MasukAndrea menatap lekat mantan istrinya yang sudah setahun ini pergi tanpa kabar, menghilang bersama seorang pria tanpa pernah memikirkan perasaannya.
"Apa yang membuatmu kembali?" "Aku ingin kembali pada anak dan suamiku, apa aku salah?" "Kau bertanya apa kau salah?" Andrea mencibir. "Ya tentu kau salah!! Apa aku ini tempat sampah dimana kau bisa pergi dan kembali sesukamu?" Andrea menatapnya dengan marah Larissa menengguk saliva menatap suaminya yang kini benar-benar marah, Andrea yang selalu menerimanya sudah berubah. "Aku tidak percaya wanita itu yang membuatmu bisa berkata begini padaku." "Jangan selalu salahkan orang lain. Salahkan dirimu!" Andrea membuang wajahnya tak tahan melihat wajahnya yang terus memelas dan melelehkan hatinya. Berusaha keras ia melupakan wanita itu, disaat ia mulai bisa tidak memikirkannya dia muncul seenaknya. Larissa tertawa kecewa, "Kita belum bercerai Andrea, aku ingin kembali." Di balik pintu, Soraya mendengar semuanya. Mimpi yang mulai terbangun berakhir hancur kembali dengan hadirnya mantan istrinya yang ingin kembali. "Lalu bagaimana dengan Raya? Dia sekarang istriku." Andrea menekan suaranya masih begitu marah. Ya "Kamu sudah tidak membutuhkannya, ada aku Ndre." Larissa memohon dengan mata mulai berkaca-kaca. Andrea menggeleng tak percaya, "Kau masih selalu egois! Aku mencintainya dan Alex lebih mencintainya. Aku tidak bisa kembali." "BOHONG!!" Larissa berteriak dengan yakin. Bagaimana wanita jelek itu bisa bersaing dengannya. "KAU TIDAK PERNAH MENCINTAINYA, KAU CUMA MENCINTAIKU!!" Ia berteriak sambil menangis. Larissa benar, Andrea hanya mencintainya. Walau Raya mulai mengisi hatinya, tapi ia masih selalu mencintai Larissa, tak berubah, dulu dan sekarang. Melihat wanita itu menangis hatinya luluh, tapi ia akan menyakiti Soraya lagi dan lagi. Ini tak adil bagi Soraya. "Oke. Aku akan pergi dan membawa Alex darimu. Bagaimanapun dia putraku." Larissa bangkit dengan bercucuran air mata. Andrea meraih tangannya. "Tidak! Dia putraku!!" Larissa menghempas tangan Andrea. "Dia, putraku!! Baik bila kau ingin berpisah. Tapi Alex milikku, bila dihadapan para hakimpun, Alex milikku! Aku takan membiarkan dia melihat ayahnya lagi." Larissa segera keluar dari ruang kerja itu, menemukan Raya di depan pintu. "Kau tidak bisa melakukannya mbak. Itu bisa menyakitinya." Raya menahan. Larissa mencibir. "Jangan sok seperti ibunya sungguhan. Aku ibunya, aku yang melahirkannya, AKU YANG BERHAK ATAS ALEX!" Bentaknya dengan jelas. Tak menghiraukan Raya. Tapi Raya menghadang di depan kamar Alex, tidak membiarkan Larissa menyentuhnya. "Pergi!! Pergi kau wanita sialan. Aku akan pergi bersama putraku!!" Larissa mendorong Raya dengan sekuat tenaga membuat Raya terus terhuyung-huyung. "Apa yang kau mau, jangan mengorbankan Alex dia tidak tau apapun!" Kata-kata Andrea akhirnya membuatnya berhenti. "Apalagi, aku ingin kembali. Aku ingin menyingkirkan wanita jelek ini." Larissa menunjuk Raya dengan jijik. Andrea menatap Soraya yang tak berekspresi. Dia lebih tau dari siapapun tentang keegoisan Larissa, ia akan melakukan segalanya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. "Baik, kita akan rujuk," Andrea tidak punya pilihan bila ia akan mengambil Alex darinya. "Mas.." Soraya tidak percaya, suaminya mengambil keputusan ini. Larissa ada di dalam kepalanya saja sudah sangat menyakitkan. Sekarang wanita itu benar-benar hadir di antara mereka. Soraya menggeleng lemah. "Enggak mas." Larissa melihat Raya yang shock, ia lalu mencibir. "Tentu, dia selalu men-cin-ta-i-ku." Ucapnya memprofokasi Raya sebari tersenyum puas. BRAK!! Raya langsung masuk ke kamar Alex dan