Share

Pernikahan Dadakan

Author: DityaR
last update Last Updated: 2025-09-14 16:38:26

“Kamu panik, ya?” tanya si aneh itu dengan santainya.

Mataku pun langsung menemukan bingkai foto di meja. Foto aku dan dia, bersama sama penghulu palsu di tengahnya.

Sialan, Mama-Papa pasti langsung mengamuk kalau tahu ini. Aku bahkan enggak bisa membayangkan Papa bakal bicara apa.

Eh, tapi siapa juga yang peduli. Aku memang sudah membencinya dari dulu.

Di foto itu, aku pakai gaun putih super mini, sementara dia pakai jas tuxedo biru. Kita berdua tersenyum lebar, jelas lagi mabuk berat.

Aku ambil fotonya. “Kamu serius, ya, soal pernikahan ini?”

“Iya, lah, kita kan udah resmi menikah.”

“Kalau gitu, bisa enggak kita batalin aja?” Aku tatap dia. Ekspresinya langsung jatuh. “Lagian, ini juga cuma gara-gara iseng, kan. Kita bahkan enggak saling kenal!”

“Ya ... aku juga udah ngira kalau kamu enggak bakal senang sama situasi ini,” katanya sambil angkat bahu.

“Bukannya gitu. Sebenarnya aku benci yang namanya pernikahan, enggak percaya sama pernikahan,” jelasku. “Semua janji-janji pernikahan itu bulshit!”

“Kamu enggak percaya sama pernikahan?”

"Mungkin, sih!"

Aku langsung teringat waktu Papa selingkuh dari Mama dulu. Dan akhirnya mereka berpisah juga. Janji untuk setia sehidup semampus, jelas itu hanyalah omong kosong.

“Oke, bukannya mau nyinggung, ya ... tapi kayaknya kamu juga bukan tipe cowok yang bucin, deh. Jadi aku yakin kamu juga enggak percaya sama hal-hal yang kayak begini, kan.”

Muka dia sempat gelap sepersekian detik, sebelum akhirnya dia tersenyum lagi. “Jangan lihat sampul dari bukunya. Aku masih punya hati, kok.”

Aku geleng-geleng kepala. Ini pasti mimpi. Please, Tuhan, tolong bilang kalau ini mimpi.

Aku ingin cubit diriku sendiri, tapi sudah cukup lah, rasa malu gara-gara kencing, muntah, pakai sikat gigi orang, dan sekarang aku nongkrong sama cowok yang aku enggak kenal cuma pakai kaus sama celana dalam.

Dia masih telanjang dada, duduk di tepi ranjang, handuknya makin longgar terbuka, pahanya pun terbuka lebar.

Ya, ampun.

Sedikit lagi aku bisa melihat Juniornya, tapi ya sudah, lah. Aku yakin semalam kita pasti sudah nge-seks buat resmikan pernikahan ini.

Dia tertawa, seperti bisa dengar isi otakku. Aku langsung tutup muka pakai tangan, merintih.

“Enggak apa-apa kok,” katanya santai.

“Enggak apa-apa gundulmu?” Aku kepalkan tangan. “Aku enggak mau nikah sama orang aneh. Dan aku jelas enggak bakal nikah sama orang yang kerjaannya mukulin orang lain buat cari duit!!!”

“Kayaknya enggak tepat kalau kita debat soal profesiku sekarang," katanya, kalem banget sampai bikin aku ingin teriak biar dia sadar.

“Kamu pasti punya orang yang bisa beresin beginian, kan?”

Dia memiringkan kepalanya. “Orang?”

“ya, seseorang atau apa lah yang bisa bantu kita selesaiin ini.”

“Serius? Kamu enggak ingat kalau ada alasan kenapa kamu nikah sama aku?”

“Ya, menurutku alasannya cuma gara-gara Vodka sama tampangmu itu. Aku mungkin waktu itu mikir kalau kamu cuma bercanda dan cuma pingin have fun.”

Dia akhirnya berdiri, dan sumpah, itu handuk kayaknya tinggal jatuh saja sebentar lagi.

“Ehmm ... Maksud aku, kita ini orang asing, kan, dan kita enggak kenal ... Kita mabuk terus enggak tahu kenapa kita main nikah-nikahan, aku mana sadar semalam. Mana pakai bawa-bawa penghulu segala, aku kira itu palsu. Itu dari mana coba? Itu tolol banget, kan ... dan jelas ini harus kita akhiri!”

Dari ekspresinya, jelas aku sudah bikin dia tersinggung. Gila, kok dia enggak sepemikiran sama aku?

Bukankah seharusnya dia lebih banyak yang dipertaruhkan daripada aku?

Dia punya karier besar, reputasi, sama uang banyak. Sedangkan aku?

“Aku harus turun ketemu manajerku. Dia mau bahas soal pernikahan ini. Kamu mau ikut?” katanya.

Pandangan kita jelas berbeda soal langkah selanjutnya. Aku cuma ingin keluar dari kamar ini, bertemu Marlin, terus kembali ke Pecang.

