Share

suami 7

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2025-04-06 13:21:52

Nggak mungkin janda kayak aku bisa menikah dengan bujang. Pasti sama keluarganya bakal nggak diterima. Tapi ternyata... 😍😘🥰

SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA 7

"Mas, aku menyesal dulu menolak lamaran kamu. Kita sudah saling mengenal selama setahun. Masa aku dikalahkan oleh orang yang baru kamu kenal selama tiga bulan," ujar Nisa dengan nada sedikit memaksa. "Sekali saja. Dulu kamu tidak keberatan kan kalau aku nebeng? Kumohon, Mas!"

Ahmad melihat beberapa rekan sejawatnya yang juga bersiap untuk pulang sedang menghidupkan mesin sepeda motor masing- masing.

"Silakan nebeng dengan teman yang lain, Nis," ujar Ahmad singkat.

Tanpa menunggu tanggapan Nisa, Ahmad segera mengenakan helmnya dan menyalakan motor. Ia meninggalkan parkiran rumah sakit dengan perasaan lega—lega karena bisa menolak dengan tegas tanpa ragu.

Setelah pulang dari rumah sakit, Ahmad segera berangkat ke beberapa rumah pasien yang memerlukan perawatan lanjutan. Para keluarga pasien yang puas dengan pelayanan perawatan yang dilakukan oleh Ahmad, memberikan amplop yang memang sudah disepakati seperti kunjungan sebelumnya.

Saat kunjungan terakhir selesai, Ahmad melajukan Scoopy-nya di jalan yang mulai gelap, di tengah jalan, Ahmad melihat warung bakso, dan menepikan motornya.

"Mama dan Ana pasti senang jika kubawakan bakso, apalagi sepertinya cuaca sedang mendung seperti ini," gumam Ahmad saat memesan tiga bungkus bakso jumbo lengkap dengan gorengan dan lontong nya untuk dibawa pulang.

Lelaki itu pun meneruskan perjalanannya pulang ke rumah, dan sayangnya hujan turun dengan derasnya. Ahmad mengendarai motornya menembus hujan, berharap segera sampai di rumah. Ahmad menghela napas panjang saat menyadari bahwa dia lupa membawa jas hujan.

"Hm, ya sudah lah. Telanjur basah. Lagipula sebentar lagi sampai di rumah," gimana Ahmad.

Jam menunjukkan pukul lima sore ketika Ahmad akhirnya tiba. Hujan sudah berhenti, tapi bajunya basah kuyup, dingin merasuk ke tulangnya. Ana yang mendengar suara motor segera keluar, membawa payung dan tersenyum lembut.

"Mas, bawa apaan tuh? Sini, aku buatkan teh hangat. Mas mau mandi air hangat dulu?" tanya Ana dengan mesra. Dia meraih tangan Ahmad dan mencium punggung tangannya.

Ahmad menatap istrinya yang menurut nya mempunyai wajah teduh sedang menyongsong dengan senyumnya yang manis. Seketika rasa lelah Ahmad seolah lenyap dihempas senyuman itu. Istrinya sudah mandi dan mengenakan daster bunga warna merah dengan jilbab warna senada. Ana dengan riang menerima bungkusan bakso yang diulurkan oleh sang suami.

"Iya, Sayang. Teh dan air mandi hangat pasti enak sekarang."

Ana segera menyiapkan air panas di kamar mandi. Saat Ahmad mandi, Ana segera menyiapkan bakso beserta mangkoknya di meja makan. Tak lupa Ana membuatkan teh manis hangat untuk sang suami.

"Mama, Mas Ahmad bawa bakso nih! Nanti kita makan sama - sama setelah salat maghrib ya," ujar Ana sambil melongok ke kamar mertuanya.

Mertuanya mengangguk dan tersenyum.

"Iya, Nduk."

Ana kembali ke kamarnya dan merapikan baju yang telah disetrikanya tadi siang.

Bertepatan dengan itu, Ahmad selesai mandi dan berganti pakaian, lelaki itu memeluk Ana yang sedang menata baju ke dalam lemari.

"Tahu nggak, Yang, aku heran banget sebenarnya," ujar Ahmad sambil mencium rambut Ana.

