Semua hotel di kota tempat tinggal Bonita didatangi oleh Benjamin dalam waktu beberapa hari. Frustrasi karena staf hotel mengusirnya setelah menjelaskan bahwa informasi mengenai tamu mereka bersifat rahasia, tetap tidak membuat Benjamin kehabisan akal. Benjamin mendatangi semua toko yang biasa Bonita kunjungi dengan harapan akan bertemu dengan tunangannya itu di salah satunya walau tidak menghasilkan apa-apa. Dia pulang ke apartemen hanya untuk mandi dan berganti pakaian sebelum kembali mencari Bonita di hotel dan toko-toko di kota tempat tinggalnya sendiri walau nihil.Di hari berikutnya, hal terakhir yang terpikirkan di kepala Benjamin hanya Zayna. Dia tidak yakin Bonita akan menemui Zayna, tapi tidak ada salahnya mencoba. Maka dia mendatangi apartemen Zayna walau sudah lewat tengah malam."Apa yang kamu pikirkan? Ini jam setengah dua pagi! Kembalilah besok." Tegur Zayna ketus melalui interkom yang terpasang di dinding. Dia mendapati Benjamin berdiri di depan pintu apartemennya deng
Bertahun lalu, kepergian Mea memberikan kelegaan tersendiri walau Benjamin seringkali merasa kehilangan. Namun, perasaan itu sedikit terobati karena mereka masih saling terhubung melalui telepon dan pesan.Menjadi sahabat sejak kecil membuat Benjamin dan Mea memiliki hubungan yang hampir mirip seperti saudara. Para tetangga sering bertanya tentang keadaan Mea pada Benjamin secara berkala setelah Mea pindah, seolah tahu Mea masih terus berhubungan dengan Benjamin dan akan selalu seperti itu.Hari terik di musim panas biasa dilewati Benjamin dan Mea dengan menghabiskan waktu di rumah salah satu dari mereka seraya menikmati es krim. Setelah Mea pindah, musim panas harus dilewati seorang diri oleh Benjamin di rumahnya. Jenna berkali-kali mengajak Benjamin bermain bersama adik-adiknya di kolam renang di belakang rumah untuk menyejukkan tubuh, tapi Benjamin tidak beranjak dari kamar sejak pagi karena sibuk berkirim pesan dengan Mea melalui komputer. Mereka membahas lingkungan tempat tinggal
"Apakah kamu tidak melihat aku sedang bekerja?" tanya Velica dengan tatapan tidak ramah pada Benjamin yang datang ke salon miliknya. Velica sudah meminta Benjamin menunggu, tapi Benjamin bersikeras mengikuti langkah Velica yang hilir-mudik menata rambut seorang pelanggan wanita yang ingin mengganti warna dan mengubah gaya dari keriting menjadi lurus."Kumohon, tolong aku."Velica menatap Benjamin melalui cermin dengan ekspresi kasihan yang dibuat-buat, "Boo pasti baik-baik saja.""Kamu berkomunikasi dengannya?" tanya Benjamin dengan binar pengharapan di matanya."Tidak. Aku mengatakan itu karena dia sahabatku. Aku yakin dia akan selalu baik-baik saja." Ujar Velica dengan tangan sibuk mengoleskan cat rambut berwarna hijau tosca. "Dia tunanganmu. Kenapa kamu tidak berpikir sama sepertiku? Boo bukan anak-anak lagi. Dia bebas melakukan apapun yang dia inginkan."Benjamin meremas rambut frustrasi, "Kami akan menikah dalam hitungan hari! Bagaimana mungkin aku tidak panik saat dia tiba-tiba p
Sudah lebih dari tiga jam Bonita berjalan-jalan di kota menggunakan sepeda pinjaman milik salah satu karyawan Edith —di mana toko daging dan ikan milik Edith berada. Saat itu, Edith sedang sibuk di tokonya karena ada dua orang marketing perusahaan besar datang memberikan penawaran kerja sama.Berbagai toko buku, toko kue, toko es krim, dan toko pakaian sudah dijelajahi oleh Bonita. Perutnya kenyang karena banyak memakan kudapan; hatinya sedikit merasa senang karena sudah lama tidak berjalan-jalan seorang diri, walau terasa aneh karena kegiatan itu pasti jauh lebih menyenangkan jika dilakukan bersama Velica.Bonita membaca buku yang baru dibeli seraya memesan kopi di salah satu penginapan bergaya interior pedesaan. Cahaya matahari yang melimpah dari jendela di sampingnya membuatnya terlihat mencolok hingga beberapa pria berusaha mengajaknya bicara, tapi dia mengusir semuanya dengan sedikit basa-basi dan senyum ramah.Lembaran buku baru saja dibalik saat matanya menangkap keberadaan pria