“Enggak, aku mandi dulu terus siap-siap.”

“Aku bakal bawain kamu kopi. Hemm ... Ngomong-ngomong, kamu sukanya kopi apa? Aku harusnya tahu sih ... kan kamu istriku. Tapi janji, kamu cuma perlu bilang sekali dan aku bakal ingat selamanya,” katanya.

Dia senyum, dan oh, sial.

Sekarang aku mengerti, kenapa aku berpikir mau menikah sama dia.

“Kopi hitam, tapi pakai gula.”

“Oke. Aku balik bentar lagi.”

Dia ganteng, pakai jeans, kaus, sandal, sama hoodie. Jujur, aku bisa saja dapat suami yang jauh lebih buruk daripada dia kalau menikah sama orang Pecang.

Dia jalan ke arahku seperti ingin kasih aku ciuman, tapi tiba-tiba berhenti. Mungkin gara-gara lihat mukaku yang masih syok bercampur takut.

“Aku kasih kamu waktu, deh, buat mencerna semua ini. Nanti aku bawain kopi sama donat, terus kita ngobrol lagi, oke?”

“Ya, oke.”

“Jangan kemana-mana!”

Dia senyum lebar. Senyumnya manis banget buat orang yang kemungkinan besar giginya sudah pernah rontok beberapa kali.

“Aku enggak bakal kemana-mana,” jawabku sambil menyilangkan jari di belakang punggung.

“Oke.” Dia keluar, dan baru saat itu aku bisa melepas napas.

Aku langsung ambruk di kursi, badanku terasa lemas, dan panik mulai meresap ke otak.

Aku menikah sama orang gila?

Ya, mungkin enggak sepenuhnya gila, sih.

Marlin pasti tahu semua tentang dia. Bahkan kakak-kakakku juga sempat heboh waktu tahu kita mau menonton pertarungan itu, jadi mereka pasti mengikuti terus pertandingan dia, dan jelas mereka mengenalnya.

Tapi buat aku?

Toyi The Rock tetap orang asing.

Aku enggak tahu apa-apa tentang dia.

Kecuali satu, dia suami aku sekarang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • STRANGER WITH BENEFIT   Bintang Jatuh

    ୨ৎ D E R R I N જ⁀➴ “Aku enggak nyangka butuh boots buat kencan ini. Dan aku juga enggak nyangka bakal ngos-ngosan gini.” Hiking, jelas bukan tipe kencanku, tapi aku enggak mau merusak momen. Toyi terlihat excited banget saat dia chat aku dari gym tadi, kasih tahu apa yang harus aku pakai. “Dikit lagi kok, habis itu kamu bisa copot. Tapi aku suka pemandangannya,” katanya. Aku tengok ke belakang dan menemukan dia lagi fokus memperhatikan pantatku. “Kayaknya masih kepagian deh buat pantatku muncul terus di depan mukamu.” Bangun dari ranjang Toyi pagi ini rasanya enak banget. Mencium aroma dia di sarung bantal, teringat bagaimana badannya menempel sama aku. Tangannya semalam yang enggak berhenti menjelajahi tubuhku. Aku menyesal banget kenapa enggak dari dulu mengambil langkah ini. “Sorry nih harus aku jujur, tapi aku udah naksir pantat kamu dari pertama kali kita ketemu.” Aku goyangkan pantat dan dia langsung maju dari belakang, kedua tangannya menekan bokongku. “Kalau kamu terus

  • STRANGER WITH BENEFIT   Pensiun

    Keesokan harinya, alarm HP-ku berbunyi. Aku tepok layar buat mematikannya. Derrin bergerak sedikit di pelukanku, dan aku kecup keningnya."Tidur lagi aja," bisikku, terus aku pelan-pelan turun dari ranjang.Aku enggak berharap banyak dari sesi latihan hari ini. Badanku masih pegal gara-gara “latihan” yang Derrin kasih tadi malam. Film yang kita tonton cuma bertahan lima belas menit sebelum dia mencium dadaku dan akhirnya berubah jadi hal lain.Ujung-ujungnya kita balik lagi ke shower, terus turun ke dapur jam dua pagi buat cari camilan. Aku enggak yakin berapa kali kita nge-seks di malam pernikahan di Bandung, tapi aku cukup yakin tadi malam jumlahnya mengalahi itu.Aku bohong kalau bilang enggak kepikiran bagaimana perasaan dia saat bangun pagi ini. Aku cuma berharap dia masih ada di titik yang sama kayak tadi malam, kalau akhirnya dia sudah berhasil menyebrangi jembatan traumanya.Setelah pakai celana latihan, kaos, sama hoodie, aku gos