"Heran banget kenapa?" tanya Ana. Dia menutup pintu lemari dan menguncinya lalu menghadap ke arah Ahmad.

Ahmad menatap istrinya penuh cinta.

"Katanya bidadari itu bersayap. Tapi kamu kok nggak ada sayapnya sih?" tanya Ahmad tersenyum manis.

"Aaahh, bisaan nih, mas Ahmad!" ujar Ana tertawa. Ana mengalungkan kedua tangannya ke leher Ahmad dengan mesra.

Sesaat keduanya saling menatap dalam diam.

"Aku ingin bicara," ujar Ahmad dan Ana hampir bersamaan. Ana mempersilahkan sang suami untuk bicara lebih dulu. Tapi Ahmad menggeleng pelan.

"Lady is first, kamu dulu yang ngomong, Yang," ujar Ahmad lembut.

"Hm, apa kamu punya hubungan dengan mbak Wulan?" tanya Ana.

Ahmad mengerutkan keningnya.

"Mbak Wulan siapa?"

Ana mengerucutkan bibirnya.

"Ih, memangnya ada berapa Wulan sih, Mas?" tanya Ana manyun.

Ahmad mencubit hidung bangir Ana. "Aku aja nggak merasa pernah menjalin hubungan dengan perempuan yang bernama Wulan kok," ujar Ahmad serius.

"Itu lo! Anak penjual nasi uduk di depan," ujar Ana cemberut.

Ahmad menepuk jidatnya. "Astaghfirullah, Yang. Wulan yang itu!? Nggak ada hubungan apa - apa! Sungguh, demi Allah. Ada apa memangnya!?" tanya Ahmad bingung.

Ana lalu menceritakan kejadian tadi siang. Ahmad tertawa tapi juga prihatin mendengar nya.

"Yang, jangan didengerin. Sudah kubilang, aku nggak ada hubungan dengan dia. Mantan ku kan ... kamu tahu sendiri. Tapi kamu boleh juga sih jawabannya. Keren banget bisa skak mat, pake nama Jin Dasim segala!" ujar Ahmad.

"Ye, tapi kalau nggak ada hubungan apa apa kenapa mbak Wulan bisa bilang macem - macem tentang kamu?!" tanya Ana belum puas.

"Yah, ga tahu juga. Tapi jujur saja, orang - orang di desa ini sudah paham kalau mbak Wulan itu suka merasa kalau semua lelaki di desa ini menyukai nya. Jadi yah, semua bakal diakui pacar atau mantannya," ujar Ahmad lagi. Ana manggut- manggut. "Kalau kamu tadi mau ngomong apa, Mas?" tanya Ana.

Ahmad menatap Ana sejenak. "Ini tentang Nisa."

"Nisa mantan kamu yang bidan itu?! Duh, aku insinyur, Mas!" ujar Ana menunduk.

"Insecure kali, Yang," ujar Ahmad tersenyum. "Iya, Nisa yang itu. Tadi mau nebeng pulang."

"Terus mas mau?" tanya Ana sedih.

"Enggak dong! Walaupun kamu nggak tahu, aku nggak akan mau kalau dia nebeng, Yang. Siapapun teman perempuan ku, aku tidak akan mau untuk berbagi boncengan dengan mereka," ujar Ahmad meyakinkan.

Ana tersenyum sumringah.

"Terima kasih, Mas. Memang harusnya begitu."

Ana lalu meraih cangkir teh hangat di atas nakas. "Minum dulu, Mas," ujar Ana.

Ahmad menerima cangkir teh itu, lalu menyesapnya perlahan.

"Uhh, pahit, Yang!" ujar Ahmad sambil menatap wajah Ana.

Ana mengerutkan keningnya.

"Ah masa pahit? Kurasa gula nya sudah pas," sahut Ana ragu.

Ahmad tersenyum. "Iya, pahit. Karena kalah sama manisnya senyumanmu, Yang," ujar Ahmad sambil meraih amplop dari tas punggungnya.

Ana tersipu. "Ini apa, Mas?"

"Sesuatu untuk mu. Hasil dari kunjungan pasien," ujar Ahmad sambil mengulurkan amplop putih ke tangan Ana.

Ana membuka amplop itu dan melihat isinya.