menutup pintu. Ia terisak. Apa tidak ada pilihan lain? Ia baru bahagia beberapa hari, kenapa semesta sepertinya tidak ingin melihatnya bahagia? Andrea mendengar dengan jelas wanita itu menangis. Tapi Larissa berlari kepadanya, memeluk pria itu dengan erat. Disatu sisi, ia masih mencintai wanita yang ada dalam pelukannya, di sisi lain ia akan menyakiti wanita baik hati yang selalu ada untuknya, hatinya dilema. Semua ini karna Alex, atau karena Soraya? Larissa melihat pria yang kembali menjadi suaminya bersedih. "Kau tidak senang?" "Kau kembali di saat yang salah." "Aku akan berubah, aku janji. Aku akan menjadi istri yang baik." Larisa tersenyum mencoba menghangatkan hatinya, tapi rasanya selalu menjadi kesalahan. Larissa mencium bibirnya. Andrea tau, itu adalah hal yang ia rindukan. Tapi lagi dan lagi, rasanya hanya penuh kesalahan. "Aku harus bicara pada Raya." Andrea mendorong Larissa perlahan. "Kenapa kau harus peduli pada dia." Larissa menatapnya dengan marah. "Aku gak suka!!" Dulu, saat Larissa bilang, ia tak suka, Andrea akan langsung menurutnya. Tapi tidak kali ini, keadaannya berbeda. "Tak peduli kau suka atau tidak. Dia istriku, dan aku mencintainya juga." "BOHONG!!" Larissa tidak terima ada orang lain di hati Andrea. Andrea bilang, Larissa adalah cinta pertama dan terakhir baginya.Andre menariknya turun ke lantai bawah, langkahnya dingin dan tegas. “Ini kamarmu sekarang,” katanya sambil membuka pintu kamar tamu. “Enggak! Aku gak sudi! Mending aku pulang ke rumah Ayah!” Andre menatapnya tanpa ekspresi. “Oke kalau begitu, silakan.” Ia membuka pintu lebar-lebar. Larissa terpaku. Tenggorokannya terasa kering, lidahnya kelu. Sepulang dari Italia, ia pulang ke rumah ayahnya — seorang konglomerat ternama — tapi ia tidak lagi dianggap keluarga. Ia sudah diusir oleh keluarga Jihan. Maka ia kembali. Kembali untuk satu-satunya tempat yang pasti masih menerimanya. Andre. Tapi lagi lagi ia kesal karena Andre malah memiliki orang lain sebagai penggantinya.Larissa memelas, suaranya lirih tapi penuh desakan."Tapi aku mau balik sama kamu, Ndre... apa kamu udah gak cinta sama aku?"Dia berlari ke arah Andre, ingin memeluknya—tapi segera ditahan.Andre menatapnya tajam, rahangnya mengeras. Ada amarah besar dalam dirinya yang hampir pecah."Aku nunggu kamu, sampe aku ga
“Kenapa? Kenapa kamu balik disaat aku udah mulai melupakanmu?” suara Andre parau, nyaris pecah. “Apa maksud semuanya? Kenapa kamu harus kembali?”Larissa menatapnya lama. Ada sesal di matanya, tapi juga keyakinan yang berbahaya.“Karena aku tau aku salah, aku tau cuma kamu yang mencintai aku dengan tulus, Ndre. Gak pernah ada lelaki sebaik kamu. Dan aku tau, kamu pasti akan selalu terima aku lagi.”Andre menggeleng pelan, menahan amarah yang hampir meledak.“Aku sudah memutuskan untuk bahagia tanpa kamu. Gimana bisa aku mencintai seorang wanita yang tega meninggalkan putra kecilnya? Apa kamu gak peduli sama Alex?”Larissa melangkah satu langkah lebih dekat, matanya berkilat.“Justru karena itu aku balik, Ndre. Plis, sekarang kamu udah gak butuh wanita jelek itu. Sekarang kamu udah punya aku.”Andre menarik napas dalam-dalam, suaranya berat.“Aku gak akan memilih. Kalian berdua istriku… dan aku akan berusaha adil.”“GAK!! Aku gak terima!!” teriak Larissa, suaranya pecah.Andre menatapn
