Home / Rumah Tangga / STATUS WA SUAMIKU / Nasi Goreng Spesial!

Share

Nasi Goreng Spesial!

Author: Cahaya Senja
last update Last Updated: 2022-09-13 20:42:17

Begitulah isi pesannya, waktu dulu aku sangat senang dikiriminya pesan begini. Tapi entah kenapa sekarang rasanya sangat hambar.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana malam ini Mas Jaka memadu kasih bersama selingkuhannya. Sedangkan aku disini terlena dalam bahtera rumah tangga.

Jangan gegabah Ara. Aku berusaha menguatkan diriku sendiri, salah sedikit saja hancurlah semua yang saat ini direncanakan.

Kupejamkan mata, mencoba terlelap dalam mimpi tanpa gangguan ilusi terburuk yang pernah saat ini terpatri. Membuta diri lupa akan tujuan hidup sendiri.

Raga ini rasanya tak lagi berfungsi, semenjak kekasih hati mengkhianati dan memberikan luka yang bertubi-tubi hingga sulit untuk kuterima lagi.

Dia di sana bersenang-senang, sedangkan aku di sini malah menangis dalam dia. Dia di sana tertawa bahagia, karena mampu membohongiku yang saat ini kecewa karena pengkhianatan yang diberikannya.

Paham kah dia sana, bahwa aku disini terluka sendirian. Menantinya untuk segera memberikan sebuah kepastian, tapi sayang! Akhirnya aku terluka karena terlalu besar memberi kepercayaan.

Bodoh! Aku benar-benar bodoh, mempertaruhkan logika hanya untuk cinta yang sangat membutakan mata hatiku saat ini.

Entah apa kesalahanku di masa lalu, hingga sakit yang kurasakan saat ini tidak satupun keluargaku yang menahu.

Hancur! Ibarat kaca yang terhempas, disusun perlahan tak akan pernah kembali menjadi bentuk asalnya.

Aku menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang tak dapat digambarkan. Air mata kubiarkan mengalir begitu saja membasahi bantal.

Harusnya kalli ini tak boleh ada tangisan lagi, aku harus kuat menghadapi masalah sendirian. Tanpa harus melibatkan orang yang tersayang.

Namun, aku juga manusia punya rasa lelah, lemah dan juga ingin dirangkul saat berada di posisi sekarang.

Kusempatkan membalas pesan Mas Jaka terlebih dahulu. Aku harus bisa bermain lebih halus darinya, baru setelah itu akan kuhempaskan secara perlahan hingga ia merasakan sakit yang amat terdalam.

"Selamat malam, Sayang. Semangat kerjanya dijaga kesehatannya. Aku tidur duluan ya. Jangan ada orang ketiga diantara kita."

Begitulah isi pesan yang kukirimkan padanya, sengaja kalimat akhir kubuat. Entah dia sadar atau tidak, mungkin sekarang dia sedang beradu peluh dengan orang lain. Hingga tak akan sempat membaca pesanku, bahkan sekadar untuk melihat ponselnya.

Nikmatilah dulu kebahagiaan duniamu sekarang, akan ada saatnya kau benar-benar terpuruk lalu terjatuh dibawah lututku. Aku berucap dalam hati.

Dan saat itu juga aku akan menjadi sakit yang membuatmu sulit untuk melupakannya. Dan aku juga akan menjadi rindu yang akan membuat perlahan-lahan terbunuh dengan rasa yang mendera.

Kutarik nafas dalam-dalam, lalu membuangnya secara perlahan. Sudah cukup! Aku tak ingin mengulang-ulang tangisan yang tak akan ada gunanya.

Dia hanya titipan, salahku karena mencintai berlebihan. Padahal kenyataannya, dia makhluk Tuhan yang suatu saat akan pergi dari kehidupanku.

Kumatikan ponsel lalu bergegas untuk tidur, terbang ke alam mimpi.

Mimpi buruk yang akan melanda dalam kegelisahan!

****

Entah berapa lama aku tertidur. Kurasakan keanehan saat terbangun dari tidurku. Aku merasakan sangat berat di pinggang.

Saat aku berbalik, aku mendapati Mas Jaka tertidur di samping. Kutatap wajah tampannya. Tak menyangka ia yang lemah lembut, tak pernah kasar bisa membuatku terluka hingga tak bisa menggambarkannya bahkan walau hanya dengan kata-kata.

Refleks langsung saja kutepis tangannya, hingga membuat ia terbangun.

