Share

Begitu Agresif

Author: MawarPutih99
last update Last Updated: 2023-07-05 20:24:07

"Om..… "

Jenala menelan ludah susah payah. Jadi suami istri? Dirinya dan Abimana? Yang benar saja! Bisa-bisa dia disidang tujuh hari tujuh malam oleh orang tuanya.

"Om tau sendiri kalau umur kita jauh berbeda. Dan Papa pasti akan shock berat jika tau om yang akan menjadi-" Jenala mengusap wajah frustasi, dia tak bisa melanjutkan kata-katanya.

Abimana tersenyum tipis melihat wajah perempuan muda di hadapannya, wajah mungil dengan ekspresi pias itu sangat membuatnya tertarik.

Jenala Lovina, gadis kecil yang dulu senantiasa mengekorinya ke mana pun dirinya pergi, kini sudah tumbuh menjadi perempuan yang sangat menarik. Rambut sebahu dengan bentuk tubuh mungil, akan membuat siapa pun gemas melihatnya. Tak terkecuali Abimana sendiri.

"Perbedaan umur kita, ya?” Abimana menganggukkan kepalanya pelan dan tenang. “Saya tau, dan tentu saja semua ini juga tidak akan mudah karena Papa kamu adalah sahabat saya sendiri. Lalu, apakah yang kamu khawatirkan hanya itu?"

Jenala semakin dibuat mati kutu, sebenarnya mengapa Abimana terlihat sedang main-main dengannya. Dan apakah pria itu tidak takut jika papa Jenala murka?

Jenala menghembuskan napas berat, dia terus melafalkan kata-kata penenang untuk dirinya sendiri. ‘Jangan sampai dia terprovokasi dengan sikap tenang Abimana.’

"Love... "

Wajah Jenala semakin memerah mendengar Abimana memanggilnya demikian. Love adalah panggilan kecil Jenala dari Abimana sendiri. Dulu, Jenala tidak suka jika Abimana memanggilnya sama dengan yang lain. Alhasil pria itu memanggil Jenala dengan nama belakangnya, Love dari kata Lovina. 

"Memangnya kamu tidak mau jadi istri saya? Bukankah dulu kamu pernah mengatakan, jika sudah dewasa akan menjadikan saya sebagai suami kamu?"

Jenala menganga dengan mata melotot. Dia menggeleng kuat sembari menatap Abimana horor. "Sa-saya tidak mungkin mengatakan hal yang mustahil seperti itu. Dan kalaupun iya, itu hanya bualan anak kecil!" Jenala menolak mempercayai itu semua, pasti semua ini hanya akal-akalan Abimana.

"Oh ya? Perlu bukti?" Abimana mengeluarkan ponselnya, lalu mengotak-atik sebentar sebelum menyerahkannya pada Jenala. 

Jenala menerima dengan ragu-ragu, netranya bergetar ketika melihat wajahnya yang saat itu menduduki prasekolah. Dan, oh God. Bukankah itu Abimana sewaktu remaja? Tanpa sadar Jenala mengusap layar benda pipih itu perlahan. Tampan dan menawan, kata itulah yang telintas dalam benak Jenala.

Namun, sedetik kemudian bola mata perempuan itu melotot karena menyadari dirinya sangat agresif sewaktu kecil. Bahkan dalam rekaman itu, Jenala terus mencium pipi Abimana seraya merengek meminta untuk dinikahi.

Ya Tuhan... Jenala ingin mengubur dirinya ke dalam palung mariana sekarang juga!

Abimana mencondongkan badannya ke depan, lalu berbisik pelan ke arah Jenala. "Saya penasaran, apakah kamu masih seagresif dulu?"

"Om!"

Abimana terkekeh melihat wajah memerah Jenala. "Jadi, bagaimana jawaban kamu soal pertanyaan saya di awal?"

Jenala menggeleng, perbedaan usia mereka empat belas tahun. Apa kata orang jika Jenala dan Abimana bersama? Apalagi keluarga besarnya yang mulutnya tak bisa direm. "Om, saya... "

Abimana yang melihat ketakutan serta kebimbangan dari perempuan manis itu langsung menuju kursi di samping Jenala. Tangan kekar beruratnya terangkat ke arah pucuk kepala Jenala, lalu mengusapnya lembut. “Apa yang membuatmu ragu?”

