LOGIN“Donfa Kragar, mencintai pria laknat sepertimu benar-benar kesalahan terbesar dalam hidupku! Aku pasti akan mengingat rasa sakit ini seumur hidupku! Kau tunggu saja balasan dariku, pasti berkali-kali lebih dahsyat dari penyiksaanmu selama ini!” pikir Karnias Saputri dalam hatinya yang benar-benar membenci dan mulai menyimpan dendam.
Donfa Kragar tidak tahu isi hatinya Karnias Saputri, lebih tepatnya memang tidak mau tahu sama sekali. Alhasil, Donfa Kragar semakin ganas terus memukuli istrinya sendiri tersebut tepat di hadapan selingkuhannya. Sebuah kelakuan bejat yang sungguh sulit digambarkan hanya beberapa kata saja.
“Gawat! Donfa ini benar-benar sudah terlalu berlebihan! Aku harus menghentikannya sekarang juga!” pikir Bu Linda yang sudah tak tega melihat Karnias Saputri terus menerus digampar selayaknya samsak tinju oleh Donfa Kragar tanpa memberikan sedikit pun perlawanan.
“Cukup, Pak Donfa! Jangan terlalu keras memukulinya! Nanti kalau dia pingsan, bakal sulit mengurusnya! Lagi pula, Bu Karnias pasti sudah cukup tersadarkan akan kesalahan yang dilakukan sebelumnya!” ucap Bu Linda sambil perlahan-lahan berjalan mendekat ke arah Donfa Kragar.
Donfa Kragar yang mendengar perkataan Bu Linda seolah merasa tercerahkan. “Benar juga katamu, Bu Linda! Kalau kecoa ini pingsan, bisa sulit mengusirnya dari ruangan ini. Ya sudah, cepat pergi dari tempat ini! Pelajaran hari ini jangan sekali-kali kau lupakan lagi! Cepat keluar!”
Donfa Kragar berhenti memukuli istrinya tersebut, tapi bentakannya seolah tidak berhenti. Karnias Saputri merasa sakit di wajah dan kedua tangannya. Rasanya ingin langsung saja tergeletak pingsan saat itu juga. Namun, tekadnya yang kuat berhasil membuat Karnias Saputri tetap berdiri tegak sekuat tenaga.
“Hmm? Pakai ngelamun segala! Cepat keluar!” bentak Donfa Kragar sekali lagi.
Karnias Saputri perlahan-lahan melirik tajam ke arah Donfa Kragar yang kini masih menatapnya dengan ganas, tak berubah sedikit pun. Bu Linda merasa tak nyaman ketika lirikan tajamnya Karnias Saputri juga diarahkan kepada dirinya. Meski begitu, Bu Linda tetap tenang dan bahkan masih santai tersenyum tipis seolah mengejek penderitaannya Karnias Saputri.
“Karnias, oh Karnias! Bukannya berterima kasih karena telah dibantu olehku, kau malah menatap tajam ke arahku. Tampaknya, dendam di hatimu sudah tidak bisa diobati lagi. Benar-benar wanita yang menyedihkan sekali!” pikir Bu Linda dalam renungannya.
Bu Linda melanjutkan dalam hatinya, “Sejak awal, seharusnya kau tidak perlu menerima lamaran nikahnya Pak Donfa. Sayangnya, waktu itu hatimu sudah dibutakan oleh cinta palsu dan iming-iming status serta harta kekayaan Keluarga Kragar oleh Pak Donfa. Kalau mau menyalahkan, maka salahkan dirimu sendiri karena bertindak ceroboh!”
Karnias Saputri masih terdiam ketika kedua tangannya masih berusaha melindungi wajahnya dan dalam hatinya membatin, “Kalian dua makhluk hina pasti akan merasakan penderitaanku! Pasti akan aku balas ratusan juta kali lebih menyakitkan daripada ini!”
“Hah? Hadeh, masih saja diam terus! Haruskah aku seret keluar kamu ini, huh?! Atau mungkinkah masih ingin ditampar lagi, biar sadar sekali lagi, huh?! Pergi sekarang!” tegas Donfa Kragar sekali lagi membentak sejadi-jadinya yang bahkan mengejutkan hatinya Karnias Saputri dan Bu Linda itu sendiri.
“A–aku bisa jalan sendiri! Pe–permisi!” sahut Karnias Saputri dengan suara tergagap ketika tubuhnya yang sebelumnya mematung perlahan-lahan digerakkan untuk segera keluar dari dalam ruangan kerja tersebut.
“Hmph! Baguslah kalau kamu sudah sadar diri!” Donfa Kragar mendengus dengan dingin sambil berbalik memeluk tubuhnya Bu Linda yang setengah telanjang.
“Ayo sayang, kita lanjutkan kemesraan sebelumnya! Gara-gara kecoa, semuanya menjadi tertunda. Namun, kecoanya sudah dibereskan sehingga tidak perlu ada yang dipermasalahkan lagi, hehe!” ucap Donfa Kragar dengan nada suaranya yang jahil sekali.
