"Maafkan saya, Nona." Leon menunduk hormat kepada wanita yang menggunakan handuk kimono berwarna putih. "Saya hanya melihat lukisan ini."
"Ya ... lukisan itu memang sangat menarik."
Jessi berjalan mendekati aroma kopi hitam racikan sang pengawal yang sudah menguar memasuki penciumannya.
Wanita yang terlihat sangat cantik walau tanpa riasan itu duduk di sofa berwarna putih dengan menumpangkan kakinya, hingga paha mulusnya terlihat oleh laki-laki tegap yang berdiri di hadapannya.
Jessi mengambil cangkir kopi, lalu menyeruput minuman berwarna hitam yang masih mengepulkan asap itu.
"Maafkan saya sudah lancang, Nona. Kalau begitu saya permisi dulu."
CEO seksi itu menaruh kembali cangkirnya di atas meja. Lalu tersenyum tipis melihat sang pengawal yang menundukkan pandangan tanpa berani menatapnya.
'Leon, apa kamu bukan laki-laki normal?' Jessica mengejek pengawalnya dalam hati karena menurutnya laki-laki itu terlihat biasa saja, walau ia selalu berpakaian seksi di hadapannya.
"Silakan! Kalau Jimmy sudah datang, suruh langsung ke kamarku!"
"Baik, Nona."
Leon segera keluar dari kamar sang nona. Laki-laki itu memasuki kamarnya yang ada di sebelah kamar Jessi untuk memeriksa CCTV yang ia pasang di kamar boss-nya.
Jessi meminta Leon untuk menempati kamar yang berdekatan dengan kamarnya supaya ia merasa aman berada dekat dengan laki-laki tegap yang sudah beberapa bulan ini menemaninya.
Setelah semua beres. Leon keluar kamar, lalu pergi ke luar rumah untuk menyambut tamu sang nona.
Benar saja, saat ia keluar, laki-laki tampan berambut klimis yang memakai kemeja berwarna putih keluar dari mobil mewah berwarna hitam mengilat.
"Selamat malam, Tuan Jimmy." Leon menunduk hormat kepada tamu sang nona. "Nona berpesan supaya anda langsung ke kamar saja."
"Terima kasih."
Pemuda jangkung yang mempunyai brewok tipis itu masuk ke dalam rumah kekasihnya dengan senyuman lebar di wajah tampannya. Rahangnya yang tegas, hidung lancip, dan alis yang tebal membuat Jimmy semakin terlihat maskulin.
Laki-laki itu masuk ke kamar sang kekasih tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.
"Halo, Sayang."
Jimmy merangkul pinggang kekasihnya, lalu menghadiahi kecupan manis di bibir sang wanitanya.
"Apa kamu begitu merindukanku? Kenapa tiba-tiba menelepon?"
Pria jangkung itu mengangkat tubuh Jessica lalu membawa dan mendudukkannya di tepian tempat tidur.
"Aku tidak pernah bosan menikmatimu, Sayang. Kamu wanita yang luar biasa. Aku tidak bisa melupakan permainan indahmu."
Jari-jari besar itu mulai meraba handuk kimono dan menarik tali yang terikat di pinggang Jessi.
Jessi menciumi leher pria yang sudah sangat berhasrat terhadapnya. "Jimmy, aku butuh bantuanmu," ucap Jessi di sela-sela ciumannya.
"Apa pun itu, aku akan melakukannya untuk bidadariku," jawab Jimmy dengan napas yang memburu saat tubuh sang kekasih terlihat ketika tali kimomo itu terlepas.
"Kamu sungguh luar biasa. Aku rela menukar nyawaku untukmu, Sayang. Menikahlah denganku, aku akan membahagiakanmu."
Jimmy mendorong pelan wanita bertubuh sintal itu, hingga ia jatuh terlentang di atas kasur.
"Kamu sudah tahu jawabannya 'kan? Untuk sekarang ini aku tidak ingin menikah, aku ingin fokus pada karierku."
"Baiklah, aku minta maaf." Pria tampan itu menatap kekasihnya dengan sangat mendalam seakan berkata, "Aku sangat menginginkanmu."
"Jimmy, apa kamu tahu siapa penerus keluarga Karl? Yang sekarang menjadi CEO D. R Corporation?"
