap ke lain tempat.

Hati, dan mental ayah sungguh kuat bisa bertahan selama ini.

Sedangkan aku yang baru satu hari mendengar suara desa*an mereka saja sudah merasa jijik, dan muak.

____

Mohon maaf karena jam tayangnya tidak teratur.

Saya hanyalah seorang ibu yang memiliki seorang anak istimewa.

Mohon pengertiannya 🙏🏻

Salam santun 😊🙏🏻

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SKANDAL PERNIKAHAN BERSAMA ADIK IPAR   54

    Sudah hampir satu Minggu Tejo menunggu kabar dari Fatima dengan rasa gelisah. Dia takut Fatima menolak pinangan darinya,namun apapun itu. Tejo sudah berjanji akan menghargai keputusan Fatima.“Mari makan siang, Bang!” Ajak seorang pekerja yang mengurus kebun Tejo.“Duluan saja, Ri. Aku nanti saja.” Tejo menjawab sekenanya. Ya, dia sekarang tengah berada di kebun miliknya. Kebun yang selama ini dia abaikan karena sibuk dengan nikmat duniawi. Dia membiarkan pekerjanya yang mengurus semuanya, dan dia hanya tinggal menerima hasilnya saja.Namun, semenjak sembuh dari sakitnya. Dia perlahan sudah mulai berkebun kembali. “Huuuft!” Tejo membuang nafasnya dengan kasar. Matanya tak lepas menatap layar ponsel dalam genggamannya dengan perasaan gelisah. Dia menunggu kabar dari Dayat, abangnya. Saat mereka hendak meninggalkan rumah Fatima saat itu, Fatima berkata bahwa dia akan menghubungi Siska untuk menyampaikan keputusannya. Kring…. Kring…. Kring! Ponsel dalam genggaman Tejo berdering c

  • SKANDAL PERNIKAHAN BERSAMA ADIK IPAR   53

    “Tejo, hei!” Dayat menepuk pundak sang adik cukup keras karena kesal. Sedari tadi dia memanggil adiknya itu, namun adiknya sibuk melamun. Tejo menoleh ke arah abangnya dengan wajah kaget. “Ada apa, bang?” Dayat mendengus. “Makan. Dari tadi di panggilin susah banget, Jo. Kalau suka, bilang saja.” “Seandainya dia bukan sahabatnya mbak Siska,” ujar Tejo dengan tatapan menerawang. Dayat berdecak, sedari tadi adiknya sekali berkata begitu. Apa hubungannya dengan Siska?“Ada apa dengan mbak-mu?” “Aku takut mbak Siska ceritain ke dia tentang kelakuanku dulu.” Tejo menjawab sambil tertunduk. Dayat baru tau tentang kegelisahan adiknya. “Kamu sudah berubah. Kalau kamu betul-betul menyukainya, berusahalah. Biar mbak-mu jadi urusan Abang.” Dayat menepuk pundak Tejo pelan, memberi dukungan padanya. ___Acara syukuran di rumah Dayat telah usai. Semua keluarga nenek Atun pun sudah kembali ke kampung. Nasib Tejo semakin tak jelas. Dia sungguh menyukai wanita yang dia temui di rumah Dayat wa

  • SKANDAL PERNIKAHAN BERSAMA ADIK IPAR   52

    Akhirnya, hari yang dinantikan oleh pasangan Siska, dan Dayat pun tiba. Hari dimana buah cinta mereka lahir kedunia dengan selamat. Dayat mencium pipi merah anak keduanya itu dengan sayang, setelah menyuarakan adzan pada putranya. Ya, Siska telah memberikan seorang putra pada Dayat. Lengkaplah sudah keluarga kecil mereka. “Aku boleh gendong, nggak?” tanya Sandra yang sedari tadi ikut gemas melihat bayi merah dalam gendongan ayahnya. “Nanti kamu jatuhin,” sahut Dayat seraya kembali mencium pipi putranya. “Ma, Sandra boleh gendong adek, ya?” Sandra merengek pada Siska yang masih terbaring lemah di atas ranjang pasien. Siska tersenyum pada Sandra lalu menatap suaminya. “Mas, kasih dulu ke mbak nya!” titahnya yang membuat Sandra berjingkrak kegirangannya. “Ojo pecicilan, nduk. Jatuh adekmu nanti,” ujar Dayat memperingati saat akan menyerahkan bayi itu pada Sandra. “Pake duduk saja, nak.” Siska memberi isyarat pada Dayat agar menyuruh Sandra duduk. Dia merasa ngeri melihat cara