Tatapan Bonita beralih dari ibunya ke ayahnya yang duduk bersebelahan di dalam mobil mengabur karena aura cinta yang kental di antara keduanya. Bonita hampir saja berteriak kesal karena tidak tahan melihat mereka berdua yang bersikap seolah tidak saling peduli, tapi rumah ibunya sudah berada di depan mata.Bonita turun dari mobil lebih dulu untuk menghindari kedua orang tuanya. Dia menurunkan koper Nolan dari bagasi dan menyeretnya menuju rumah, tapi terlambat sadar. Dia terpaksa menunggu ibunya membuka kunci lebih dulu agar bisa masuk.Nolan yang berjalan di belakang menatap rumah kayu dengan raut sendu. Terbayang belasan tahun Edith tinggal seorang diri di rumah itu, juga terbayang tahun-tahun tanpa wanita itu di rumahnya sendiri yang penuh dengan suara Jeremy dan Bonita yang gaduh sepanjang hari."Aku akan menaruh kopermu di kamar Jeremy." Ujar Bonita pada Nolan seraya meninggalkan ruang tamu. Dia berharap ayah dan ibunya akan menemukan cara untuk berkomunikasi dengan lebih baik kar
Tubuh Bonita terempas ke kolam renang. Pandangannya kabur karena gelembung-gelembung air tiba-tiba mengelilinginya, tapi tubuhnya dengan cepat mencari cara untuk mengapung, "Apa yang kamu lakukan?"Jeremy berteriak dengan wajah merah padam, "Itu seharusnya pertanyaan untukmu! Apa yang kamu lakukan? Pernikahanmu akan diadakan ....""Hentikan." Tegur Nolan. "Tidak bisakah kalian tenang?"Jeremy menoleh pada Nolan untuk protes, tapi bibirnya terkunci saat menangkap keberadaan Edith. Dia tidak menyadari kehadiran Edith saat melihat Bonita memasuki ruang tengah dengan langkah santai seolah baru saja pulang berlibur."Hai, Jeremy." Sapa Edith dengan raut wajah sendu karena merindukan anak pertamanya.Jeremy menoleh pada Bonita dan menunjuk-nunjuk dengan kesal, "Kenapa kamu membawanya pulang? Aku memang mengizinkanmu mengundangnya datang di acara pernikahanmu, tapi aku tidak pernah setuju dia memasuki rumah ini lagi!""Oh, ayolah. Dia ibu kita. Aku tidak mungkin membiarkannya menginap di hote
Hari-hari berlalu sangat buruk bagi Benjamin. Kehilangan tunangan membuatnya menghabiskan waktu dengan meminum minuman keras hingga pingsan. Dia sudah tidak mampu bergerak terlalu banyak karena tidak makan sejak pulang dari bar.Setelah diantar pulang oleh seseorang yang tidak dia kenali, Benjamin memutuskan untuk membeli banyak minuman keras untuk dihabiskan di apartemen. Kini, kamarnya beraroma menyengat yang datang dari botol-botol kosong dan tubuhnya yang belum mandi sejak terakhir kali bertemu Velica di salon.Benjamin tenggelam dalam jurang kesedihan. Pernikahannya yang sebentar lagi terlaksana sudah tidak mungkin diselamatkan. Entah bagaimana dia bisa merasa seyakin itu. Bonita pasti sudah memutuskan untuk pergi dari hidupnya.Sensasi bibir Bonita di bibirnya selalu terbayang nyata setiap kali dia menenggak minuman keras. Dia tidak ingin kehilangan satu-satunya jejak Bonita yang terasa di tubuhnya, itu sebabnya dia terus minum hingga tidak sadarkan diri. Hanya ada sosok samar Bo
Malam sudah sangat larut saat semua orang yang perlu diberikan undangan mendapatkan kartu mereka, kecuali segelintir orang. Bonita memutuskan untuk mengantarkan sisa kartu pada para calon undangan keesokan harinya karena tubuhnya hampir mati rasa. Dia mendatangi bridal yang sudah tutup untuk mengambil tiga gaun dan dua setelan jas, juga berbagai peralatan menjahit dan bahan-bahan tambahan. Kemudian memesan sebuah kamar hotel sebagai tempat persinggahan untuk semua barang-barang itu sebelum pulang.Rumahnya sunyi saat dia menjejakkan kaki turun dari mobil. Dia hampir saja mengira salah memasuki rumah, tapi rumahnya memiliki desain arsitektur yang berbeda dengan rumah lain hingga membuatnya terus melanjutkan langkah. Melissa sedang berbincang dengan Edith di ruang tengah dengan tumpukan album foto di meja, sedangkan Jeremy dan Nolan tidak terlihat di manapun."Sepertinya kalian berdua bersenang-senang." Ujar Bonita seraya duduk di sebelah Edith. "Di mana Jeremy?""Dia mengurung diri di