  • STRANGER WITH BENEFIT   Ranjang Kita

    ୨ৎ T O Y I જ⁀➴ Aku benar-benar berharap ini bukan cuma mimpi gara-gara aku jatuh di shower, terbentur di kepala, terus berhalusinasi. Aku merangkak di kasur, hati-hati biar enggak menindih Derrin sepenuhnya, rasanya seperti mimpi. Apalagi setelah aku terus dihantui memori tentang memepetnya ke kaca di suite hotel waktu itu. Dia melilitkan tangannya ke leherku, jemarinya bermain di rambut basahku, menarikku turun biar bibir kita bertemu lagi. Tubuhnya lembut banget, licin seperti sutra, membuatku susah menahan diri untuk enggak langsung masuk ke dalam rahimnya. "Bentar, aku ambil kondom dulu," gumamku, melepas ciuman, meski aku enggak mau beranjak dari atas dia. Aku meraih ke meja samping tempat tidur, tempat aku menaruh kondom, karena memang aku sudah berharap dia bakal masuk kamarku suatu saat nanti. "Kamu tahu, kotak ini aku beli khusus buat kita." Aku ambil bungkusnya dan buka. Dia senyum, terus berlutut, membantuku memasangnya di sepanjang Juniorku. Gila, dia benar-

  • STRANGER WITH BENEFIT   Golden Shower

    ୨ৎ D E R R I Nજ⁀➴Aku duduk di ranjang, memandang kosong ke tembok. Bayangan mata biru Toyi yang biasanya penuh dengan ketulusan, tadi jatuh jadi putus asa setelah aku bilang aku enggak bisa. Itu terukir jelas di otakku.Aku copot sepatu, kesal sendiri karena Papaku lagi-lagi menghancurkan hidupku dengan masalah trust issue yang enggak selesai-selesai.Aku ambil HP, menelepon Marlin. Dia angkat di dering pertama.📞“Eh, girl!” Suaranya terdengar masih ramai, kayaknya dia masih di bar.“Kamu sibuk?” tanyaku sambil buka legging dan dalaman, terus ganti pakai celana piyama.“Kalau buat kamu, jelas enggak.”“Jadi, apa masalahnya?” tanyanya.“Kenapa kamu langsung mikir kalau ada masalah?” Aku nyalakan speaker, copot kaus, terus ganti pakai piyama model kancing depan. Dalam hati aku berpikir, setelah tidur nyenyak mungkin besok aku bisa baikan lagi sama Toyi.“Kamu punya nada khas, Derrin.”“Nada apa?”“Nada yang bilang, ‘aku lagi kenapa-kenapa.’ Ayo, cerita. Aku udah jadi sahabat kamu da

  • STRANGER WITH BENEFIT   Selamat Tinggal Pecang!

    ୨ৎ T O Y I જ⁀➴Begitu aku bilang ke Derrin kalau ini malam terbaik selama aku di sini, dia langsung bengong. Aku menunjukan beberapa gerakan ke para lansia, tapi sebenarnya mereka lebih pintar pakai pisau sama semprotan merica.Ada ibu-ibu yang bilang kalau dia bawa stun gun segala. Saat kita semua lagi makan es krim bareng, aku sempat kepikiran harusnya komplek ini pasang papan peringatan agar para penjahat berpikir dua kali sebelum macam-macam.Kita duduk melingkar di meja, aku bersama satu kakek namanya Lanon sama satu lagi Shanon.Topik obrolan mereka?Cuma peduli apakah payudaranya cewek-cewek yang pegang papan skor di ring itu asli atau bohongan.“Aku benaran enggak tahu,” jawabku lagi sambil melirik ke Derrin, yang masih sibuk menjelaskan ke Pingkan kalau "Tea" itu sebenarnya bukan teh benaran.Shanon bersandar ke depan. “Kita enggak bakal bilang ke Derrin atau Connie, kok. Ngaku aja, kamu benaran enggak pernah tidurin salah satu dari mereka? Gila, enggak percaya aku.”Aku meng

  • STRANGER WITH BENEFIT   Panti Jompo

    ୨ৎ D E R R I N જ⁀➴Jam enam sore, Toyi turun dari kamarnya, dia habis mandi dan wangi banget."Eh, aku kira aku bakal siap duluan dari kamu." Dia berhenti di meja depan, masukkan dompet sama kunci ke kantong.Aku memutar badan ke arah pintu. "Kamu kelihatan rapi banget buat sekadar pergi ke panti jompo. Apalagi kamu mau ngajar bela diri."Dia membuatku merasa malu dengan outfitku, legging sama hoodie. Nenek Connie pasti bakal mengomentari bajuku di depan geng nenek-neneknya."Aku pakai baju olahraga, kok." Dia melihat ke dirinya sendiri seperti lupa apa yang dia pakai."Iya, tapi rambut kamu rapi, dan kamu wangi."Dia senyum. "Jadi, maksud kamu sebenarnya, kamu ngakuin kalau aku seksi ... dan wangi?"Aku memutar mata, pura-pura kesal karena dia berhasil menangkapku. "Ayo, lah."Aku buka pintu terus kita keluar ke halaman depan."Aku bisa nyetir kok," katanya."Aku kan udah bilang aku yang nyetir.""Yah, aku pingin nyetir aja. Aku harus hafalin lokasi-lokasi sekitar, dan aku juga belum

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status