"Sayang, kenapa?" tanya Mas Jaka melihatku menepis tangannya. Mungkin ia terkejut dengan perlakuan yang baru saja ia dapatkan.

Aku pun sama tak kalah terkejutnya dengan apa yang kulakukan. Bisa-bisa ini membuatnya menjadi curiga bahwa aku sudah mengetahui akal busuknya.

Aku salah tingkah, mengapa aku bisa langsung refleks melakukan itu.

"Maaf, Mas. Aku kaget, aku kira siapa yang meluk pinggangku." Alasanku. Mas Jaka terlihat tersenyum, senyum yang dulunya sangat menjadi candu untukku. Kupaksakan membalas senyuman yang diberikan Mas Jaka., agar tak terlihat kesedihan di mata ini.

"Oh, yaudah kalo gitu. Kenapa bangun, sini tidur lagi," ucapnya menarik lenganku untuk kembali tidur di sampingnya. Bukannya merebahkan diri, aku malah menarik tanganku dari genggamannya. Mas Jaka mengernyitkan dahinya, seolah-olah heran dengan perlakuan yang kuberikan saat ini.

"Udah jam 6 pagi, Mas. Aku mau masak dulu, hari ini kamu ke kantor kan. Lagian aku juga sekalian mau ke butikku." Aku langsung turun dari ranjang. Membayangkan ia menghabiskan malam yang panjang bersama wanita itu, membuatku merasa jijik pada diri sendiri saat kami bersentuhan.

"Yaudah, Mas mau tidur sebentar. Bangunin yah nanti, Mas capek banget soalnya," ucapnya, lalu kembali merebahkan dirinya, mencari posisi ternyaman.

Kutatap punggungnya yang saat ini membeleakangiku. Aku tersenyum getir, tentu saja dia lelah. Karena dia tadi malam baru saja mereguk kebahagiaan dengan zina yang mereka lakukan. Tanpa memikirkan apa konsekuensi yang akan dia dapatkan selanjutnya.

"Tentu saja kau merasa lelah, Mas. Dirumah kau bilang lelah, tapi diluar kau menikmati layaknya singa yang kelaparan," geramku pelan takut terdengar olehnya. Kukepalkan telapak tanganku, menahan gemuruh di dalam dada yang saat ini membuncah ingin segera dilampiaskan pada seseorang yang sedang asik terlelap di pembaringan.

Kutinggalkan ia sendiri di kamar, segera aku menuju dapur lalu memasak nasi goreng.

Nasi goreng untukku berbeda dengan punyanya.

Untuk Mas Jaka sengaja aku membuatkan nasi goreng yang sangat pedas dan asin. Agar dia tahu bahwa kehidupan tak selamanya manis.

Aku tersenyum membayangkan bagaimana reaksinya nanti ketika memakan nasi goreng buatanku yang kubuat dengan rasa penuh kasih dan cinta ... dan sedikit amarah yang membara.

Aku tertawa sendiri di dalam hati. Tak sabar dengan apa yang terjadi dengannya nanti. Mungkin tidak akan berdosa, mengerjai suami sendiri. Ah, masih pantaskah dia kusebut suami. Mungkin lebih tepatnya calon mantan suami.

Kulihat jam di dinding masih menunjukkan pukul setengah tujuh. Cukup setengah jam saja aku bergulat dengan peralatan dapur.

Bergegas aku masuk ke kamar dan langsung mandi. Kupakai pakaian yang terlihat menarik, kupoles wajahku tak terlalu tebal. Cukup cantik dengan alami tanpa tambahan make up yang menor.

Aku penasaran, apa sebenarnya kelebihan dari wanita perebut suamiku tersebut. Ah, mungkin caranya di ranjang yang membuat Mas Jaka lupa haluan. Oh atau mungkin dari cara dia menggoda Mas Jaka, hingga membuat Mas Jaka tak tahan.

Tiba-tiba tangan melingkar di pinggangku, dan itu adalah tangan Mas Jaka. Dulu aku suka diperlakukan begini, tapi saat tahu tangan ini pernah memegang wanita lain. Rasanya aku geli bercampur jijik. Sangat-sangat terasa jijik, andai bisa aku ingin langsung saja mandi kembang tujuh rupa.

"Cantik sekali istriku hari ini," ucapnya.

"Apakah hari-hari sebelumnya aku tak terlihat cantik, Mas." Aku berucap lirih, sengaja menampilkan mimik sedih di wajah.

"Kau terlihat cantik setiap hari dimataku, bolehkah kita mencobanya pagi ini. Aku ingin memakanmu ," bisiknya di telinga sambil membalikkan badanku.

