Share

SUAMI DADAKANKU SAHABAT AYAHKU
SUAMI DADAKANKU SAHABAT AYAHKU
Author: MawarPutih99

Jodohku Om-Om

“Jena, kamu sudah punya kekasih?”

"Uhuk!" 

Jenala tersedak ludahnya sendiri, perempuan itu menggeleng seraya menatap ke arah dua tantenya. Sekarang ia merasa diserang dari berbagai arah.

"Sayang sekali, Briana saja mau dilamar oleh kekasihnya. Kamu tidak mau mengikuti saran dari tente saja?" 

Kedua tantenya itu menatap tubuh Jenala dari ujung kepala hingga kaki. Jenala tahu, tante-tantenya itu pasti ingin membahas penampilannya yang dinilai ‘kurang menjual’. Tubuh mungil, kulit yang dinilai tidak seputih para bintang iklan sabun di televisi.

Jenala mengibaskan kedua tangannya. "Tidak Tante, lagian kulit Jenala bagus, kok. Sehat juga. Tidak perlu putih untuk menjadi cantik." Jenala langsung mengambil sifat defensif. Ia tak mau terpengaruh oleh pernyataan tentenya. 

"Tapi, para sepupu kamu sudah mau bertunangan. Hanya Kamu saja yang tertinggal."

Meski hatinya sudah panas karena serangan-serangan dari tantenya, Jenala tetap memaksakan sebuah senyum. “Tenang saja, Tante. Besok juga aku mau ketemu calon suamiku, kok.”

Jenala berbohong! Jangankan punya calon suami, calon kekasih pun tidak ada. Namun, celotehan spontan darinya justru disambut heboh hingga terdengar sampai ke telinga papanya.

“Benar yang dikatakan tantemu, Jena?” Jenala tergugu di hadapan papanya. Saking takut ketahuan berbohong, ia hanya bisa menganggukkan kepala.“Bagus. Besok bawa ke rumah. Papa ingin melihat, seperti apa lelaki yang berhasil mendapatkan hati anak Papa yang cantik ini.”

Glek. Jenala menelan ludahnya. Kebohongan yang tadi ia ciptakan agar lolos dari ledekan para tante justru mengantarnya pada sebuah masalah baru. Akhirnya, sepanjang acara keluarga itu, Jenala lebih banyak berdiam diri, sambil memainkan ponselnya. 

Tidak beberapa lama, saat men-scroll sosial media, terbesit ide cemerlang menghampirinya.

Zaman sekarang, mencari apa pun semudah menjentikkan jari, kan? Untuk itu, Jenala pun demikian. Ia menggulirkan jemarinya usai mengunduh sebuah aplikasi kencan. 

Setelah mengisi profil, Jenala memilah profil lelaki yang sekiranya menarik hati. Hingga tiba di sebuah profil dengan nama ‘Dominico Javier’. Nama yang sepertinya tidak asing, tetapi Jenala tidak mengingat di mana ia pernah mengenal nama itu.

****

[Bisa kita bertemu? Saya akan mengirimkan lokasi restorannya.]

Jenala refleks melempar ponselnya ke atas kasur karena terlalu kaget menerima sebuah pesan kilat dari Dominico Javier–pria asing yang baru dikenalnya di jejaring pencarian jodoh.

Padahal, baru beberapa detik perempuan itu swipe right profil milik Dominico. Ia akui, memang, setelah melihat tubuh atletis pria itu yang membelakangi kamera, jiwa kejombloan Jenala meronta-ronta. Jadi, tanpa sadar, dia memencet tombol pesan, dan secara otomatis terkirim stiker perkenalan. 

Gilanya, ia bahkan mengaku untuk siap menikah dan direspons cepat oleh pria itu.  “Apa semua om-om itu nge-gas begini, ya?” gumam Jelana tanpa sadar.

Melihat Dominico yang tampak masih online dan menunggu jawaban, Jenala sadar jika dia tidak lagi punya banyak waktu. Pria itu bisa saja melaporkan akunnya, hingga diblokir oleh aplikasi ini.

Jadi, satu-satunya jalan tercepat adalah menyetujui priai asing tersebut untuk bertemu.

Lovina. [Baik, tunggu saya besok sore. Sepulang kerja saya langsung menemui kamu.]

Keesokan harinya, setelah pulang bekerja Jenala langsung menuju restoran yang telah mereka sepakati usai sebelumnya menyempatkan diri pergi ke salon.