  • SKANDAL PERNIKAHAN BERSAMA ADIK IPAR   51

    “Assalamualaikum.” ucap Sandra, dan Dayat berbarengan saat sudah sampai di dekat Sari, dan Trisno berdiri. “Wa’alaikumussalam.” Trisno, dan Dayat langsung berjabatan tangan. Sedangkan Sandra langsung mendekati sang ibu, dengan senyum yang merekah. “Silahkan masuk, bang.” Trisno mengajak Dayat untuk masuk kedalam rumahnya, namun Dayat menolak karena Siska sedang sendirian di rumah.Akhirnya, Dayat pun berpamitan pulang setelah berpesan pada Sandra agar tak merepotkan Sari, dan Trisno. “Masuk yuk. Di tungguin sama nenek dari tadi.” Sari merangkul pundak Sandra, dan bersama berjalan masuk kedalam rumah. ___“Cukup, Bu. Aku sudah kenyang.” Sandra menggeser piring makannya kesamping saat Sari hendak menambahkannya nasi kedalam piringnya.“Makan yang banyak, nak,” ujar Sari memaksa. Sandra menggeleng, dan tetap menjauhkan piringnya. Dia sungguh sudah sangat kenyang saat ini. Bagaimana tidak? Sedari tadi Sari terus saja memberikan berbagai makan padanya.Semua lauk, dan sayur yang dia

  • SKANDAL PERNIKAHAN BERSAMA ADIK IPAR   50

    “Kamu mau ketemu sama ibu, nak?” Siska angkat bicara. Dia berjalan mendekati kursi tempat Sandra duduk, lalu ikut duduk di sampingnya. Tangannya dengan lembut mengusap bahu Sandra yang masih bergetar karena isak tangisnya. “Kalau mau ketemu sama ibu, biar mama yang antar,” tawar Siska dengan senang hati. Sandra mengangangkat kepalanya menatap wajah Siska lalu bergantian menatap wajah Dayat. Dayat mengangguk dengan senyum tipisnya. “Boleh, Ma?” “Boleh, dong. Besok pagi Mama antar, ya. Sekalian Mama mau olahraga pagi, soalnya sebentar lagi adikmu datang,” sahut Siska seraya mengelus perutnya yang membesar. Hari persalinannya memang sudah dekat. Itu sebabnya dia harus banyak bergerak agar persalinannya nanti berjalan dengan lancar, itu pesan ibunya setiap kali menghubunginya lewat telpon. ____“Dek, nasinya dimakan. Jangan di liatin aja,” ujar Trisno saat melihat makanan istrinya masih utuh. Sedangkan Sari sedari tadi hanya menatap piringnya dengan wajah murungnya.“Ada yang mengg

  • SKANDAL PERNIKAHAN BERSAMA ADIK IPAR   49

    “Hei?! Kamu kenapa, nak? Dari tadi mama panggil kok nggak nyahut? Lagi lamunin apa?” Siksa datang, dan menepuk pundak Sandra. “Eh?!” Wajah Sandra langsung terkejut melihat Siska sudah duduk di sampingnya dengan perut yang sudah membuncit. “Kamu kenapa? Ada masalah sama pendaftaran kuliah?” tanya Siska dengan lembut. Tangannya mengusap surai panjang milik Sandra.Sandra langsung menampilkan senyumnya, dan menutup raut wajahnya yang sedih. “Nggak ada, ma. Semuanya lancar, kok.” “Terus, kenapa?” Siska berusaha menilik wajah dari putri sambungnya itu.Namun, Sandra lebih dulu memalingkan wajahnya. “Sandra ke kamar dulu, ya, ma. Ada tugas kuliah,” kilahnya lalu buru-buru berdiri, dan masuk ke dalam kamarnya. Hal itu tentu saja membuat Siska kebingungan. Dia menatap punggung putrinya dengan kening mengernyit. Dia baru menyadari bahwa beberapa hari ini Sandra memang terlihat sedikit pendiam. Jarang sekali Sandra bercanda padanya. Senyum yang Sandra tampilkan pun sangat di paksakan. Sis

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status