"Terimakasih, Mas, atas segala pujian yang sudah kamu berikan. Mandi dulu sana, makanan sudah kusiapkan di atas meja." Belum sempat bibirnya bertaut dengan bibirku. Aku langsung mendorong dadanya pelan, sebelum dia melakukan hal yang lebih lagi.

Walaupun aku ingin, aku tetap akan menahannya.

Entah berdosa atau tidak karena sudah melakukan penolakan, yang pasti saat ini rasa kecewaku sudah terlalu besar padanya.

"Ah, tapi aku sangat ingin sekali memakanmu, Sayang!" Aku mencoba bersikap biasa-biasa saja.

"Waktu kita kan masih panjang, lagipula saat ini aku sedang kedatangan tamu. Jadi tidak bisa." Kembali aku berbohong lagi.

"Sudahlah, mandi sana. Jangan cemberut begitu, nanti tampanmu hilang," ucapku lagi sambil tersenyum manis padanya.

Sengaja saja! Agar terlihat seperti biasa.

"Istriku memang pandai membuatku senang," ucapnya lalu berlalu pergi ke kamar mandi.

Jika aku pandai membuatmu senang, lalu kenapa kamu bisa tergoda wanita di luaran sana, Mas! Batinku menjerit menatap punggungnya.

Lagi-lagi aku harus menarik nafas yang panjang sebelum mengembuskan dengan pelan. Kusiapkan pakaian untuknya berangkat ke kantor. Walau bagaimanapun aku masih berstatus sah sebagai istrinya. Jadi segala keperluannya, aku harus tetap mempersiapkannya.

Mas Jaka keluar dari kamar, sudah rapi dan wangi. Wajah tampannya tak pernah hilang dari pandanganku.

"Oh ya, Sayang, aku lihat tadi malam bajuku kok ada di dalam koper semuanya?" tanya Mas Jaka tiba-tiba yang membuat mataku melebar sempurna.

Astaga, karena terlalu larut dalam tangisan, aku sampai melupakan untuk menyusun kembali pakaian Mas Jaka ke dalam lemarinya.

"Aku berniat membersihkan lemari pakaian, Mas, jadi bajumu kubersihkan. Namun, karena kecapekan karena kegiatan hari kemarin, jadinya aku urungkan dan membuatku lupa untuk membereskannya kembali," kataku berbohong.

Mas Jaka menganggukkan kepalanya, lalu ia ingin berucap kembali. Namun segera kupotong.

"Makan dulu, Mas. Nanti nasi gorengnya dingin, cepatlah memakai pakaianmu."

Aku segera ke luar dari kamar dan menunggunya di ruang makan.

"Sayang, apakah aku sudah tampan?" tanyanya. Biasanya aku akan menjawab panjang lebar dengan ciri khasku. Namun kali ini, aku hanya akan menjawab singkat saja.

"Tampan!" Aku berucap sambil menyendokkan nasi goreng spesial ke dalam piringnya.

"Sayang kamu hari ini terlihat berbeda," ujarnya yang memilih untuk duduk di kursi sebelahku. Kulihat dia masih membenarkan dasinya, biarlah dia bisa sendiri.

"Mungkin hanya perasaanmu saja, Mas!" Aku sebenarnya sudah lelah berpura-pura baik-baik saja. Tidakkah ia mengerti itu semua.

"Tapi, Mas rasa ada yang berbeda darimu. Apa Mas--"

"Mas, aku ingin punya anak." Aku langsung memotong ucapannya dan menatapnya matanya dengan raut wajah yang serius.

Kulihat raut keterkejutan di wajahnya. Beberapa kali dia berdehem mungkin menghilangkan rasa salah tingkahnya.

"Nanti saja ya, Sayang. Mas belum siap punya anak, kita nikmati saja dulu masa muda kita," ucapnya. Aku menampilkan raut wajah kecewa.

Dia ingin memegang tanganku. Akan tetapi aku langsung menepisnya. Kutahan air mataku, kecewa itu yang kurasakan saat ini.

"Makan lah, Mas. Nanti terlambat," ucapku lalu menyuapkan nasi goreng ke mulutku. Ia lalu menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

Kuperhatikan tak ada reaksi apapun yang diberikannya.

"Enak, Mas?" tanyaku yang melihatnya dengan santai memasukkan nasi goreng ke dalam mulutnya.

"E-enak, Sayang," ujarnya sambil menampilkan senyum yang terlihat terpaksa.

"Huah!! Pedas, air mana air!" teriak Mas Jaka, aku tak perduli. Dia masih punya tangan untuk mengambil air sendiri.