Jenala menggigit bibir bawahnya, dia ingin melambaikan tangan pada kamera. Jenala menyerah, dia mengaku kalah. Jantungnya seakan ingin meledak ketika menerima sikap lembut dari Abimana. 

Sikap manis dari pria di hadapannya ini bagaikan perangkap mematikan, jika Jenala tak berhati-hati, maka ia akan terjebak di dalamnya. 

"Om, Papa saya tidak mungkin menyetujuinya, dan bisa-bisa Om akan berakhir di rumah sakit." 

Abimana mengulum senyum. "Kamu khawatir?"

Skakmat, memang sebaiknya jangan gegabah. Tidak baik memancing pria dewasa seperti ini. Jenala akan belajar merangkai kata-kata lagi, agar tidak menimbulkan perkara bagi kesehatan jantungnya. "Tidak, saya hanya, takut," gumam Jenala menunduk.

Abimana memasang senyum menawan, dia mengacak pelan surai Jenala sebelum mengeluarkan cincin dari saku bajunya. Lalu menaruh benda bulat berkilau itu pada telapak tangan Jenala.

"Om... " Bibir Jenala bergetar, jantungnya seakan ingin meledak sekarang juga. "Om, kalau saya jantungan Om harus tanggung jawab!"

Jenala sangat ketakutan. Dia jomblo dari lahir, dan ketika mendapat perlakuan seperti ini, Jenala bagaikan disambar petir di siang bolong.

Abimana terkekeh serak. "Saya sudah menyiapkan semuanya. Siapapun teman kencan saya hari ini, akan saya berikan cincin itu."

Jenala memegang dadanya, dia juga bisa merasakan jika keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Bagaimana pun, ini kali pertama dia mencoba berhubungan dengan lawan jenis. Namun, alih-alih jadi kekasih … pria di hadapannya justru langsung mengajaknya ke jenjang yang lebih serius.

Jenala tak bisa berkata-kata, bahkan tangannya masih bergetar ketika melihat cincin yang ada di telapak tangannya. 

Jika ini adalah mimpi, tolong bangunkan Jenala sekarang juga, karena Jenala tahu bahwa ia tak akan sanggup kalau semua ini nyata. "Sa-saya tidak bisa, Om."

Perkataan lirih Jenala mampu membuat raut Abimana berubah dalam sekejap. Bahkan rahang tegas itu terlihat mengetat dengan sorot mata mendingin. "Saya hanya menawarkan sekali. Jika kamu menolaknya, bersiaplah untuk kegagalanmu mengenalkan calon suami khayalanmu itu.”

Jenala meremas kedua tangannya, Abimana terlihat menyeramkan sekarang. Dia jadi takut sendiri melihat ekspresi pria itu. 

Abimana tak akan berbuat hal yang tidak-tidak padanya, kan? Karena saat ini Jenala dapat merasakan aura mencekam di sekelilingnya. "Om, saya tetap-"

Jenala langsung memejamkan mata ketika Abimana semakin mendekat, bahkan pria itu dengan santainya mengambil cincin yang ada di telapak tangannya. Lalu memasangkannya pada jari manis Jenala. "Tidak sulit untuk kita berdua saling tolong menolong, kan?"

Jenala menggeleng dengan mata berkaca-kaca. Dia terlihat ketakutan melihat sikap Abimana yang sangat agresif. Sikap Abimana bisa berubah dalam waktu sekejap, pria itu seperti mempunyai dua kepribadian.

"Sa-saya takut..hiksss... Om sangat menyeramkan... " Tangis Jenala pecah, bahkan kakinya bergetar saking takutnya.

Abimana gelagapan, dia ingin tertawa sekaligus kasihan disaat yang bersamaan. Perempuan dua puluh lima tahun ini benar-benar sungguh menggemaskan. "Cup-cup... " Abimana membawa Jenala dalam pelukannya, dia tak menyangka anak sahabatnya sangat polos soal percintaan. 