Bu Linda yang melirik kepergian Karnias Saputri hanya bisa segera mengabaikannya ketika Donfa Kragar sudah mulai menanggalkan kemeja ditangannya yang digunakan untuk menutupi dua gunung kembar jumbo miliknya yang luar biasa indah.
“Ah, Pak Donfa ada-ada saja kalau bercanda. Bu Karnias masih belum sepenuhnya keluar dari dalam ruangan ini. Tunggu beliau keluar dahulu, baru kita lanjutkan kemesraan sebelumnya!” Bu Linda berkata-kata dengan lembut, tapi sangat pedas rasanya ketika memasuki telinganya Karnias Saputri yang sudah berjalan sampai di depan pintu keluar.
“Jalang rendahan!” batin Karnias Saputri mengutuk dalam diam. Sorot matanya yang tajam tidak memudar meski hanya diarahkan kepada pintu keluar.
“Sudah, biarkan saja kecoa itu! Nanti keluar sendiri kalau sudah waktunya! Abaikan saja dia!” sahut Donfa Kragar yang sudah kembali berhasrat ketika melihat pemandangan indah dan dahsyat dari dua gunung kembar miliknya Bu Linda.
Tanpa keraguan sedikit pun, Donfa Kragar dengan ganas meremas buah naga raksasa yang lembut dan mulus tersebut. Aksi yang langsung mengejutkan Bu Linda tersebut tidak berhenti sampai di sana ketika Donfa Kragar langsung saja mulai menikmati salah satu puncak gunung kembar dengan bibir dan lidahnya ketika menghisapnya berulang kali dalam waktu singkat.
“Ah…, Pak Donfa! Pelan-pelan, ah!” Bu Linda mendesah di setiap aksi memanas hubungan badan keduanya tersebut.
Karnias Saputri yang marah semakin naik pitam. Tatapan kebencian kembali diarahkan kepada dua pasangan sejoli yang bejat tersebut ketika dirinya memutuskan untuk menoleh. Bu Linda yang menyadari tatapan ganasnya Karnias Saputri hanya membalasnya dengan senyuman tipis sekali lagi seolah mengejek Karnias Saputri dalam diam dan tampak tidak peduli dengan apa pun yang sedang dipikirkan oleh Karnias Saputri saat ini.
“Tuan Jurgan Kragar? Malam-malam begini, mengapa beliau menghubungi saya? Mungkinkah karena urusan besok di perusahaan cabang bersama Tuan Muda Donfa Kragar?” gumam Pak Buwir seolah mencoba menebak-nebak kemungkinan tersembunyi mengapa dirinya dihubungi oleh ayahnya Donfa Kragar secara langsung.Tak ingin terus menebak-nebak tanpa dasar alasan yang jelas, Pak Buwir segera menjawab panggilan masuk tersebut. “Halo, Tuan! Ada yang bisa saya bantu, Tuan?”Pak Buwir tampak berhati-hati dalam kata-katanya. Di sisi lain, Jurgan Kragar tengah berada di dalam ruang kerja, tepat di kediaman utama milik Keluarga Kragar. Ekspresi wajahnya yang sudah keriput begitu sulit ditebak, tapi jelas sekali kalau sorot matanya begitu dingin rasanya.“Hmph! Bocah nakal itu ada di mana sekarang? Dari tadi saya coba hubungi, malah tidak dijawab-jawab dan bahkan sengaja dimatikan! Sudah bosan hidup kah, bocah tidak tahu diuntung itu, hah?!” teriak Jurgan Kragar begitu nyaring terdengar meski sebatas panggilan m
Meski berisik dengan suara-suara lagu yang diputar, keheningan di antara orang-orang di dalamnya terasa sangat jelas apabila diamati. Semuanya berfokus kepada Donfa Kragar seolah menyiratkan kalau Donfa Kragar memilih untuk diam, maka semuanya akan diam di detik itu juga.Untungnya, tidak lama kemudian ada seorang pelayan yang mengetuk pintu kemudian masuk ke dalam. Ternyata, pelayan tersebut mengantarkan sejumlah botol yang jelas isinya adalah minuman keras yang memabukkan. Kedua temannya seolah menemukan angin segar untuk memulai pembicaraannya sekali lagi.“Hehe, akhirnya yang dinantikan tiba juga. Minum lagi, ayo minum lagi semuanya! Puaskan dirimu dan lepaskan beban yang mengusik pikiran kita semua!” seru salah satu temannya Donfa Kragar.Mendengar itu, Donfa Kragar melirik sejenak sebelum berkata, “Baiklah, ayo minum saja sepuasnya! Tak lama lagi, aku harus segera pulang juga!”“Haha, wokeh!” sahut semua orang bersamaan.Mereka bersemangat dalam hati masing-masing sampai menegak