Mas Jaka buru-buru menuangkan air putih ke gelas miliknya dan meminumnya hingga tandas.

"Kenapa, Mas?" tanyaku padanya.

"Huh ... Pedas, Dek. Makanannya pedas banget, terus keasinan. Mas nggak kuat makannya."

"Tadi katanya enak, Mas!" ujarku menatapnya dengan tajam.

"Iya, sebenarnya enak. Hanya saja, sepertinya kamu terlalu banyak menaruh cabai dan juga garamnya. Kamu mau bunuh Mas dengan cara memberi makanan tak layak begini," ujarnya lagi yang membuatku terdiam.

Aku pura-pura menampilkan wajah terkejut setelah mendengarkan perkataannya, lalu merubahnya menjadi sedih. Aku berdiri dan meninggalkannya.

"Ini belum seberapa, Mas. Masih permulaan," gumamku lalu mengusap sudut mataku.

"Sayang!" Masih terdengar teriakkan Mas Jaka mengiringi kepergianku.

-

-

-

-

Next?

Bantu vote ya semuanya. Sehat selalu, sayang pembaca semuanya ❤️🥰🥰🥰

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • STATUS WA SUAMIKU   End!

    ***"Ini anak kita, Ara," jawab Jaka yang berbicara sendiri dengan dinding rumah sakit jiwa.Setelah hampir 8 bulan lamanya, Jaka divonis memiliki kelainan. Dia sekarang seperti orang gila yang berbicara sendiri."Aku di samping, anak kita di tengah, kamu di samping aku. Hihi," ucap Jaka yang masih tertawa dan berbicara sendiri. Kadang Jaka juga seperti orang yang sedih, menangis, lalu marah."Apa tidak ada cara yang lebih praktis agar anak saya segera sembuh?" tanya Sang Papa yang merasa hampir putus apa melihat Putra satu-satunya sekarang berada di rumah sakit jiwa. "Untuk saat ini masih diusahakan, Pa. Kami masih membantu dia untuk sedikit demi sedikit menjadi lebih baik lagi, hanya saja Pak Jaka sekarang sulit sekali diajak berkomunikasi. Kadang jika wajtunya tidur, kami ada pemeriksaan Pak Jaka masih saja bermain-main dengan bayangannya seolah-olah itu adalah ia dan kekasihnya.""Sebenarnya kami merasa berat untuk menyampaikan ini, Pak. Sepertinya Pak Jaka ini depresi berat karen

  • STATUS WA SUAMIKU   Raga tanpa Jiwa

    Sesampainya di rumah setelah mengucapkan salam, Reza langsung berlalu pergi tanpa menghiraukan orang tuanya yang menatap penuh dengan keheranan karena tak biasanya putra mereka bersikap seperti itu.Pandangan mereka kini beralih pada Ara yang juga masuk ke dalam rumah terlihat sangat lesu, tak seceria saat berangkat tadi."Abangmu kenapa?" tanya sang Ibu saat Ara baru saja mendudukkan diri di sofa."Patah hati, Bu. Ditinggal nikah sama Nandini," ujar Ara pelan. Mereka berdua lalu terdiam dan saling menatap dalam."Sudahlah, biarkan dulu abangmu sendiri menenangkan dirinya. Mungkin dia hanya terkejut karena wanita idamannya sebentar lagi menjadi milik orang lain." Faisal mencoba memberikan ketenangan karena melihat raut wajah khawatir dari dua wanita yang sangat berarti dalam hidupnya."Ara takut Abang melakukan hal yang nekat," ujarnya sambil memainkan jari."Seperti apa?""Hah?""Maksudmu seperti apa hal nekat itu, Nak?" tanya Faisal lagi sambil menatap dalam sang putri."Bunuh diri

  • STATUS WA SUAMIKU   Perjodohan yang Menyakitkan!

    Sepanjang jalan Nandini hanya bisa menangis tanpa mengeluarkan suara. Air matanya hanya dibiarkan jatuh begitu saja membasahi pipi."Apa yang kau tangisi?" tanya Gibran dingin, tak suka melihat tingkah Nandini yang menurutnya begitu berlebihan."Cengeng!" ejeknya lagi. Nandini hanya diam tak menjawab sepatah kata pun dari Gibran yang menyebalkan."Percuma saja kau menangis, tak akan bisa mengubah segalanya. Seminggu lagi pernikahan kita, persiapkan dirimu untuk itu semua." Gibran berbicara tanpa menoleh sedikit pun pada Nandini."Bisa kita hentikan semuanya. Kamu dan aku tidak saling mencintai, bahkan kita memiliki pasangan masing-masing. Ayo kita sepakat untuk menolak perjodohan yang menyakitkan ini, Gibran," ucap Nandini memohon pada Gibran agar ia mengubah keputusan untuk menikah dengannya."Aku tidak mau!" tegas Gibran."Kenapa, bukankah kita tak saling mencintai. Bukankah kamu sudah bilang, semua ini dilakukan hanya untuk mengembangkan perusahan dan memberi peruntungan bagi orang

  • STATUS WA SUAMIKU   Tentang Cinta Kita?