"Aku tidak mengenalnya, tapi aku tahu tentangnya. Satu minggu lagi akan ada pesta di kalangan pengusaha di negeri ini. Menurut informasi Tuan muda Karl akan hadir di pesta itu."
"Bisakah kamu membantuku?" Wanita cantik yang masih menggunakan handuk kimono berwarna putih itu membuka kancing kemeja kekasihnya satu persatu.
"Aku akan membantumu selagi aku bisa."
Pria itu menyusuri setiap inci tubuh sang kekasih. Ia tidak sadar kalau dirinya telah dimanfaatkan oleh wanita yang mempunyai bibir menggoda itu.
"Sejak D. R Corporation dipegang oleh putra tunggal Tuan Karl, perusahaan itu jauh di atas Beauty Corporation." Jessi melancarkan aksinya sambil membahas strategi yang akan mereka gunakan untuk mengalahkan perusahaan pesaingnya.
Mereka tidak tahu, ada sepasang telinga yang sedang menguping rencana mereka.
"Jes ...."
Hai semuanya. Alhamdulillah Leon dan Liebe udah tamat. Terima kasih untuk kakak semua atas dukungannya. Readerku yang cantik dan yang ganteng terima kasih banyak sudah mampir di karyaku. Aku mohon maaf atas segala kekurangan pada novel ini, terutama pada aku sendiri yang jarang sekali update dikarenakan sedang menyiapkan novel baru. Mohon dimaklumi ya kekurangan pada novel ini, kritik dan sarannya aku ucapkan banyak-banyak terima kasih. Mohon maaf juga jika banyak typo atau eksekusi pada novel ini yang tidak sesuai dengan bayangan kakak semua.🙏🏻🙏🏻🙏🏻Aku akan terus belajar dan belajar untuk bisa menulis lebih baik lagi. Kritik dan saran kakak semua sangat membantuku untuk menjadi lebih baik lagi dari sekarang.Terima kasih sampai jumpa di novel yang baru. Pantengin sosmedku ya untuk info karya-karyaku selanjutnya. Jangan lupa follow igeh aku ya.🤭untuk nama² di bawah ini tolong hubungi saya lewat DM di inst**ram @nyi.ratu_gesrek1. Husna Amri Alfathunissa2. Mythasary3. Joko Le
"Sebelum tahu calon suami saya seperti apa saya sudah menerima pilihan orang tua, tapi maaf, saya tidak mencintai Anda atau laki-laki mana pun.""Tidak masalah kamu mencintai saya atau tidak, yang terpenting saya mencintai kamu," kata Daniel. "Dan besok kita akan menikah." Laki-laki itu kembali ceria saat tahu kalau Julie tidak mempunyai kekasih."Dulu tidak mau disuruh menikah, sekarang malah ingin cepat menikah," kata Tuan Bayden. "Sekarang kamu tahu bagaimana rasanya ditolak." Laki-laki tua yang masih terlihat gagah itu tertawa meledek anaknya."Ayah, apa kamu tidak suka melihat anakmu bahagia?" Daniel melirik sinis pada ayahnya."Saya senang melihat kamu bahagia dan Ayah akan lebih senang lagi melihat kamu dan ibumu berdamai.""Itu sulit, tapi saya akan berusaha untuk bersikap baik padanya.""Itu lebih baik." Tuan Bayden memeluk anaknya. "Berbahagialah, Nak.""Sepertinya kita harus menambah menu makanannya," kata Bibi Delma pada Alexa."Tentu saja, kita akan menyiapkan dua pernik
Pagi-pagi sekali keluarga Morris dan keluarga Karl sudah sampai di rumah Tuan Felix. Tak lama kemudian disusul keluarga Daniel."Selamat datang semuanya. Silakan masuk!" Bibi Delma menyambut para tamunya.Kedua orang tua Daniel sangat terkejut melihat calon menantunya ada di sini."Julie, kenapa kamu ada di sini? tanya seorang wanita yang tak lain adalah calon mertuanya."Iya, Bu, Nona Jessica adalah Bos saya di kantor. Saya diundang di pernikahan ini. Apa Ibu juga kenal dengan Nona Jessica?" tanya Julie setelah bersalaman dengan calon mertuanya."Saya kenal dengan Tuan Hans karena calon suamimu bekerja padanya," kata wanita yang bernama Greta. "Itu dia calon suamimu!" tunjuk Nyonya Greta kepada anaknya. "Daniel, kemarilah!"'Daniel?' ucap Julie dalam hatinya. 'Apa yang Bu Greta maksud adalah Tuan Daniel?'"Aku sangat malas bertemu dengannya," gumam Daniel saat dipanggil ibunya, tapi ia tetap menghampiri wanita yang melahirkannya. "Daniel, ini dia calon istrimu. Dia ini wanita yang b