"Wah alhamdulillah, tunggu sebentar!" ujar Ana dengan mata berbinar. Dia lalu keluar dari kamar dan menemui mertuanya yang baru saja mengaji di musala dalam rumah.

"Mama, mas Ahmad baru saja mendapat rejeki. Ini, Ma," ujar Ana sambil menyerahkan amplop berisi uang hasil kunjungan pasien pada mertuanya.

Mertuanya menatap Ana dengan heran. "Kenapa kamu berikan pada mama, Nduk? Semua uang hasil dari pekerjaan yang dilakukan oleh Ahmad itu hak kamu, Nduk. Bukan hak mama," ujar Sari tersenyum. Lagi - lagi Ana tercengang.

"Be - benarkah, Ma?"

Next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 37 B

    Mertuanya hanya menatap Nisa tanpa berkata apapun. Sebenarnya dia ingin meluapkan kekesalan dan memaki Nisa karena kata Desi dan Dewi, Anton tidak mau menunggunya semalam karena dihasut Nisa. Tapi lidah nya terasa kelu dan tidak bisa bersuara dengan baik. Tak lama kemudian, Anton pamit untuk sholat, meninggalkan Nisa dan ibunya berdua. Suasana terasa canggung. Sebenarnya Nisa juga merasa tatapan mertua nya tidak enak padanya, tapi Nisa berusaha untuk tetap tegar dan bersikap baik pada beliau.Tak lama kemudian, datanglah petugas dapur rumah sakit yang membawakan snack sore. Nisa tersenyum dan mendekati tempat tidur. "Bu, mau saya bantu makan buburnya?" tanyanya lembut.Ibu Anton mengangguk pelan. Nisa dengan telaten menyuapi sang ibu mertua, memastikan tidak ada bubur yang tercecer. Awalnya, mertuanya merasa tidak nyaman, tapi perlahan ia mulai terbiasa. Melihat kelembutan Nisa, hatinya mulai melunak, apalagi dia merasakan perlakuan dan ucapan Nisa yang jauh lebih lembut dan telaten

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 37 A (tamat)

    "Nggak. Ilmu darimana itu. Istri hanya wajib patuh pada suami. Nggak wajib merawat mertua! Apalagi Nisa sedang hamil besar. Hampir sembilan bulan! Aku tak ingin anak istriku kenapa - napa. Jadi malam ini dan besok pagi, kalian atur saja siapa yang menemani ibu di rumah sakit. Besok siang, biar aku yang menemani ibu setelah pulang kerja. Tapi aku tegas kan lagi, jika aku dan Nisa tidak bisa menginap di rumah sakit saat malam," ujar Anton tegas sambil menggenggam tangan sang istri. "Anton! Apa maksudmu? Kamu sudah tidak sayang lagi sama Ibu?" suara Desi meninggi.Anton menarik napas dalam. "Bukan begitu, Mbak. Aku tetap sayang sama Ibu. Tapi aku juga punya istri yang sedang hamil besar. Aku ingin jadi suami yang adil dan bijaksana."Dewi mendengus sinis. "Bijaksana? Jangan bilang Nisa yang menghasutmu sampai begini! Dia sudah mencuci otakmu!"Anton menggeleng pelan. "Tidak ada yang mencuci otakku, Mbak. Aku sadar sendiri. Aku ingin menjadi suami yang bertanggung jawab. Aku tidak mau te

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 36 B

    Nisa melambaikan tangannya saat Anton berangkat dengan menaiki motor nya untuk bekerja. Dia mengelus perut buncitnya yang selalu dicium dan dielus oleh Anton setiap saat. Bahkan Anton selalu pamit pada anak di dalam perutnya saat berangkat kerja. Dan selalu dibalas dengan gerakan serta tendangan lembut dari kaki sang bayi yang membuat Nisa tersenyum karena merasa geli. Setelah menutup dan mengunci pintu, Nisa pun merebahkan diri sejenak di kasur yang ada di ruang tengah dengan menonton tivi. Mendadak Nisa teringat ucapan mertuanya yang tidak memperbolehkan nya bersantai sebelum dia menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya. Ia menghela napas panjang, mencoba menyingkirkan pikiran buruk. Dengan sabar, Nisa lalu bangkit dan mulai membereskan rumah, mencuci pakaian, dan memastikan semua dalam keadaan rapi sebelum akhirnya duduk di ruang tengah kembali. Baru saja ia meraih remote untuk menyalakan TV, suara ketukan terdengar dari arah pintu depan."Siapa ya?" gumamnya, bangkit dan berjalan