    Tentang cinta kitaSaat sedang duduk bersantai di kafe, mata Nandini tak sengaja menatap seseorang yang sudah ditunggunya dari tadi. Tiba-tiba perasaan sesak mendera dirinya saat tak sengaja menatap sosok lelaki yang pernah memberikan warna dalam kehidupannya.“Kamu terlihat lebih bahagia saat tidak bersama denganku,” kata Nandini dengan senyum yang samar. Dari jauh Ara melambaikan tangannya pada sosok sahabat yang selama ini sudah ditunggu olehnya.Nandini balas melambaikan tangannya pada Ara. Lalu, tak berapa lama Ara dan Reza sekarang berada di depan Nandini. “Hey, apa kabar?” tanya Ara langsung memeluk Nandini dengan penuh rasa rindu.“Aku baik, bagaimana denganmu, Ara?” tanya Nandini balik. Ia menatap Ara dari atas hingga bawah. Begitu takjub dengan penampilan Ara yang sekarang.“Kamu semakin cantik dengan penampilanmu yang sekarang.” Nandini memegang lengan Ara.“Ma Syaa Allah, alhamdulillah aku baik, Nan. Terima kasih atas pujiannya, aku langsung meleyot dengar pujian yang kamu

  • STATUS WA SUAMIKU   Penyakit yang Mematikan!

    Ina menangis tersedu menatap wajah Yose yang memucat. Ia memegang tangan sang anak, berharap dapat menyalurkan energi hangat padanya."Kenapa semua ini bisa menimpamu, Nak. Astaghfirullah, perbuatan apa yang sudah kamu lakukan, sampai-sampai Allah SWT memberikan hukuman yang begitu berat untukmu," ujar Ina mencium punggung tangan Yose berkali-kali.Ia benar-benar terkejut mengetahui bahwa sang anak tidak akan bisa kembali seperti semula lagi. Bahkan bisa juga karena salah satu masalah ini Yose akan mengalami frustasi hingga membuatnya gila.Ina tidak tahu bagaimana pergaulan Yose selama di kota. Bahkan, Ina pun tak tahu bahwa Yose menjadi simpanan om-om besar dan juga orang ke tiga dalam rumah tangga orang lain.Di kampung, Ina tak pernah berhenti mendoakan yang terbaik untuk putrinya. Berdoa agar Allah SWT menjaga putrinya di mana pun ia berada.Namun sayang, seribu kali sayang. Ia harus menelan saliva pahit saat mengetahui bahwa kehidupan Yose jauh berbanding terbalik dengan apa yan

  • STATUS WA SUAMIKU   Antara Hidup dan Mati

    "Dek, are you ok?" tanya Eza saat melihat Ara yang daritadi hanya menundukkan kepalanya."Ara baik-baik aja, kok. Ya sudah, kalo gitu Ara mau istirahat di kamar saja, capek!" ucap Ara berniat segera berlalu pergi dari ruang tengah ini."Dek, sebentar duduk dulu. Ada yang ingin Abang bicarakan padamu," ucap Eza sambil menatap manik mata milik Ara.Ara lalu memilih untuk duduk kembali ke sofa dan menatap abangnya dengan raut wajah yang tak dapat diartikan."Kenapa, Bang?" tanya Ara sedikit penasaran."Bagaimana dengan rencanamu yang ingin pergi ke London, apakah jadi?" tanya Eza pada Ara yang terlihat bingung memikirkan sesuatu."Sepertinya enggak jadi, Bang. Lagipula Ara kan udah dapat kerjaan, Nandini yang merekomendasikan tempat kerja itu pada Ara. Jadi, mungkin sekarang akan fokus pada pekerjaan itu saja," ucap Ara setelah menimbang-nimbang untuk memutuskan."Baiklah. Apapun keputusanmu, Abang setuju saja. Selagi itu dalam hal baik dan positif, oh ya satu lagi. Kamu tidak perlu terl

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status