"Beri saya waktu, saya masih shock. Dan jantung saya berdentum terus sedari tadi," ucap Jenala setelah meredakan tangisnya. Dia melepas pelukan Abimana seraya mengambil tisu untuk membersihkan ingusnya.

Abimana mengulum senyum tertahan. "Baiklah jika itu mau kamu, saya akan menunggu sampai besok."

Jenala melotot, mana mungkin dia berpikir dalam waktu sesingkat itu! Jenala juga harus memikirkan kondisi jantung papa serta mamanya. "Satu minggu lagi, Om!-" 

Abimana mengelus cincin yang terpasang pada jari manis Jenala. Lalu menatap perempuan muda di hadapannya dalam.

"Besok, atau tidak sama sekali."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUAMI DADAKANKU SAHABAT AYAHKU   72

    Sudah satu bulan lamanya Jenala tinggal di hotel bersama keluarga kecilnya, dan tepat pada pukul delapan malam. Ketika Anak-anaknya tertidur, perempuan itu melenggang santai menuju lantai dua, tempat restoran hotel ini berada. Jenala sendiri tinggal di lantai lima, bersama keluarga kecilnya.“Bu Jenala.” Jenala menoleh ke belakang, melihat Rena, asisten rumah tangannya yang terlihat membawa paper bag. “Lho, kamu habis dari mana? Saya pikir kamu ada di kamar?”Rena tersenyum tipis. “Iya, Bu. Tapi tadi dihubungi oleh front office, katanya disuruh ambil pesanan Pak Abimana untuk Ibu Jenala.” Rena menyerahkan paper bag berlogo restoran Favorit Jenala. “Terima kasih, ya. Awalnya saya mau ke resto bawah saja.” Rena mengangguk sebagai respon. “Ayo ikut makan, kita bawa ke resto bawah saja bagaimana?” Rena mengangguk kikuk, tak enak juga menolak. “Baik, terserah Ibu saja.” Sementara itu, Abimana yang sedang berada di kantor Jenala dikejutkan oleh kehadiran Miranda serat Marlo. “Kalian ken

  • SUAMI DADAKANKU SAHABAT AYAHKU   71

    Jenala kebingungan ketika sudah membuka mata, ia melihat ke sekeliling ruangan yang ditempati. “Mas?” Panggilnya ketika tak mendapatkan eksistensi Abimana. “Jena, kamu sudah bangun, Sayang?” Abimana keluar dari kamar mandi, dengan handuk yang menggantung sebatas perutnya. “Bagaimana perasaanmu?” lanjut pria itu sembari mengambil duduk di pinggir kasur tempat Jenala berbaring.“Kita di mana, Mas?” Alih-alih menjawab pertanyaan Abimana, ia justru bertanya balik dengan nada serak.“Di hotelku, Sayang. Besok pagi baru kita berangkat ke Den Haag, soal Avahander dia berada di kamar sebelah bersama Sera serta Rena, dan aku membawa Rena untuk membantu kita nanti. Semua perlengkapan kamu juga sudah aku siapkan, kita tinggal berangkat besok pagi.” Jenala tergugu, masih tak mengerti kalimat panjang yang Abimana utarakan. “Sebentar, Mas. Maksudnya kita ke Den Haag untuk apa? Dan juga Avahander masih kecil, tidak mungkin kita membawanya naik pesawat. Kecuali jika dia sudah satu bulan ke atas.”A

  • SUAMI DADAKANKU SAHABAT AYAHKU   70

    “Brisik! Kamu bisa diam tidak?!” Abimana langsung memeluk Jenala yang terus memberontak. Setelah pulang meeting, ia menemukan Avhander dalam keadaan menangis, sementara Jenala ikut menangis sambil memukul crib baby Avhander. Abimana yang panik langsung menelpon dokter keluarganya, dan perkataan sang dokter membuatnya seperti suami terburuk Jenala mengalami baby blues syndrome, biasanya sang ibu akan menangis secara tiba-tiba, serta memiliki kecemasan berlebihan terhadap sesuatu. Abimana tidak pernah menduga jika Jenala akan mengalami ini semua. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjaga perasaan sang istri, tapi ternyata ia gagal. Dan ini sangat menyakitkan untuknya, Abimana telah gagal menjadi suami yang baik bagi Jenala. “Av–avhander ….” Suara lirih Jenala menyentak Abimana. “Iya, Sayang. Avhander sudah tidur. Kamu istirahat, ya? Aku temani.”“Tidak! Mama jahat! Mama hina aku! Padahal aku yang lahirin Avhander! Mama Raquel jahat! Aku mau sama Mama Papaku saja!” Tubuh Jenala bergeta