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   suami 36 A

    "Ana, maafkan Ayah!"Ana tertegun di ambang pintu. Dadanya berdegup kencang, tangannya mencengkeram selendang di bahunya. Pria paruh baya di hadapannya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan."Ayah?" Suaranya tercekat. "Kenapa kemari?"Surya, pria itu, ayahnya, tersenyum kaku. "Ayah minta maaf, Ana," katanya lirih. "Ayah tahu, ayah tidak punya malu karena baru minta maaf sekarang. Tapi ayah benar-benar tulus ingin meminta maaf padamu."Ana menggigit bibirnya. Kenangan lama berkelebat di kepalanya—makanan sisa yang harus ia telan, bentakan ayahnya saat ia mengadu, keputusan ayahnya yang hanya membiayai Darma, lalu paksaan menikah dengan Burhan.Matanya panas. Ingin rasanya ia mencari kehangatan di pelukan Ahmad, tapi suaminya sedang dinas pagi. Yang bisa ia lakukan hanya menarik napas panjang, mencoba mengendalikan gejolak hatinya.Ana ingin menangis dan berteriak di depan wajah ayahnya lalu menceritakan semua kesulitan yang didapatkannya saat ana diusir dari rumah pasca berpis

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 35 B

    "Layanan kamar, Sayang!" ujar Ahmad dengan riang. Ana tersenyum berbinar dan haru melihat suaminya yang begitu perhatian padanya. "Kamu... Kok tahu kalau aku lapar, Mas?" tanya Ana dengan senyum manisnya saat Ahmad meletakkan bakinya di atas nakas. "Kamu kan ibu menyusui, pasti cepat lapar lah. Aku tahu, Yang. Kamu susuin anak kita saja. Biar aku yang menyuapimu," ujar Ahmad. Ana yang sedang bersandar di dipan ranjang sambil duduk dan menyusui anaknya langsung membuka mulut. "Wah, boleh. Aaaaa!"Ahmad tertawa dan mengambil potongan buah, lalu menyuapkannya ke mulut sang istri. "Hm, manis, dingin, seger! Terimakasih, Mas! Kamu baiiiik sekali padaku. Semoga rejeki kamu semakin melimpah dan berkah, Mas!" ujar Ana tulus. "Aamiin, Yang. Apa sih yang enggak buat istri sholihah yang selalu ikhlas merawatku dan ibuku," sahut Ahmad. "Mas, apa kamu nggak capek? Tadi sepertinya kamu paling sibuk saat acara aqiqah Ihsan," tanya Ana. "Kok sekarang malah begadang membantu ku merawat Ihsan? B

  • SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA   Suami 35 A

    Keheningan menelan ruangan. Ana berhenti mengayun bayinya, Anton menegang di kursinya, dan Nisa menutup mulut dengan tangan gemetar. Ahmad menatap mbok Darmi, mencari kepastian di wajah tetangganya itu."Pasti ketularan Mas Burhan, ya?" Ana bertanya pelan, nyaris berbisik.Mbok Darmi mengangguk sambil terisak. "Kamu betul, Ana. Burhan lah yang menulari Wulan. Huhuhu… kalau tahu Burhan mengidap penyakit HIV, aku nggak mungkin menyetujui hubungan mereka dulu!"Ana menggigit bibirnya, prihatin pada Wulan, merasakan campur aduknya yang dirasakan Wulan sekarang. "Dan lagi," lanjut Mbok Darmi dengan suara serak, "Burhan sekarang sudah meninggal… karena dilenyapkan oleh Neni."Ahmad mengangguk. "Kalau soal itu, saya sudah tahu, Mbok. Jadi Wulan baru tahu tentang penyakit nya saat ini?"Mbok Darmi mengangguk lagi. "Neni membunuh Burhan, entah untuk membela diri saat Burhan datang ke rumah Neni dengan mengamuk karena ketularan HIV. Dan setelah pulang dari kantor polisi karena terlibat dana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status