"Terima kasih, Hans," ucap Alexa dengan tulus. "Sekarang istirahatlah, aku tidak mau nanti kamu pingsan ketika mengucap janji di depan Tuhan." Alexa tertawa pelan mengejek kakaknya."Baiklah, saya memang sangat lelah." Leon bangun dari duduknya. Jessica bangun dari duduknya. "Ayo aku antar."Jessica mengantar Leon untuk beristirahat di kamarnya, sedangkan Alexa, Bibi Delma, dan Paman Timo masih berada di ruang tamu."Alexa, tolong bantu Bibi untuk menyiapkan semuanya." "Apakah pernikahan ini bisa dipercepat?" tanya Alexa. "Maksudku dilakukan dalam beberapa hari ini.""Tunggu sebentar." Paman Timo mengambil ponselnya yang berdering. "Saya jawab telepon dari Tuan Felix dulu."Paman Timo berbincang di telepon dengan serius. Alexa dan Bibi Delma menunggu dengan sabar kabar yang diterima laki-laki tua itu."Tuan Felix berbicara apa?" tanya Bibi Delma setelah suaminya selesai menelepon."Besok lusa pernikahan mereka akan dilaksanakan. Ini perintah Tuan Felix.""Apa kita tidak bertanya leb
"Aku tidak mau Hans, kamu saja yang menelepon Ayah. Aku belum siap berbicara dengan mereka.""Baiklah, saya akan menelepon Ayah." Leon mengeluarkan ponselnya dari saku celana. "Lenora, apakah kamu mau berdamai dengan ibu dan ayah jika bertemu dengan mereka?""Aku akan berdamai dengan mereka jika Ayah dan Ibu merestui hubungan aku dan Victor, tapi jika mereka masih bersikeras seperti dulu, aku akan tetap mempertahankan pernikahanku. Aku tidak butuh kemewahan dan kekayaan orang tua kita, aku hanya butuh kebahagiaan dan dan kasih sayang yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya dari mereka dan semua itu hanya aku dapatkan darimu dan Viktor.""Tunggu!" Bibi Delma menatap Alexa dan Leon, memang ada kemiripan pada wajah mereka. "Alexa, apa dia kakakmu?""Iya, Bibi, inilah kenapa aku dan Viktor menyembunyikan identitas kami karena hubungan kami tidak direstui.""Alexa, kenapa kamu tidak bilang pada Bibi." Bibi Delma mendekati Alexa dan memeluk wanita itu."Maafkan aku, Bi." Viktor yang menjaw
"Apa aku boleh tahu, apa yang kalian bicarakan selama dua jam di dalam rumah bersama dengan kakakku, Renate?" tanya Alexa kepada wanita hamil yang berjalan di depannya sambil bergandengan tangan dengan Leon."Aku tidak bicara banyak dengannya, tadi dia hampir pingsan dan dia melarang aku untuk keluar meminta bantuan kalian," jawab Jessica."Sudah saya bilang panggil dia Jessi atau Kakak ipar." Leon kembali memperingatkan adiknya."Aku sudah terbiasa memanggil dia Renate," jawab Alexa. "Apa ada yang salah dengan nama itu?""Tidak ada," jawab Leon. "Renate nama yang bagus, tapi kini dia sudah kembali menjadi Jessica, jadi kamu harus memanggil dia dengaslinya.""Baiklah kakakku tersayang, aku akan memanggilnya Kakak ipar," balas Alexa sambil tersenyum lalu kembali bertanya kepada Jessica. "Jadi kalian di dalam tidak banyak bicara? Aku pikir kalian berbicara serius.""Tidak perlu berbicara banyak karena hati kami masih bisa merasakan cinta masing-masing kata Leon.""Ya Tuhan, dia terlalu