  • SUAMI DADAKANKU SAHABAT AYAHKU   69

    Jenala tersenyum melihat Abimana yang sama sekali tak melepaskan pelukannya. Padahal ia sudah mengatakan tak apa-apa, dikarenakan bayi mereka juga lahir dalam keadaan sehat, walau sempat terjadi insiden kecil saat di kamar mandi. Sebenarnya Jenala juga merasa kecewa karena tak bisa melahirkan putra pertamanya ke dunia ini secara normal, tetapi apa mau dikata. Ini juga demi keselamatannya. “Hei, sudah. Aku juga sudah baik-baik saja.” Abimana menggeleng, masih teringat jelas saat dia sampai di kamar mandi dan menemukan Jenala yang sudah pingsan dengan darah menggenang. Sungguh, itu adalah hal mengerikan yang mampu membuat kinerja jantungnya berhenti berdetak, walau sesaat. Belum lagi saat dilarikan ke rumah sakit, dan dokter mengatakan jika Jenala harus dioperasi. Tentu Abimana semakin kalut, apalagi setelah melahirkan Jenala tak sadarkan diri selama dua puluh empat jam “Sudah, ya. Aku juga baik-baik saja.” Jenala mengulang kembali kalimatnya, jemari lentiknya mengelus lembut surai

  • SUAMI DADAKANKU SAHABAT AYAHKU   68

    Bulan demi bulan telah dilalui, dan dua minggu lagi Jenala akan bertemu dengan buah hatinya, ada perasaan mendebarkan sekaligus melegakan dalam hatinya. Tantenya yang ada di Amsterdam tak henti-hentinya datang silih berganti, untuk menyemangatinya serta memberikan kata-kata penenang. Pun dengan Abimana, pria itu tak mau meninggalkan Jenala barang sedetik saja. Tapi Jenala mengancamnya jika tidak pergi bekerja dia tak mau menemui Abimana. “Mama, Sera sudah belikan barbie untuk adik bayi. Nanti kalau dia keluar Sera ajak main, boleh?” Jenala terkekeh, tapi tak urung mengiyakan. “Boleh, tapi adik bayi mainnya sama robot-robotan.” “Lho, kenapa, Mama? “Karena dia laki-laki, Sayang. Jadi, mainnya juga disesuaikan.” Sera terlihat manggut-manggut, walau sebenarnya dia juga tidak mengerti. “Mama, pipis.” Jenala mengangguk seraya mengacak gemas rambut, Sera. “Oke, Sayang. Hati-hati, ya? Kalau ada apa-apa panggil, Mama.” Sera tak menjawab, gadis kecil itu sepertinya sedang ingin buru-b

  • SUAMI DADAKANKU SAHABAT AYAHKU   67

    Viktor membaca laporan yang sekretarisnya berikan, sesekali tampak kerutan pada dahi pria itu. “Jason mengajukan kerja sama pada, Javier?”Pria paruh baya itu mengangguk. “Benar, Pak. Tapi statusnya masih digantung oleh Pak Abimana. Sampai sekarang.” Viktor semakin terlihat penasaran, Abimana tak jauh beda ternyata darinya. Tak peduli itu adalah keluarga atau bukan, yang jelas jika tak berkompeten atau tidak memenuhi syarat untuk bekerja sama dengan perusahaannya akan tetap ditolak. Dimitri—selaku ayahnya. Pernah mengatakan jika berbisnis lebih baik hindari dengan keluarga, karena urusan uang adalah hal sensitif. Dan terbukti, sampai sekarang Viktor tak menjalin kerja sama dengan anggota keluarganya. Akan tetapi, tak menutup kemungkinan jika suatu hari nanti Jason anggota keluarganya yang pertama bisa menjalin kerja sama dengan perusahaannya. “Baiklah, laporkan terus jika ada kejanggalan atau hambatan. Dan jangan lupa infokan kepada Rendra untuk selalu memantau orang-orang disekitar