Andrea menatap lekat mantan istrinya yang sudah setahun ini pergi tanpa kabar, menghilang bersama seorang pria tanpa pernah memikirkan perasaannya. "Apa yang membuatmu kembali?" "Aku ingin kembali pada anak dan suamiku, apa aku salah?" "Kau bertanya apa kau salah?" Andrea mencibir. "Ya tentu kau salah!! Apa aku ini tempat sampah dimana kau bisa pergi dan kembali sesukamu?" Andrea menatapnya dengan marah Larissa menengguk saliva menatap suaminya yang kini benar-benar marah, Andrea yang selalu menerimanya sudah berubah. "Aku tidak percaya wanita itu yang membuatmu bisa berkata begini padaku." "Jangan selalu salahkan orang lain. Salahkan dirimu!" Andrea membuang wajahnya tak tahan melihat wajahnya yang terus memelas dan melelehkan hatinya. Berusaha keras ia melupakan wanita itu, disaat ia mulai bisa tidak memikirkannya dia muncul seenaknya. Larissa tertawa kecewa, "Kita belum bercerai Andrea, aku ingin kembali." Di balik pintu, Soraya mendengar semuanya. Mimpi yang mulai terbangu
Andrea berhenti sejenak, menatap wanita yang kini ada di hadapannya, wajahnya merona dan butir air mata membasahi pipinya. "Kau menangis?" Andrea terkejut, "Apa aku menyakitimu?" Ia segera menyeka air mata itu dari wajah Raya. Raya tersenyum dengan sedikit tawa, ia menggeleng. "Aku bahagia." Ia menatap suaminya. "Aku bahagia akhirnya kau datang." Kini Raya meraihnya dan mengecup bibir Andrea manja. Kecupan itu seperti menyalakan sesuatu, desiran dalam darahnya menjadi lebih cepat, Andrea menginginkan wanita di hadapannya, sangat menginginkannya. Andrea menciumi tangannya terus naik hingga ke bahu, dan mendarat pada bibir lembut Soraya, ia menekankan ciuman dengan kuat dan mendorong Soraya di tempat tidur dan kini ia dengan mantap naik ke atas tubuhnya. Soraya pasrah, ia menikmati setiap sentuhan yang setiap malam menjadi khayalannya. Kini, setelah setahun, malam ini tiba, setelah malam ini dia adalah istri Andrea yang sebenarnya. Tengah malam, Soraya terbangun, percaya tak perca
Pernikahan sebelumnya bersama Larissa adalah impiannya. Ia sudah mencintai Larissa sejak lama sekali, sampai suatu hari, ia menemukan Larissa patah hati dan berhasil meluluhkan wanita itu, bahkan mempersuntingnya. Bagi Andrea, Larissa adalah cinta pertama, dan terakhir. Kini, Soraya sudah menjadi istrinya selama setahun, tapi di hatinya tidak pernah ada nama itu, melihatnya dengan tulus menjadi ibu sambung Alex dan mengurusnya lebih baik, Andrea mulai sadar, ia harusnya bisa melanjutkan hidup, dan bahagia seperti sekarang Larissa juga pasti sudah bahagia bersama pria yang membawanya lari, sampai tega meninggalkan putranya yang saat itu baru berusia 7 bulan. Soraya, wanita malang itu terpaksa menikahi Andrea karena ibunya, Lisa Tamson yang sudah membiayai semua pengobatan ibu Soraya yang bahkan masih berjalan sampai hari ini. Bagi Andrea, Ibu Hera sudah ia anggap seperti ibunya sendiri, melihat ibu asuhnya selama ini terkapar ia pun tidak bisa diam saja. Ibu Hera adalah sahabat Nyo
Malam itu, seperti biasa, tepat jam 10 malam, Soraya akan mengantar secangkir kopi panas untuk suaminya, Andrea Tamson. Pria yang sudah sah menjadi suaminya dari setahun lalu, tapi ia tidak pernah sedikitpun tertarik pada Soraya. "Ini kopinya mas." Dengan lembut Soraya meletakkan cangkir panas yang masih mengepulkan asap. Setahun sudah mereka menikah, dan malam mereka hanya terus berjalan seperti ini. Tapi apa boleh buat, Andrea adalah suaminya, dan kewajiban seorang istri adalah melayaninya, sejauh ini hanya ini yang ia lakukan sebagai istri. "Terima kasih, Raya." Ucap Andrea yang masih terus sibuk dengan layar di hadapannya. Raya tidak pernah mengerti apa yang membuat suaminya sangat dingin, walau ia telah melakukan semua yang terbaik, apa yang membuat pria ini begitu terluka dan tidak bisa melupakan mantan istrinya? Yang bahkan meninggalkan dia dan juga putranya yang masih bayi. Apa ada wanita yang tega seperti itu? Kenapa sikap lembut Raya bahkan tidak bisa meluluhkan hati An