Karnias Saputri melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam lebih lima belas menit. Dalam keheningan, Karnias Saputri bergumam pelan, “Jam sembilan malam ya? Masih ada cukup waktu untuk menyelesaikan sisa pekerjaanku ini. Semangat Karnias, kerja keras pastinya tidak akan mengkhianati hasil akhirnya!”Sambil menepuk pipinya sendiri, bola matanya Karnias Saputri langsung terbuka lebar-lebar sebagai tanda dirinya yang tidak kenal lelah. Karnias Saputri termasuk beruntung karena bisa mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan cabang milik Keluarga Kragar. Penerimaan karyawannya tidak mematok ijazah kuliah sehingga Karnias Saputri yang masih SMA bisa ikut melamar.Tentunya, Karnias Saputri tidak melamar dengan tangan kosong apalagi tanpa persiapan sedikit pun. Bisa dibilang kalau Karnias Saputri termasuk orang yang cerdas. Meski tidak terlalu memukau secara akademik, setidaknya dia tekun dan teliti sehingga pekerjaannya sangat enak dilihat mata.Karnias Saputri
“Bu Karnias, maaf ya! Suamimu akan saya manjakan hari ini! Mungkin lain kali bakal jadi giliran Anda! Mu–mungkin juga tidak, ah…!” ucap Bu Linda dengan suara lembut sebelum terputus ketika merasakan sengatan listrik dari salah satu puncak gunung kembar miliknya yang dihisap dengan ganasnya oleh makhluk buas bernama Donfa Kragar.Karnias Saputri melotot ketika mendengarnya sekaligus geram ketika melihat pemandangan suaminya sendiri begitu ganas meremas dan menghisap tubuh sensitif yang besar sekaligus kenyal miliknya Bu Linda, tepat di depan matanya. Perasaan marah, benci, dan dendam yang sulit terlukiskan terasa bercampur aduk menjadi satu dalam momen bejat semacam itu.Pengalaman hidup yang mustahil dilupakan oleh Karnias Saputri, tak peduli apa yang terjadi ke depannya. Entah berapa lama rasa mengganjal di dalam hatinya akan terus ada. Selama terus didiamkan dan tidak ada sesuatu yang dapat melunturkannya, perasaan rumit akan terus menerus mendiami isi hatinya hingga membuatnya kehi
“Donfa Kragar, mencintai pria laknat sepertimu benar-benar kesalahan terbesar dalam hidupku! Aku pasti akan mengingat rasa sakit ini seumur hidupku! Kau tunggu saja balasan dariku, pasti berkali-kali lebih dahsyat dari penyiksaanmu selama ini!” pikir Karnias Saputri dalam hatinya yang benar-benar membenci dan mulai menyimpan dendam.Donfa Kragar tidak tahu isi hatinya Karnias Saputri, lebih tepatnya memang tidak mau tahu sama sekali. Alhasil, Donfa Kragar semakin ganas terus memukuli istrinya sendiri tersebut tepat di hadapan selingkuhannya. Sebuah kelakuan bejat yang sungguh sulit digambarkan hanya beberapa kata saja. “Gawat! Donfa ini benar-benar sudah terlalu berlebihan! Aku harus menghentikannya sekarang juga!” pikir Bu Linda yang sudah tak tega melihat Karnias Saputri terus menerus digampar selayaknya samsak tinju oleh Donfa Kragar tanpa memberikan sedikit pun perlawanan.“Cukup, Pak Donfa! Jangan terlalu keras memukulinya! Nanti kalau dia pingsan, bakal sulit mengurusnya! Lagi
Karnias Saputri segera menunjukkan jari telunjuknya sambil melangkah maju ke arahnya Bu Linda. Raut wajahnya yang cantik benar-benar memudar dengan amarahnya yang memuncak hingga membuatnya mendidih karena tak tahu harus berbuat apalagi demi melampiaskan amarahnya yang mengganjal di dalam hatinya tersebut.“Kau…! Masih beraninya kau tersenyum mengejek kepadaku, hah?! Dasar rubah berbisa, kau pantas mati seribu kali!” teriak Karnias Saputri dengan nada tinggi ketika mengutuk Bu Linda dalam amarahnya.Donfa Kragar menyipitkan matanya ketika mendengar bentakan istrinya tersebut. “Lancang sekali mulutmu, hah?! Cepat minta maaf yang tulus kepada, Bu Linda! Jangan coba-coba berani beranjak pergi dari tempat ini sebelum kau melakukannya tepat di depan hadapanku dan Bu Linda! Minta maaf sekarang juga!”Karnias Saputri yang sudah kehilangan akal seolah kembali tersadar dari amarahnya. Tatapan matanya seolah tidak percaya ketika mendengar suaminya berkata-kata tidak tahu malu dan mustahil masuk