  • SUAMI DADAKANKU SAHABAT AYAHKU   66

    “Mas, berapa hari di Malaysia?” Abimana mengecek ponselnya terlebih dahulu, lalu menatap kembali ke arah Jenala. “Sekitar satu minggu, Sayang. Maaf jika meninggalkanmu selama itu, tapi ini benar-benar tidak bisa diwakilkan.”Jenala mengangguk mengerti, pekerjaan Abimana memang begitu banyak, belum lagi membantu mengurus perusahaan periklanan miliknya. “Aku paham, jangan merasa bersalah seperti itu. Setelah melahirkan aku juga mau kembali ke perusahaan, apakah tidak apa-apa?” Abimana terdiam sejenak, menatap Jenala dalam. “Apa kamu sudah memikirkannya matang-matang? Maksud aku, untuk mengurus anak kita menggunakan jasa baby sitter? Dan kamu siap akan impact ke depannya?”Kening Jenala berkerut, menurutnya tidak ada yang salah. “Memangnya kenapa, Mas? Dan dampak yang Mas maksud seperti apa?”Abimana tersenyum lembut, membaringkan tubuhnya pada sisi sang istri. Tangannya terangkat untuk mengelus perut Jenala yang sudah membesar. “Begini, Sayang. Jika setelah kamu memutuskan untuk kembal

  • SUAMI DADAKANKU SAHABAT AYAHKU   65

    Tak terasa kini usia kehamilan Jenala sudah menginjak lima bulan, perempuan itu tersenyum-senyum sendiri ketika mengetahui jika dirinya mengandung seorang putra. Sebenarnya tak masalah, entah lelaki atau perempuan. Yang terpenting sehat. Namun, ketika melihat reaksi Abimana, Jenala sungguh terharu, pria itu bahkan mengambil cuti karena tak bisa jauh dari istrinya. Abimana selalu menanyakan apa yang dia suka serta tak suka. Belum lagi menjauhkan apapun yang membuatnya tak nyaman. Bukankah prianya begitu manis?“Jena!” Jenala tersentak, bahkan rajutan yang ada di tangannya terjatuh seketika.“Maaf, aku ngagetin, ya?”Jenala menoleh ke arah Miranda, lalu menggeleng singkat. “Tidak, aku tadi sedang fokus saja.” Dia menunduk, mengambil benda yang mempunyai pola rajutan garter stitch itu. Jenala kembali mengalihkan atensinya pada Miranda, sebenarnya agak sedikit aneh ketika Miranda bertamu pagi-pagi seperti ini.“Kamu libur hari ini?” Miranda mengangguk kuat, menaruh di atas meja paper ba

  • SUAMI DADAKANKU SAHABAT AYAHKU   63

    “Mama, apakah adik bayinya seperti Sera?” Jenala terkekeh mendengarnya, dia memang sudah pulang satu minggu yang lalu. Dan memberitahukan kabar bahagia ini pada keluarga besarnya. Mereka semua bahkan sampai terbang ke Belanda untuk melihat keadaannya. Sementara keluarga besar Abimana juga tak kalah heboh, walau ada beberapa yang terlihat tak suka, tapi Jenala tak ambil pusing.“Belum tahu, Sayang. Apakah nanti perempuan atau lelaki. Nanti kita cek setelah empat atau lima bulan, oke?” Sera mengangguk kuat, gadis kecil itu mengelus perut rata Jenala, sesekali terkikik atas tingkahnya sendiri. “Oh, iya. Apakah sepupu Sera yang di Jakarta itu akan ke sini lagi, Mama?” Jenala mengacak rambut Sera gemas, gadis kecilnya ini suka sekali bermain dengan keponakannya. Namun, sayang sekali mereka hanya beberapa hari di Belanda. “Nanti kalau libur panjang pasti mereka ke sini lagi, Sayang.’ Sebenarnya Jenala masih merindukan nenek serta paman dan bibinya. Tetapi tidak mungkin, karena mereka ju

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status