Jenala melangkah takut-takut. Lalu, ia mengambil duduk perlahan pada kursi yang ditunjukkan pelayan tadi usai mendengar nama si pemesan. Perasaan Jenala semakin tak menentu kala pria itu tak kunjung membalas pesan yang Jenala kirim beberapa menit yang lalu.

Sudah sepuluh menit berlalu, tetapi belum ada tanda-tanda kedatangan teman kencannya, membuat Jenala seketika ragu. Pikiran buruk sempat berputar di benaknya. Sebelum terlambat, mungkin ini saatnya ia mengurungkan diri untuk bertemu dengan calon suami instannya. 

Namun, ketika Jenala baru saja membulatkan tekad untuk pergi, seorang pria bertubuh tinggi berhenti di hadapannya. "Hai, sorry telat. Tadi ada pekerjaan mendadak." Suara serak nan dalam itu  menyadarkan Jenala dari lamunannya, seketika ia langsung menoleh ke arah sumber suara. 

"Jenala?!"

Jenala ternganga, bahkan lututnya bergetar saking tidak percayanya dengan apa yang dia lihat saat ini.

"O-om Abimana...." Jenala ingin menangis sekarang juga! Jangan bilang sahabat papanya adalah teman kencannya sendiri?! "Om Abimana, ke-kenapa ada di sini?" tanya Jenala takut-takut.

Abimana terdiam, netra hazelnya menyorot Jenala dalam, bibir kemerahan yang sedikit tebal itu terbuka secara perlahan. "Saya akan bertemu J. Lovina. Dan kamu, mengapa ada di meja yang saya reservasi?"

‘Tamatlah riwayatmu, Jenala!’ Dengan takut-takut, Jenala berujar. "Sa-saya J. Lovina. Jangan katakan jika Om Abimana adalah Dominico Javier?" 

Pria itu tak menjawab, justru dia mengambil duduk di hadapan Jenala. Dalam hati, Jenala memaki dirinya sendiri yang abai pada nama teman kencannya. ‘Javier’! Jelas-jelas nama itu adalah nama belakang sahabat papanya sendiri. Bagaimana bisa dia lupa?

Berbeda dengan Jenala yang masih kikuk luar biasa, Abimana melepas mantelnya, menyisakan kaos putih yang mencetak tubuh bak model itu. Dia mungkin tidak sadar, kalau di hadapannya, Jelena meneguk ludahnya kasar melihat sesosok Dewa Yunani sedekat ini dengannya.

"Sebelum kita memulai obrolan, kita pesan makan terlebih dahulu. Karena saya sudah lapar."

Entah bagaimana Jenala seharusnya bersikap. Bersyukur karena pria yang ditemuinya ternyata sudah ia kenal lama, atau justru meratapi nasibnya karena sudah dapat dipastikan kencannya kali ini gagal.

Setelah memesan makanan, Abimana terlihat mengatur nafasnya dalam-dalam. Pria itu menatap Jenala intens, membuat Jenala merona seketika.

"Jenala," bisik Abimana. "Saya tidak menyangka jika kamu bermain di web dewasa."

Jenala melotot tak terima. "Saya juga tidak menyangka Om Abimana mencari jodoh ditempat begituan!" sindir Jenala cepat. 

Abimana menaikkan sudut bibirnya, dan itu semakin membuatnya terlihat seksi. "Saya terpaksa." 

Jenala menyahut tidak mau kalah. "Saya juga terpaksa!"

"Oh ya? Bukankah kamu sudah mempunyai calon suami?" ejek Abimana. Dia masih mengingat ketika papanya Jenala mengumumkan lewat grub bahwa sang putri akan menikah. 

Jenala gelagapan, salahkan saja mulutnya yang berbicara sembarangan. "Sa-saya berbohong. Saya capek ditanya terus, ja-jadi mengucapkan hal yang tidak-tidak."

Abimana mengulum senyum. "Ah, begitu rupanya." Berdehem singkat, pria itu mengalihkan pandangan ke sekitar, sebelum memfokuskan kembali atensinya pada gadis berwajah manis di hadapannya. “Kita punya kepentingan yang sama. Jika kamu mau, kita bisa jadi partner.”

Jenala menelan ludah susah payah, kini otaknya sibuk mencerna kata-kata yang keluar dari bibir pria menawan itu. "Partner? Maksud Om, kita akan menjadi sepasang kekasih?"

Abimana tersenyum tipis. Matanya masih lekat menatap perempuan berwajah manis di hadapannya. “Kekasih? Bukankah kamu bilang ingin mencari calon suami?” Alis pria itu naik kala mengucapkan kalimat terakhirnya. “Lagipula, apa di usia saya masih cocok untuk main-main, Jenala?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status