Share

Perseteruan

'Besok, atau tidak sama sekali.'

Abimana tersenyum mengingat kalimat tegas bernada ancaman yang dia keluarkan pada Jenala. Pria itu bisa menebak, kalau tak lama lagi perempuan lugu itu pasti akan menghubunginya.

Abimana Dominico Javier, sosok maskulin penuh karisma itu sedang menormalkan deru nafasnya yang memburu. Bulir keringat membasahi tubuh atletisnya, kulit kecoklatan itu terlihat semakin seksi tatkala terkena sinar mentari pagi.

Kegiatan pria itu terhenti ketika ponselnya berbunyi. Abimana mengusap peluhnya menggunakan handuk sport yang dikalungkan pada leher jenjang nan kokok itu. Sudut bibir Abimana tertarik ke atas, setelah melihat siapa yang menelponnya.

"Halo—" 

[Halo Om!]

Abimana menjauhkan ponselnya dari telinga. Pria itu tersenyum samar sebelum berujar pelan. "Jenala…"

[ I-iya Om, emm… jadi begini. Saya, iya.]

Kening Abimana berkerut ketika mendengar jawaban ambigu dari Jenala. Pria itu keluar dari ruang gym-nya, lalu melangkah menuju balkon. Ia bertumpu menggunakan sikunya pada pembatas balkon, seraya menikmati hangatnya sinar mentari pagi yang membelai tubuhnya.

"Berbicara yang jelas Jenala, saya tidak mengerti." 

"Saya menerima tawaran Om, jadi bisa datang ke rumah malam ini? Sekalian kita bicarakan sama Papa dan Mama saya. ]

Abimana tertegun sejenak. Dia menegakkan tubuhnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Maksud kamu, kamu menyetujuinya?"

[Iya, Om. Saya setuju. ]

Abimana menghembuskan nafas lega, bahkan tanpa sadar ia tersenyum lebar mendengar jawaban Janala dari seberang sana. 

"Baik, nanti malam saya ke rumah kamu. Apa ada yang kamu butuhkan? Agar saya belikan."

Bruk!

Suara ponsel terjatuh, disusul oleh ringisan pelan terdengar oleh Abimana. "Jenala, kamu baik-baik saja?" tanya Abimana khawatir, mengingat jika perempuan itu sangat ceroboh.

[ Hehe, santai Om. Saya hanya menabrak genteng. Entahlah, siapa yang menaruh genteng di sini. ] 

Walaupun jawaban itu terdengar tak masuk akal, Abimana hanya mengangguk memaklumi. "Baiklah, soal tawaran saya bagaimana?"

[ Tidak usah repot-repot, Om. Lebih baik kita memikirkan bagaimana reaksi Mama dan Papa saya. ]

"Yang pasti Papa kamu akan memukul saya. Sedangkan Mama kamu cuma melempar panci sambil berteriak murka." 

Terdengar suara rengekan serta gerutuan kesal dari seberang sana, sepertinya perempuan itu sedang dibuat gemas mendengar jawaban Abimana. 

[ Om! Saya serius tau! ]

Abimana memejamkan mata perlahan, seraya menikmati hembusan angin yang membelai wajah tampannya. Pria itu mengangkat sudut bibirnya sambil bergumam serak nan dalam. 

"Saya juga tidak pernah main-main, jika menyangkut kamu."

****

"Ma, aku sudah cantik belum? Apa penampilanku terlihat berlebihan?"

Untuk menyambut calon suaminya, Jenala sengaja berdandan natural malam ini. Meski om tampan itu mengatakan kalau Jenala tidak perlu berdandan, tetap saja Jenala melanjutkan niatnya merias diri. 

Jihan, mamanya, menyentil kening Jenala, membuat perempuan muda itu meringis pelan. 

"Cantik dong, anak siapa dulu nih!"

Jenala terkekeh. Detik berikutnya, gestur perempuan itu berubah kikuk. Ia lalu menatap mamanya serius. "Mama … janji akan menerima pilihan aku nantinya?" tanya Jenala memastikan. Jujur saja, Jenala takut jika orang tuanya shock ketika melihat siapa sosok lelaki yang akan Jenala kenalkan.

Jihan tersenyum menenangkan, wanita itu mengusap surai lembut Jenla seraya bergumam pelan. "Tentu sayang, kebahagiaan kamu yang paling utama."

Sejenak, Jenala bisa bernafas lega. Sebab, jika papanya murka, mamanya mungkin bisa membelanya. Kemudian, mereka berdua bergegas turun. Saat sudah sampai di meja makan, Jenala dikagetkan oleh pakaian formal papanya.

Selama ini papanya sangat jarang memakai pakaian seperti itu, bahkan jika ke kantor dia menggunakan pakaian yang terkesan santai. Namun kali ini, demi menyambut calon menantu … papanya sampai mengubah penampilan, membuat Jenala semakin deg-degan menunggu respons kedua orang tuanya.

"By the way, di mana calon kamu. Kenapa belum datang juga?"

Jenala meringis melihat wajah excited papanya. "Sebentar lagi, Pa."

Baru saja Jenala ingin mengambil duduk, tubuh perempuan itu seketika menegang kala melihat eksistensi Abimana yang melangkah mendekat. Begitu tampan, sampai nyaris menyerupai pangeran dunia khayalan.

"Malam semua." 

"Javier?" Alpha, papanya mengernyit ketika Abimana melempar senyum ke arahnya. "Kamu ada apa ke sini? Bukankah jadwal kita berkumpul besok malam?"

"Ketemu calon."

"Oh," ujar Alpha tak acuh. Bahkan pria itu belum juga tersadar ketika Abimana mengambil duduk di samping Jenala.

"Cantik," bisik Abimana, membuat Jenala membuang pandangan ke arah lain.

Alpha tiba-tiba berdiri, dan menatap Abimana sengit. "Tunggu, calon apa maksud kamu?" Sepertinya dia sudah tersadar atas apa yang terjadi.

Abimana tersenyum singkat, netra hazelnya menatap Jenala penuh binar. Abimana mengusap punggung tangan perempuan itu pelan, lalu mengecupnya penuh kelembutan.

"Tentu saja calon istriku, bukankah begitu … Jenala sayang?"

Sesaat, semua orang yang berada di meja makan itu terdiam. Tak berlangsung lama, sebab selanjutnya peralatan makan di hempaskan ke lantai oleh Alpha.

Prang!

Jenala memegang lengan Abimana kuat, bahkan tanpa sadar tangannya bergetar saking takutnya. Atensinya berfokus pada papa serta mamanya yang masih mematung.

Jenala tidak pernah melihat papanya dengan ekspresi semenyeramkan itu. Sedangkan mamanya hanya menatap kosong ke arahnya.

"Papa!"

Jenala berseru ketika papanya menarik kasar tubuh Abimana, lalu mencengkram kuat kerah pria itu. "Katakan jika ini hanya lelucon, Javier … atau aku tidak segan-segan mematahkan lehermu!" 

Suara Alpha terdengar dingin nan mencekam, membuat siapa-saja merinding mendengarnya.

Abimana memasang raut datar, bahkan pria itu sama sekali tak meringis, mengingat cengkraman Alpha pada lehernya yang begitu kuat. 

"Jawab Javier!"

Abimana menaikkan sebelah alisnya, lalu melemparkan senyuman miring pada Alpha. "Menurutmu, apakah seorang Dominico suka membual?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status